Sabtu, 28 Juli 2018

Dasar Kependudukan "KEMISKINAN PEMERATAAN DAN PEMBANGUNAN DESA"


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kunci dari pembangunan adalah kemakmuran bersama. Pemerataan hasil pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan tujuan pembangunan yang ingin dicapai. Tingkat pertumbuhan yang tinggi tanpa disertai pemerataan pembangunan hanyalah menciptakan perekonomian yang lemah dan eksploitasi sumber daya manusia. Hipotesis Kusnets (1963) yang menyatakan bahwa sejalan dengan waktu ketidakmerataan (inequality) akan meningkat akan tetapi kemudian akan menurun karena adanya penetesan ke bawah (trickle down effect), sehingga kurva akan berbentuk seperti huruf U terbalik (Inverted U). Akan tetapi pada kenyataannya penetesan ke bawah (trickle down effect) tidak selalu terjadi, sehingga kesenjangan antara kaya dan miskin semakin besar. Pemerataan hasil pembangunan di Indonesia masih sangat memprihatinkan.
Ketidakmerataan juga menjadi masalah dunia. Menurut data World Development Report 2006, 15,7% penduduk Indonesia pada tahun 1996 berada di bawah garis kemiskinan. Jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan meningkat menjadi 27,1 % pada tahun 1999. Gini Index untuk pemerataan penghasilan Indonesia adalah 0,34, hal ini menunjukkan adanya ketidakmerataan penghasilan yang cukup besar di Indonesia. Gini index merupakan ukuran tingkat penyimpangan distribusi penghasilan, Gini index diukur dengan menghitung area antara kurva Lorenz dengan garis hipotesis pemerataan absolut. Gini Index untuk pemerataan kepemilikan tanah di Indonesia mencapai 0,46, nilai ini menunjukkan adanya ketidakmerataan kepemilikan tanah yang cukup besar.
Dari segi pendidikan, Indonesia masih mengalami masalah ketidakmerataan pendidikan. Gini Index untuk pemerataan pendidikan di Indonesia mencapai 0,32, angka ini menunjukkan adanya ketidakmerataan pendidikan. Rendahnya tingkat pendidikan akan mengakibatkan rendahnya produktivitas dan berakibat pula pada rendahnya tingkat pendapatan, hal ini terus menjadi lingkaran setan (vicious circle). Kesenjangan tingkat pendidikan mengakibatkan adanya kesenjangan tingkat pendapatan yang semakin besar. Kesenjangan ini juga akan mengakibatkan kerawanan sosial.
Di Indonesia persentase balita yang kekurangan gizi mencapai 27,3% pada tahun 2000. Angka ini cukup besar dan harus menjadi perhatian yang serius bagi pemerintah. Tingkat gizi yang rendah akan mempengaruhi produktivitas sehingga tingkat pendapatan akan rendah. Fasilitas kesehatan yang kurang menjangkau ke daerah terpencil di Indonesia menyebabkan rendahnya kualitas kesehatan masyarakat. Tingginya tingkat mortalitas balita yaitu 41 kematian balita per 1.000 balita dan tingkat mortalitas ibu yang mencapai 230 kematian ibu per 100.000 kelahiran menunjukkan masih rendahnya kualitas kesehatan.
Pemerataan hasil pembangunan di samping pertumbuhan ekonomi perlu diupayakan supaya pembangunan dapat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Pemerataan pendidikan dan pemerataan fasilitas kesehatan merupakan salah satu upaya penting yang diharapkan meningkatkan pemerataan hasil pembangunan dengan menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas.

1.2 Rumusan Masalah
·         Jelaskan tentang KEMISKINAN PEMERATAAN.
·         Jelaskan tentang PEMBANGUNAN PEDESAAN

1.1  Manfaat Penyusunan Makalah
·         Menjelaskan tentang KEMISKINAN PEMERATAAN
·         Menjelaskan tentang PEMBANGUNAN PEDESAAN
·         Untuk melatih diri penyusun selaku mahasiswa dalam mempelajari dan menyusun sebuah makalah dasar kependudukan tentang KEMISKINAN PEMERATAAN DAN PEMBANGUNAN PEDESAAN
·         Sebagai bahan pembelajaran bagi penyusun makalah dan pembaca.

 

BAB II
ISI
2.1 KEMISIKINAN PEMERATAAN
Secara harafiah, kemiskinan berasal lebih luas, kemiskinan dapat dikonotasikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan baik secara individu, keluarga, maupun kelompok sehingga kondisi ini rentan terhadap timbulnya permasalahan sosial. Kemiskinan telah menjadi masalah yang kronis karena berkaitan dengan kesenjangan dan pengangguran. Jadi pemecahannya pun harus terkait dan juga komprehensif dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Lebih jauh kemiskinan menjadi bukan sekadar masalah ekonomi tetapi masalah kemanusiaan. Hampir semua negara menghadapi masalah ini. Bahkan Amerika Serikat yang merupakan negara kaya namun masih menghadapi masalah kemiskinan. Disisi lain bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia, kemiskinan merupakan masalah terberat yang harus dihadapi. Kemiskinan seakan sudah menjadi bagian dari takdir manusia. Namun menurut Muhammad Yunus (Penerima hadiah nobel perdamaian tahun 2006) yang ditulis dalam bukunya yang berjudul creating a world without poverty menjelaskan bahwa dunia bebas dari kemiskinan itu tidaklah mustahil. Kemiskinan bukan diciptakan oleh masyarakat miskin tapi diciptakan oleh sistem yang ada di masyarakat. Namun apabila kita semua tidak peduli terhadap kemiskinan berarti kita juga menjadi bagian dari sistem yang menciptakan kemiskinan itu sendiri.
Di Indonesia sendiri banyak program-program yang telah berhasil mengurangi angka kemiskinan. Jika kita melihat data jumlah penduduk miskin dari tahun 1976 yang mencapai 54,2 juta (40.1%) menjadi 22,5 juta (11.3%) pada tahun 1996. Kemudian karena adanya krisis yang mendera bangsa ini efeknya mengakibatkan bertambahnya jumlah penduduk miskin sebesar 47,9% (23.4%) pada tahun 1999. Era reformasi jumlah penduduk miskin perlahan-lahan menurun menjadi 36.1 juta (16.7%) ditahun 2004.
Kemiskinan menjadi momok dalam masyarakat. Berbagai upaya dilakukan untuk mengentaskan kemiskinan, tetapi angka kemiskinan tidak turun secara signifikan. Jumlah penduduk miskin pada tahun 2015 diprediksi mencapai 30,25 juta orang atau sekitar 12,25 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Kenaikan jumlah penduduk miskin ini disebabkan beberapa faktor, termasuk kenaikan harga BBM, inflasi, dan pelemahan dolar.
Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk miskin pada tahun 2014, presentase penduduk miskin di Indonesia mencapai 11,25 persen atau 28,28 juta jiwa, maka pada 2015 ada tambahan penduduk miskin sekitar 1,9 juta jiwa.
Ketimpangan antara penduduk miskin dan penduduk kaya juga semakin terlihat jelas. Koefisien Gini pada akhir tahun 2014 diperkirakan mencapai 0,42. Dia menjelaskan dari sisi pendapatan, masyarakat Indonesia terbagi atas tiga kelas. Kelas atas sebesar 20 persen, kelas menengah sebesar 40 persen, dan kelas paling bawah mencapai 40.
Pada 2005, kelas terbawah menerima manfaat dari pertumbuhan ekonomi sebesar 21 persen, tetapi pada 2014 menurun menjadi 16,9 persen. Sementara untuk kelas atas, pada 2005 menerima 40 persen dan meningkat menjadi 49 persen dari PDB pada 2014.
Berdasarkan data BPS, secara persentase penduduk miskin cederung menurun, tetapi secara riil jumlah penduduk miskin terus bertambah. Hal itu setidaknya terlihat sejak tahun 2013. Pada tahun 2013, penduduk miskin 11,37 persen dengan jumlah mencapai 28,07 juta jiwa.
Diharapkan pemerintah akan membuat skema baru untuk mengentaskan kemiskinan. Sebaiknya pembangunan di wilayah Indonesia timur akan menjadi prioritas. Perluasan perlindungan sosial dan pelayanan sosial masih menjadi isu mendasar, misalnya perihal tercukupinya layanan kesehatan dan pendidikan. Namun, berbagai bantuan seperti Bantuan Siswa Miskin (BSM) yang menjadi salah satu instrumen pengentasan kemiskinan belum semuanya efektif diberikan. Pasalnya, meskipun bantuan siswa miskin cukup besar tetapi tidak sampai 25 persen masyarakat mau memanfaatkan hal ini. Pemerintah saat ini sedang mematangkan skema baru agar bantuan program kemiskinan bisa dimanfaatkan dengan baik. Selanjutnya, pemerintah juga akan mengevaluasi empat klaster pengentasan kemiskinan yang selama ini sudah dibuat. Misalnya, dalam hal pengentasan kemiskinan berbasis UMKM dalam bentuk penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Selama ini ternyata KUR belum menyasar 40 persen penduduk dengan penghasilan terendah.  Sebanyak 50 persen dana KUR dimanfaatkan oleh masyarakat kelas menengah. Sisanya baru dimanfaatkan untuk usaha kecil dan mikro. Alhasil, bukan masyarakat dengan penghasilan terendah yang terbantu melalui program ini.
Pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2014 juga akan menjamin pembukaan izin usaha untuk sektor mikro akan dilakukan secara gratis. Perpres yang ditandatangani pada bulan September lalu ini masih dalam tahap sosialiasi. Nantinya pelaku usaha mikro akan bisa membuka usaha dengan gratis sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan, sepenti pelaku usaha mikro harus bankable.

2.1.1  PEMERATAAN RELATIF
Pemerataan relatif adalah kemiskinan yang tidak berhubung dengan garis kemiskinan, kemiskinan jenis ini bersumber dari prefektif masing-masing orang, yaitu karena orang tersebut merasa miskin. Kemiskinan jenis ini bisa menimpa siapa saja. Sebagai contoh, bila seorang pegawai dengan pendapatan 5 juta perbulan mengetahui rekan sekantornya yang selevel memiliki pendapatan yang nilainya 3x lipat, seketika pegawai tersebut akan merasa marah, geregetan. Pada kondisi tersebut pegawai tersebut mengalami kemiskinan relatif atau orang yang sudah memiliki tingkat pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum tidak selalu berarti tidak miskin, ada ahli yang berpendapat bahwa walaupun sudah mencapai tingkat kebutuhan dasar minimum tetapi masih jauh lebih rendah di bandingkan dengan keadaan masyarakat sekitarnya, maka orang tersebut masih berada dalam keadaan miskin. ini terjadi karena kemiskinan lebih banyak di tentukan oleh keadaan sekitarnya, daripada lingkungan orang yang bersangkutan.
2.1.2 PEMERATAAN ABSOLUT
Pemerataan absolut mengacu pada satu set standard yang konsisten, tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat/negara. Kemiskinan absolut juga merupakan situasi dimana penduduk atau sebagian penduduk yang hanya dapat memenuhi makanan, pakaian, dan perumahan yang sangat diperlukan untuk mempertahankan tingkat kehidupan yang minimum. Sebuah contoh dari pengukuran absolut adalah persentase dari jumlah makanan yang dikonsumsi dibawah jumlah yang cukup untuk menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk laki laki dewasa). Bank Dunia mendefinisikan Kemiskinan absolut sebagai hidup dengan pendapatan dibawah USD $1/hari dan Kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah $2 per hari.

2.1.3 ASPEK – ASPEK KEMISKINAN
Aspek-aspek yang ada dalam kemiskinan sangat bermacam-macam. Aspek-aspek ini berbeda di tiap-tiap Negara. Ada 5 sifat ekonomis yang terdapat di Negara-negara yang sedang berkembang saat ini yaitu Negara yang merupakan produsen barang-barang primer, menghadapi masalah tekanan penduduk, sumber-sumber alam belum banyak diolah, pendidikan penduduk yang kurang, orientasi ke perdagangan luar negeri.
A.     Produsen Barang-Barang Primer
Negara yang sedang berkembang pada umumnya memiliki sector yang paling menonjol yaitu pertanian dan sebagian berada di sektor industri. Sebagian besar adalah sektor pertanian dan produsen barang-barang primer. Yang dimaksud dengan produsen barang-barang primer adalah produksi barang-barang dari sektor pertanian, kehutanan, dan kelautan.
Pada umumnya Negara berkembang meiliki lahan yang luas untuk sektor-sektor andalan non industri dan memiliki banyak tenaga kerja. Pada tahun 1990-an 60% dari penduduk adalah bekerja di sektor primer dan 20% bekerja pada sektor sekunder dan yang 20% terakhir bekerja pada sektor tersier. Pada tahun 2000-an penduduk yang bekerja pada sektor primer mengalami penurunan hingga 10% dan mulai beralih pada sektor sekunder ataupun tersier dengan asumsi jika berada pada sektor sekunder dan tersier maka akan lebih terjamin kesejahteraan hidup mereka. Pada akhirnya sektor primer seperti pertanian, kehutanan, dan kelautan mengalami penurunan hasil produksi.
B.     Masalah Tekanan Penduduk
Tekanan penduduk merupakan satu masalah umum yang dialami Negara-negara berkembang seperti Indonesia. Adapun masalah-masalah tersebut adalah adanya pengangguran di pedesaan.
Pedesaan merupakan lahan yang paling produktif untuk digunakan sebagai pertanian. Namun yang terjadi justru sebaliknya, para penduduk di desa banyak yang menganggur. Semua itu dikarenakan jumlah lahan yang ada tidak sebanding dengan jumlah penduduk yang meningkat. Lahan yang ada semakin berkurang karena digunakan untuk tempat tinggal. Akibatnya para pemuda pedesaan sekarang banyak yang memilih untuk merantau ke perkotaan karena di desa sudah tidak dapat menampung mereka. Fenomena ini akan menjadi masalah lain yang berada di lingkaran kemiskinan.
C.      Sumber Daya Alam yang belum diolah
Di Negara-negara berkembang seperti Indonesia tentunya memiliki sumber-sumber alam yang melimpah dan belum banyak digunakan. Namun sumber daya manusia yang kurang menyebabkan asset berharga ini belum bisa digunakan dengan sebaik-baiknya.
D.     Tingkat Pendidikan yang Kurang
Tingkat pendidikan merupakan indicator yang terpenting dalam penentuan kesejahteraan masyarakat. Semakin rendah tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin rendah pula tingkat kesejahteraannya. Tentunya perlu perbaikan di segi pendidikan agar masyarakat mendapatkan kehidupan yang layak dengan keahlian yang cukup.
E.      Orientasi ke Perdagangan Luar Negeri
Setiap Negara tentunya sudah memiliki hubungan perdagangan luar negeri, perbedaanya hanya pada Negara berkembang, barang yang diperdagangkan merupakan barang produksi primer. Tentunya dengan barang modal seperti itu maka hasil yang didapat tidak maksimal. Seandainya penduduk dapat mengubahnya menjadi barang produksi sekunder, maka hasil yang didapat dapat maksimal dan dapat menekan kemiskinan.

2.1.4  CARA – CARA MENGATASI KEMISKINAN
Masalah kemiskinan merupakan masalah yang sangat pelik dan sulit sekali dihindari oleh sebuah negara, khususnya bagi negara yang sedang berkembang. Banyak cara yang dilakukan guna dapat mengatasi kemiskinan yang terjadi. Cara, strategi atau kebijakan dalam mengurangi kemiskinan tersebut, yaitu :
1.      Pembangunan Pertanian
Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di Indonesia. Ada 3 faktor utama yang mendasari kebijakan ini. Pertama, berkurangnya beban penderitaan secara langsung dapat memuaskan kebutuhan atas konsumsi barang-barang pokok yang juga merupakan tujuan kebijakan sosial yang sangat penting. Kedua,  perbaikan kesehatan akan meningkatkan produktivitas golongan miskin, kesehatan yang lebih baik akan meningkatkan daya kerja, mengurangi hari tidak bekerja dan meningkatkan output energi. Ketiga, penurunan tingkat kematian bayi dan anak-anak secara tidak langsung juga berperan dalam mengurangi kemiskinan yaitu menurunkan tingkat kesuburan, tingkat kematian yang semakin rendah tidak saja membantu para orang tua untuk mencapai jumlah keluarga yang mereka inginkan, namun juga membantu mereka menginginkan keluarga yang lebih kecil.
2.      Pembangunan Sumber Daya Manusia
Dapat dengan perbaikan serta peningkatan akses terhadap konsumsi pelayanan sosial (pendidikan, kesehatan dan gizi). Ada 3 aspek dari pembangunan pertanian yang telah memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pengurangan kemiskinan tersebut, terutama di daerah perdesaan. Konribusi terbesar bagi peningkatan pendapatan perdesaan dan pengurangan kemiskinan perdesaan dihasilkan dari adanya revolusi teknologi dalam pertanian padi, termasuk pembangunan irigasi.
3.      Peranan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Fleksibilitas dan pengetahuan mereka tentang komunitas yang mereka bina, membuat LSM dapat menjangkau golongan miskin lebih efektif. Keterlibatan LSM juga meringankan biaya finansial dan staff dalam pengimplementasian program padat karya untuk mengurangi kemiskinan. Ada beberapa bentuk organisasi-organisasi kemasyarakatan tersebut, antara lain : Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Lembaga Pembina Swadaya Masyarakat (LPSM), organisasi-organisasi sosial lainnya, dan organisasi semi pemerintah.
Pada dasarnya untuk dapat mengatasi kemiskinan, kita harus dapat mengidentifikasi penyebab dari kemiskinan itu sendiri. Jadi, segala usaha pemberantasan masalah kemiskinan dan pemerataan itu dapat dilakukan secara efektif dan efisien sesuai dengan sasaran pembangunan yang telah direncanakan.




2.2 PEMBANGUNAN PEDESAAN
Hakikat pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pemba­ngunan masyarakat Indonesia seluruhnya, dengan Pancasila sebagai dasar, tujuan, dan pedoman pembangunan nasional. Upaya mema­jukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa yang berdasarkan Pancasila diarahkan pada perwujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam kaitan itu, Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh nega-ra. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnyadikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemak­muran rakyat. Selanjutnya, Pasal 27 Ayat (2) menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan   yang layak bagi kemanusiaan, dan Pasal 34 menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
Selaras dengan amanat Pancasila dan UUD 1945, Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 mengarahkan agar pem­bangunan nasional dilaksanakan merata di seluruh tanah air dan tidak hanya untuk suatu golongan atau sebagian dari masyarakat, tetapi untuk seluruh masyarakat, serta harus benar-benar dapat di­rasakan oleh seluruh rakyat sebagai perbaikan tingkat hidup yang berkeadilan sosial, yang menjadi tujuan dan cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia.
Pembangunan nasional adalah pembangunan dari, oleh, dan untuk rakyat, dilaksanakan di semua aspek kehidupan bangsa yang meliputi aspek politik, ekonomi, sosial budaya, dan aspek perta­hanan keamanan, serta merupakan kehendak seluruh bangsa untuk terus menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara merata, untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan lahir batin termasuk terpenuhinya rasa aman, rasa tenteram, dan rasa ke­adilan bagi seluruh rakyat.
Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam pelaksanaannya, pembangunan nasional senantiasa memperhatikan asas-asas pem­bangunan, antara lain, bahwa segala usaha dan kegiatan pemba­ngunan nasional harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, bagi peningkatan kesejahteraan rakyat, dan bagi pengembangan pribadi warga negara. Pembangunan nasional yang diselenggarakan sebagai usaha bersama harus merata di semua lapisan masyarakat dan di seluruh wilayah tanah air, di mana setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan berperan serta dan menikmati hasilnya secara adil sesuai dengan nilai-nilai kemanu­siaan dan darma baktinya yang diberikan kepada bangsa dan negara, serta menuju pada keseimbangan, keserasian, dan keselarasan dalam perikehidupan materiil dan spiritual.
Pembangunan yang merata materiil adalah perwujudan Kepu­lauan nusantara sebagai satu kesatuan ekonomi, bahwa kekayaan wilayah Nusantara, baik potensial maupun efektif, adalah modal dan milik bersama bangsa, dan bahwa keperluan hidup sehari-hari harus tersedia merata di seluruh wilayah tanah air. Tingkat per­kembangan ekonomi hams serasi dan seimbang di seluruh daerah, tanpa meninggalkan ciri khas yang dimiliki oleh daerah dalam pengembangan kehidupan ekonomi yang berlandaskan demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila, dan mengandung kemampuan memelihara stabilitas ekonomi yang sehat dan dinamis serta memi­liki kemampuan menciptakan kemandirian ekonomi nasional de­ngan daya saing yang tinggi dan mewujudkan kemakmuran rakyat yang adil dan merata.
Pembangunan yang merata spiritual adalah pembangunan yang merata bagi masyarakat dalam pengembangan rohani, budaya, dan rasa kesetiakawanan sosialnya, yang tercermin dalam keselarasan hubungan antara manusia dan Tuhannya, antara sesama manusia, serta antara manusia dan lingkungan alam sekitarnya. Keselarasan hubungan ini dalam pembangunan nasional merupakan perwujudan kesatuan politik dan sosial wilayah Kepulauan Nusantara, bahwa secara psikologis, bangsa Indonesia harus merasa satu, senasib sepenanggungan, sebangsa dan setanah air, serta mempunyai satu tekad untuk mencapai cita-cita bangsa. Masyarakat Indonesia adalah satu, perikehidupan bangsa harus merupakan kehidupan yang serasi dengan terdapatnya tingkat kemajuan masyarakat yang merata dan seimbang, serta ada keselarasan kehidupan yang sesuai dengan tingkat kemajuan bangsa. Rasa keadilan, keamanan, ketenteraman, dan kemajuan dari pembangunan dirasakan merata oleh seluruh rakyat sesuai dengan peran serta dan sumbangannya dalam pembangunan.
Pembangunan ekonomi yang ditujukan pada pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan, ditandai oleh mantapnya dasar demokrasi ekonomi yang menumbuhkan ekonomi rakyat. Kaidah Penuntun dalam GBHN 1993 menyatakan bahwa sistem free fight liberalism yang menumbuhkan eksploitasi terha­dap manusia dan bangsa lain, sistem etatisme yang mematikan potensi serta daya kreasi unit-unit di luar sektor negara, dan per­saingan tidak sehat, serta pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam berbagai bentuk monopoli dan monopsoni yang merugikan masyarakat harus dihindari, karena bukan merupakan ciri pembangunan ekonomi yang bertujuan pada pembangunan yang berkeadilan sosial. 

Sesuai dengan amanat UUD 1945, kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang. Oleh sebab itu, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi. Cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada di tangan orang seorang karena jika tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasinya. Usaha kecil, termasuk usaha tradisional dan usaha informal, serta usaha menengah sebagai bagian dari dunia usaha dalam semangat demokrasi ekonomi, mendapatkan peluang dan berkembang menuju kemandirian melalui kemitraan usaha yang sejajar dengan usaha besar baik usaha besar tersebut berupa usaha negara, koperasi, maupun swasta.
Pemerataan pembangunan sebagai wujud pelaksanaan demokrasi ekonomi adalah upaya pembangunan yang dilandasi dengan jiwa dan semangat kebersamaan dan kekeluargaan, di mana koperasi dikembangkan sebagai gerakan ekonomi rakyat yang sehat, tangguh, kuat, dan mandiri, sehingga dapat berperan sebagai sokoguru perekonomian nasional. Pemerataan pembangunan memberikan kesempatan yang sama kepada setiap warga masyarakat di seluruh tanah air untuk menyumbangkan karyanya dengan sekaligus memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, serta mengembangkan kegiatan di semua aspek kehidupan. Pemerataan juga mempercepat pertumbuhan kelompok masyarakat, sektor, atau daerah yang tertinggal. Perekonomian daerah dikembangkan secara serasi dan seimbang antar daerah, dalam satu kesatuan perekonomi-an nasional dengan mendayagunakan potensi dan peran serta      daerah secara optimal dalam rangka mewujudkan Wawasan Nusan­tara dan memperkukuh ketahanan nasional. Pembangunan yang merata dan berkeadilan adalah pembangunan yang lebih dapat menjamin kesinambungan karena didukung oleh peran serta aktif rakyat yang seluas-luasnya dan memanfaatkan potensi rakyat yang sebesar-besarnya.
Keberhasilan dalam pemerataan pembangunan merupakan modal utama dalam upaya bangsa meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan perekonomian rakyat, memperkukuh kesetiakawanan sosial, menanggulangi kemiskinan, dan mencegah proses muncul­nya kemiskinan baru yang mungkin timbul. Kemiskinan adalah situasi serba kekurangan dari penduduk yang terwujud dalam dan disebabkan oleh terbatasnya modal yang dimiliki, rendahnya pengetahuan dan keterampilan, rendahnya produktivitas, rendahnya pendapatan, lemahnya nilai tukar hasil produksi orang miskin, dan terbatasnya kesempatan berperan serta dalam pembangunan. Rendahnya pendapatan penduduk miskin mengakibatkan rendahnya pendidikan dan kesehatan sehingga mempengaruhi produktivitas mereka yang sudah rendah dan meningkatkan beban keter-gantungan bagi masyarakat. Penduduk yang masih berada di bawah garis kemiskinan mencakup mereka yang berpendapatan sangat rendah, tidak berpendapatan tetap, atau tidak berpendapatan sama sekali.
Upaya bangsa dalam meningkatkan pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan juga bertujuan menunjang upaya mewujudkan perekonomian nasional yang mandiri dan andal, serta mampu mengatasi ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial.
Kesenjangan antar daerah, antar sektor, dan antar golongan ekonomi akan makin mengecil karena pembangunan yang makin merata, sehingga penduduk miskin diharapkan akan dapat makin berperan serta dalam pembangunan.
Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II), yang dimulai dengan Repelita VI seperti dinyatakan dalam GBHN 1993, tetap bertumpu kepada Trilogi Pembangunan. Upaya untuk memeratakan pembangunan dan hasil-hasilnya dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi menuju terciptanya kemakmuran yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam sistem ekonomi yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluar­gaan. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi diperlukan untuk menggerakkan dan memacu pembangunan di bidang-bidang lain sekaligus sebagai modal untuk mewujudkan pemerataan pemba­ngunan dan hasil-hasilnya dengan lebih memberi kesempatan kepada rakyat untuk berperan serta secara aktif dalam pem­bangunan, dijiwai semangat kekeluargaan, didukung oleh stabilitas nasional yang mantap dan dinamis, melalui pembangunan yang berkelanjutan.
Bab ini dimaksudkan sebagai pengantar dan sekaligus merang­kum upaya pemerataan pembangunan dalam berbagai bidang dan sektor pembangunan yang akan dilaksanakan dalam PJP II sebagai upaya mengatasi masalah kesenjangan dan kemiskinan yang masih belum terselesaikan dalam PJP I.

PEMERATAAN PEMBANGUNAN DAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM PJP I
Upaya pemerataan pembangunan telah dilakukan sejak awal PJP I, dengan berbagai upaya di berbagai sektor seperti pertanian, kependudukan, pendidikan, kesehatan, dan transmigrasi serta pembangunan desa. Sebagai bagian dari Trilogi Pembangunan, sejak Repelita III upaya pemerataan lebih digalakkan lagi yang dilaksanakan melalui kebijaksanaan delapan jalur pemerataan, yaitu (1) pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak khusus­nya pangan, sandang, dan perumahan; (2) pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan; (3) pemerataan pembagian pendapatan; (4) pemerataan kesempatan kerja; (5) pemerataan kesempatan berusaha; (6) pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita; (7) pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh tanah air; dan (8) pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
Penerapan kebijaksanaan pemerataan melalui delapan jalur pemerataan dalam kenyataan berkaitan dengan kebijaksanaan penanggulangan kemiskinan, khususnya dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok rakyat seperti pangan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Mengikuti alur delapan jalur pemerataan, di bawah ini akan diuraikan secara singkat upaya pemerataan dan penanggu­langan kemiskinan dalam PJP I.
Dalam mengatasi masalah kebutuhan pangan rakyat banyak, pembangunan pertanian terutama melalui revolusi hijau di bidang pertanian tanaman pangan padi, yang dilakukan dengan pola bimbingan massal (bimas), telah berhasil meningkatkan produksi dengan laju yang mencapai dua kali lebih tinggi daripada pertumbuhan penduduk. Keberhasilan dalam produksi pertanian tanaman pangan yang berkelanjutan inilah yang akhirnya dapat mengantarkan bangsa Indonesia mencapai swasembada beras pada tahun 1984. Selanjutnya, keberhasilan peningkatan produksi padi melalui pola bimas itu diterapkan pula dalam mengembangkan komoditas lain seperti palawija, peternakan, perikanan, dan beberapa komoditas perkebunan.
Upaya pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya didukung oleh makin tersebarnya pembangunan prasarana dan sarana fisik, seperti irigasi, jalan, listrik, dan berbagai sarana perhubungan. Prasarana irigasi, yang terdiri dari bendungan dan saluran irigasi, pembangunannya telah menjangkau areal yang luas, baik di Jawa maupun di luar Jawa. Pembangunan jalan dan pengembangan sarana perhubungan telah memperlancar mobilitas barang dan jasa dari satu daerah ke daerah lain, sehingga kebutuhan hidup masya­rakat makin mudah diperoleh. Sementara itu, dengan makin terse­barnya sarana dan luasnya jangkauan komunikasi, maka kebutuhan informasi bagi masyarakat makin terpenuhi, yang menunjang berkembangnya perekonomian sehingga membuka kesempatan kerja lebih luas.





TANTANGAN, KENDALA, DAN PELUANG PEMBANGUNAN
GBHN 1993 memberi petunjuk bahwa pembangunan dalam PJP I telah berhasil meningkatkan pendapatan nasional dan kese­jahteraan rakyat pada umumnya walaupun masih ada ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial yang menuntut usaha yang sungguh-sungguh untuk mengatasinya agar tidak berkelanjutan dan berkembang ke arah keangkuhan dan kecemburuan sosial. GBHN 1993 juga menunjukkan bahwa perluasan dan penataan dunia usaha perlu ditingkatkan dalam rangka menggairahkan kegiatan ekono-mi, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, mening­katkan pendapatan masyarakat secara lebih merata melalui mantap­nya iklim yang mendukung pembinaan dan peningkatan usaha informal, usaha kecil, golongan ekonomi lemah, dan usaha menengah, serta melalui kerja sama kemitraan antara koperasi, usaha negara, dan usaha swasta. Selain itu, GBHN 1993 mengingatkan agar dilakukan upaya untuk mencegah terjadinya pemusatan kekuatan ekonomi dalam berbagai bentuk monopoli, monopsoni, dan praktek lainnya yang merugikan masyarakat.
Secara mendasar GBHN 1993 mengamanatkan bahwa upaya untuk lebih memeratakan pembangunan serta menghilangkan kemiskinan dan keterbelakangan perlu dilanjutkan dan terus diting­katkan dalam PJP II. Untuk melaksanakan amanat tersebut, perlu dikenali tantangan yang dihadapi, kendala yang harus diatasi, dan peluang yang harus dimanfaatkan.
1. Tantangan
Sasaran PJP I untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat banyak dengan harga yang makin terjangkau, dan membangun struktur ekonomi yang makin berimbang, sebagai landasan bagi pemba­ngunan selanjutnya, pada umumnya telah tercapai. Namun, masih banyak masalah yang belum terselesaikan, antara lain masalah pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya. Untuk memeratakan pembangunan, GBHN 1993 memberi petunjuk bahwa pem­bangunan ekonomi harus selalu mengarah kepada mantapnya sistem ekonomi nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang disusun untuk mewujudkan demokrasi ekonomi yang harus dijadikan dasar pelaksanaan pembangunan. Pembangunan kesejahteraan rakyat harus senantiasa memperhati­kan bahwa setiap warga negara berhak atas taraf kesejahteraan yang layak serta berkewajiban ikut serta dalam upaya mewujudkan kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, tantangan utama dalam pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan yang berdasarkan sistem dan semangat demokrasi ekonomi, yang juga menjadi tantangan bagi seluruh upaya pembangunan dalam PJP II, adalah menumbuhkan kemampuan perekonomian rakyat yang memberikan peluang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk berperan dalam pembangunan nasional dan menikmati hasilnya secara layak.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang satu, tetapi majemuk seperti dilambangkan dalam Bhinneka Tunggal Ika. Kemajemukan ini merupakan kekuatan bangsa, tetapi sekaligus dapat menimbul­kan berbagai masalah pula dalam proses pembangunan.
Segolongan masyarakat memiliki peluang ekonomi yang lebih besar dibandingkan dengan golongan lainnya. Kesempatan mendapatkan peluang dalam pembangunan tidak sama, ada golongan yang mendapat peluang lebih baik dibanding dengan yang lain. Dengan intensitas pembangunan yang makin meningkat, kesenjangan tersebut dirasakan makin melebar karena laju pertumbuhan yang berbeda. Kesenjangan antargolongan ekonomi ini apabila berlanjut dapat menghambat terwujudnya penyelenggaraan kehidupan ekonomi sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan yang ditujukan bagi sebesar­besar kemakmuran rakyat. Berlanjutnya kesenjangan antar golongan ekonomi, yaitu golongan ekonomi yang sangat lemah dan kuat, akan menghambat meningkatnya peran serta, efisiensi, dan produktivitas rakyat yang memadai yang diperlukan dalam pembangunan. Kesenjangan antar golongan ekonomi dan strata pendapatan yang melebar juga akan meningkatkan kecemburuan sosial dan dapat menyebabkan timbulnya gejolak sosial yang pada gilirannya dapat mengancam stabilitas nasional. Dengan demikian, mengurangi kesenjangan antar golongan ekonomi dan strata penda­patan dalam masyarakat sehingga pembangunan dapat berjalan di atas landasan yang kukuh dan terjamin kesinambungan dan per­tumbuhannya karena makin merata dan berkeadilan, menjadi tan­tangan pula.
Perkembangan ekonomi antar daerah memperlihatkan bahwa daerah di Pulau Jawa pada umumnya telah mengalami perkem­bangan ekonomi yang jauh lebih cepat dibandingkan dengan daerah di luar Jawa. Kondisi ekonomi antardaerah di kawasan barat Indonesia pada umumnya juga berbeda dengan yang ada di kawasan timur Indonesia. Demikian pula, kondisi ekonomi perko­taan berbeda jauh dengan kondisi ekonomi perdesaan. Selanjutnya, ada daerah yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia yang tertinggal dibanding daerah lain, yaitu daerah terpencil, daerah minus, daerah kritis, daerah perbatasan, dan daerah terbelakang lainnya. Pembangunan ekonomi yang telah menghasilkan pertum­buhan yang tinggi selama ini belum dapat sepenuhnya mengatasi permasalahan kesenjangan antar daerah tersebut. Perbedaan  lajupembangunan antar daerah menyebabkan terjadinya kesenjangan kemakmuran dan kemajuan antar daerah, terutama antara Jawa dan luar Jawa, antara kawasan barat Indonesia dan kawasan timur Indonesia, dan antara daerah perkotaan dan daerah perdesaan. Berlanjutnya situasi kesenjangan antar daerah bertentangan dengan cita-cita keadilan sosial dan Wawasan Nusantara, serta dapat menimbulkan ancaman terhadap ketahanan nasional. Dengan demikian, tantangan pembangunan dalam PJP II adalah mengu­rangi kesenjangan pembangunan antar daerah sehingga pembangunan dapat menciptakan kemakmuran yang makin merata di seluruh wilayah tanah air.
Hasil pembangunan secara nyata tercermin dalam peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan kesempatan kerja dan hasil lainnya, yang semuanya merupakan hasil nyata dari seluruh upaya pembangunan. Mengingat sektor pembangunan saling terkait satu dengan lainnya, kelemahan dalam suatu sektor akan membatasi efisiensi dan produktivitas sektor lainnya. Hal tersebut pada gilir­annya dapat menyebabkan rendahnya efisiensi dan produktivitas perekonomian secara keseluruhan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi selama ini merupakan cermin makin membaiknya efisiensi dan tingkat produktivitas dari sektor pembangunan. Namun, produktivitas sektor pertanian tetap jauh tertinggal dibanding sektor industri dan jasa. Hal tersebut terutama erat kaitannya dengan rendahnya nilai tukar komoditas pertanian dibandingkan dengan komoditas hasil industri dan jasa, serta tidak sebandingnya jumlah tenaga kerja yang diserap oleh sektor pertanian dengan hasil produksi sektor ini. Kesenjangan dalam nilai tukar tersebut meru­pakan unsur utama yang menyebabkan makin rendahnya produkti­vitas pertanian dibanding sektor lainnya.
Mengingat sekitar sepa­ruh angkatan kerja di Indonesia masih bergantung hidupnya pada sektor pertanian, menurunnya produktivitas relatif antara sektor pertanian dan sektor lainnya, dapat mengakibatkan pula makin tajamnya kesenjangan antar golongan ekonomi dan kesenjangan antar daerah. Melebarnya kesenjangan antara wilayah perkotaan yang ditandai oleh kegiatan industri dan jasa dan wilayah perde­saan yang menitik beratkan pada kegiatan pertanian, dengan pendapatan yang relatif lebih rendah, mendorong perpindahan penduduk perdesaan ke daerah perkotaan tanpa kesiapan untuk menempuh kehidupan di perkotaan. Hal itu dapat menimbulkan permasalahan sosial-ekonomi baik bagi daerah perdesaan maupun perkotaan. Melebarnya kesenjangan antar golongan ekonomi sebagai akibat perbedaan laju pertumbuhan antar sektor juga dapat menimbulkan kecemburuan sosial. Oleh karena itu, tantangan lain pembangunan nasional adalah mewujudkan keseimbangan dan meningkatkan keterkaitan, terutama antara sektor pertanian dan sektor industri dan jasa sehingga peran serta, efisiensi, dan produk­tivitas semua sektor dalam pembangunan dapat meningkat secara lebih serasi dan seimbang.
Pembangunan selama PJP I berhasil secara nyata mengurangi jumlah penduduk miskin. Namun, pada tahun 1990 jumlah pendu­duk yang berada di bawah garis kemiskinan masih ada sekitar 27 juta orang, dan pada tahun 1993 masih terdapat lebih dari 20.000 desa tertinggal di mana sebagian besar penduduk miskin hidup. Selain itu, penduduk yang rentan terhadap gejolak ekonomi seperti yang diakibatkan oleh inflasi dan berbagai masalah lainnya seperti gangguan alam, yaitu golongan penduduk yang berada sedikit di atas garis kemiskinan, jumlahnya lebih besar lagi. Masalah kemis­kinan, selain merupakan masalah sosial, juga merupakan masalah ekonomi karena kemiskinan mencerminkan produktivitas penduduk yang rendah. Di samping merupakan masalah sosial ekonomi, masalah kemiskinan juga menyangkut segala aspek lain dari kehidupan, termasuk aspek politik dan stabilitas nasional. Secara mendasar adanya kemiskinan bertentangan dengan amanat UUD 1945, yang pada Pasal 27 Ayat (2) menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dengan demikian, menghapuskan kemiskinan dan mencegah timbulnya lapisan kemiskinan baru sehingga meningkatkan secara menyeluruh kesejahteraan rakyat lahir batin, adalah tantangan besar pula yang hams dihadapi dalam PJP II.

2. Kendala
Upaya pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemis­kinan dalam PJP II dan Repelita VI menghadapi berbagai kendala, terutama yang berkaitan dengan upaya meningkatkan kemampuan perekonomian rakyat, mengurangi kesenjangan pembangunan   antar daerah, antar sektor, dan antar golongan ekonomi, serta upaya menanggulangi kemiskinan.
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki struktur geogra-fis yang khas. Letak satu pulau dengan pulau lainnya terpisah oleh laut yang luas dan terpencar dalam suatu kawasan yang sangat  luas. Kondisi ini di satu pihak merupakan modal bagi pem­bangunan, tetapi di pihak lain dapat menimbulkan masalah dalam pemerataan pembangunan, terutama dalam pengembangan prasara­na perhubungan yang berkaitan dengan mobilitas barang, jasa, dan manusia, yang kelancarannya sangat dibutuhkan dalam upaya pemerataan dan penanggulangan kemiskinan.
Di samping itu, potensi sumber daya alam antar wilayah juga sangat beragam. Ada wilayah yang memiliki potensi sumber daya alam yang kaya, tetapi ada pula wilayah yang memiliki potensi sumber daya alam yang amat terbatas. Lebih dari itu, di wilayah yang sumber daya alamnya terbatas, jumlah penduduknya besar; dan sebaliknya di wilayah yang potensi sumber daya alamnya besar, penduduknya terbatas. Dengan kondisi tersebut, upaya pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan dibatasi oleh adanya ketidak seimbangan ketersediaan sumber daya alam dan sumber daya manusia antar daerah.
Indonesia memiliki pula kondisi sosial budaya antar daerah yang besar variasinya. Kondisi ini mencerminkan adanya keragam-an yang cukup tinggi dalam nilai, sikap, aspirasi, persepsi, kelem­bagaan dan perilaku masyarakat antar daerah. Sebagai bangsa yang satu tetapi majemuk, perbedaan dalam unsur-unsur masyarakat tersebut dapat menjadi kendala dalam upaya pemerataan pemba­ngunan dan penanggulangan kemiskinan, apabila perencanaan danpelaksanaan pembangunan tidak dijalin dengan sistem komunik asi pembangunan yang intensif dan serasi.
Secara khusus, upaya menanggulangi kemiskinan dihadapkan pada kendala berupa tersebarnya kantung kemiskinan pada lokasi yang terisolasi serta diperberat oleh kondisi kesuburan lahan yang rendah dan belum cukup dikuasainya teknologi usaha tani yang unggul. Di samping itu, upaya penanggulangan kemiskinan di perdesaan juga dihadapkan pada kendala kelembagaan dan ketim­pangan dalam pemilikan aset produktif terutama lahan. Upaya penanggulangan kemiskinan di perkotaan dihadapkan pada kendala keterbatasan pasar tenaga kerja dalam menyerap dan meningkatkan kualitas tenaga kerja, khususnya tenaga kerja yang berasal dari penduduk miskin.
3. Peluang
Pembangunan dalam PJP I telah menghasilkan landasan yang kuat bagi pembangunan tahap berikutnya. Hasil pembangunan berupa prasarana dan sarana ekonomi dan sosial, serta pengalaman membangun, merupakan modal besar untuk mengatasi ketimpangan ekonomi antar daerah, antar sektor, dan antar golongan ekonomi, serta merupakan peluang untuk menanggulangi kemiskinan. Landasan perekonomian Indonesia telah cukup kukuh dan mantap dengan ketahanan ekonomi nasional yang andal untuk membawa rakyat Indonesia ke taraf kesejahteraan yang lebih tinggi dan lebih merata. Semangat dan tekad yang meluas untuk meningkatkan pemerataan pembangunan dan menanggulangi kemiskinan juga merupakan peluang untuk menjadikannya sebagai gerakan nasional yang mempunyai kekuatan besar.
Kekayaan alam yang terdapat di darat, laut, udara, dan dirgan­tara, jumlah penduduk yang besar sebagai sumber daya manusia yang potensial dan produktif, dan budaya bangsa Indonesia yang dinamis, merupakan modal dasar untuk menggerakkan dan mendorong upaya peningkatan pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan.
Falsafah dan sikap hidup bangsa Indonesia yang berakar dalam nilai-nilai kepribadian bangsa tercermin dalam sifat kego­tongroyongan, toleransi, tenggang rasa, dan memiliki kesetiaka­wanan sosial yang tinggi. Sikap hidup ini jika dikembangkan dapat membangkitkan kesadaran yang kukuh, tanggung jawab yang kuat, dan kesanggupan untuk saling membantu secara ikhlas serta tekad untuk bekerja dengan penuh percaya diri sebagai modal untuk mewujudkan kehidupan yang maju, mandiri, adil, dan merata.
Tingkat kemajuan sosial ekonomi yang dicapai dalam PJP I yang telah meningkatkan kemampuan efektif bangsa untuk mengatasi tantangan dan kendala yang dihadapi, memberikan pula peluang untuk meningkatkan pemerataan dan menanggulangi kemiskinan.

ARAHAN, SASARAN, DAN KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN
Arahan GBHN 1993
Upaya untuk lebih memeratakan pembangunan serta menghi­langkan kemiskinan dan keterbelakangan masih perlu terus dilan­jutkan dan ditingkatkan. Dalam rangka ini penataan peran pelaku ekonomi dalam ekonomi nasional sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945 masih perlu terus dilanjutkan. Perhatian secara khusus perlu diberikan kepada pembinaan usaha golongan masyarakat yang berkemampuan lemah serta upaya untuk menciptakan lapangan kerja guna menampung angkatan kerja yang terus meningkat.
Usaha nasional yang terdiri atas koperasi, usaha negara dan usaha swasta, terus dikembangkan agar menjadi kekuatan ekonomi nasional yang makin tangguh melalui penciptaan iklim usaha dan pola perdagangan yang sehat, menyuburkan semangat dan kreativi­-tas usaha serta mendorong efisiensi, produktivitas, dan daya saing.
Tata hubungan dan kerja sama serta kemitraan usaha antara berba­gai unsur ekonomi nasional terutama antara pengusaha kuat dan lemah, terus dibina dan dijalin dalam suasana saling membantu dan saling menguntungkan, sebagai suatu perwujudan kesatuan kekuat­an ekonomi nasional yang berdasar atas asas kekeluargaan dan kebersamaan sesuai dengan demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Cabang-cabang pro­duksi yang bernilai strategis dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan terus dikembangkan secara efektif serta dikelola secara efisien dan dipergunakan bagi sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Dalam upaya memperluas peran aktif masyarakat dalam kegiatan ekonomi untuk menopang peningkatan pemerataan dan pertumbuhan ekonomi, perlu terus dikembangkan kebijaksanaan yang memajukan golongan ekonomi lemah melalui perluasan aksesnya terhadap sumber-sumber ekonomi dan faktor-faktor produksi serta kemudahan memasuki pasar.
Usaha informal dan tradisional sebagai bagian dari ekonomi rakyat yang tumbuh dan berkembang dari masyarakat, serta merupakan kegiatan ekonomi nyata yang makin luas, perlu terus dibina dan dilindungi agar tumbuh menjadi unsur kekuatan ekonomi yang andal, mandiri, dan maju, serta mampu berperan dalam menciptakan kesempatan usaha dan lapangan kerja. Pembinaan usaha ekonomi rakyat diutamakan pada pengembangan kewiraswastaan, penyediaan sarana dan prasarana, fasilitas pendidikan dan pelatihan, bimbingan dan penyuluhan, serta permodalan, agar dapat meningkatkan usahanya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pengembangan koperasi didukung melalui pemberian kesem­patan berusaha yang seluas-luasnya di segala sektor kegiatan ekonomi, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, dan pencip­taan iklim usaha yang mendukung dengan kemudahan memperoleh permodalan. Untuk mengembangkan dan melindungi usaha rakyat yang diselenggarakan dalam wadah koperasi demi kepentinganrakyat, dapat ditetapkan bidang kegiatan ekonomi yang hanya boleh diusahakan oleh koperasi. Kegiatan ekonomi di suatu wila­yah yang telah berhasil diusahakan oleh koperasi agar tidak dima­suki oleh badan usaha lainnya dengan memperhatikan keadaan dan kepentingan ekonomi nasional dalam rangka pemerataan kesem­patan usaha dan kesempatan kerja.
Upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat agar makin adil dan merata terus ditingkatkan. Pertumbuhan ekonomi sebagai hasil pembangunan harus dapat dirasakan masyarakat melalui upaya pemerataan yang nyata dalam bentuk perbaikan pendapatan dan peningkatan daya beli masyarakat. Keberhasilan pembangunan yang dirasakan sebagai perbaikan taraf hidup oleh segenap golongan masyarakat akan meningkatkan kesadaran rakyat tentang makna serta manfaat pembangunan sehingga motivasi rakyat makin tergugah untuk berperan aktif dalam pembangunan.
Pembangunan kesejahteraan sosial diselenggarakan oleh Pemerintah dan masyarakat, dalam rangka mewujudkan keadilan sosial yang lebih merata bagi seluruh rakyat Indonesia, serta ditujukan pada peningkatan pemerataan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan kemampuan serta kesempatan setiap warga negara untuk turut serta dalam pembangunan, dan menempuh kehidupan sesuai dengan martabat dan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab.
Sektor pertanian terus ditingkatkan agar mampu menghasilkan pangan dan bahan mentah yang cukup bagi pemenuhan kebutuhan rakyat, meningkatkan daya beli rakyat, dan mampu melanjutkan proses industrialisasi, serta makin terkait dan terpadu dengan  sektor industri dan jasa menuju terbentuknya jaringan kegiatan agroindustri dan agrobisnis yang produktif. Industri pertanian dan industri lain yang terkait terus didorong perkembangannya sehing-ga makin mampu memanfaatkan peluang pasar dalam dan luar negeri, memperluas kesempatan usaha dan lapangan kerja. Semua itu diarahkan untuk memperbaiki taraf hidup petani dan masyarakat pada umumnya.
Pembangunan industri dikembangkan secara bertahap dan terpadu melalui peningkatan keterkaitan antara industri dan antar­sektor industri dengan sektor ekonomi lainnya, terutama dengan sektor ekonomi yang memasok bahan baku industri, melalui pen­ciptaan iklim yang lebih merangsang bagi penanaman modal dan penyebaran pembangunan industri di berbagai daerah terutama di kawasan timur Indonesia, sesuai dengan potensi masing-masing dan sesuai dengan pola tata ruang nasional. Dalam rangka pemerataan kesempatan usaha serta demi terciptanya iklim usaha yang dapat memantapkan pertumbuhan industri nasional, maka perluasan usaha industri yang mengarah pada pemusatan kekuatan industri dalam berbagai bentuk monopoli yang merugikan masyarakat perlu dicegah.
Industri kecil dan menengah termasuk industri kerajinan dan industri rumah tangga, perlu lebih dibina menjadi usaha yang makin efisien dan mampu berkembang mandiri, meningkatkan pen­dapatan masyarakat, membuka lapangan kerja, dan makin mampu meningkatkan peranannya dalam penyediaan barang dan jasa serta berbagai komponen baik untuk keperluan pasar dalam negeri maupun luar negeri. Pengembangan industri kecil dan menengah perlu diberi kemudahan baik dalam permodalan, perizinan maupun pemasaran, serta ditingkatkan keterkaitannya dengan industri yang berskala besar secara efisien dan saling menguntungkan, melalui pola kemitraan dalam usaha untuk meningkatkan peran dan kedudukannya dalam pembangunan industri.
Pembangunan perumahan dan permukiman dilanjutkan dan diarahkan untuk meningkatkan kualitas hunian, lingkungan kehi­dupan, pertumbuhan wilayah, dengan memperhatikan keseimbangan antara pengembangan perdesaan dan perkotaan, memperluas lapangan kerja, serta menggerakkan kegiatan ekonomi dalam rangka mewujudkan peningkatan dan pemerataan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
Penciptaan dan perluasan lapangan kerja terus diupayakan, terutama melalui peningkatan dan pemerataan pembangunan industri, pertanian, dan jasa, yang mampu menyerap tenaga kerja yang banyak serta meningkatkan pendapatan masyarakat. Upaya tersebut harus didukung oleh keterpaduan kebijaksanaan investasi,  fiskal dan moneter, pendidikan dan pelatihan, penelitian, pengembangan dan penyuluhan, penerapan teknologi serta pengembangan dan pemanfaatan pusat informasi pasar dalam dan luar negeri. Kebijaksanaan pemerataan dan peningkatan  kesempatan kerja serta pelatihan tenaga kerja terus dilanjutkan dan ditingkatkan agar menjangkau setiap warga negara dan terarah  pada terwujudnya angkatan kerja yang terampil dan tangguh. Kesempatan kerja terbuka bagi setiap orang sesuai dengan kemampuan, keterampilan, dan keahliannya serta didukung oleh kemudahan memperoleh pendidikan dan pelatihan, penguasaan teknologi, informasi pasar ketenagakerjaan, serta tingkat upah yang sesuai dengan prestasi dan kualifikasi yang dipersyaratkan. Pengadaan tenaga kerja yang merupakan bagian dari perwujudan kebijaksanaan perencanaan ketenagakerjaan nasional harus mendorong pemerataan kesempatan kerja antar daerah dengan memperhatikan potensi angkatan kerja setempat.
Kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan keterampilan    di semua jenis dan jenjang pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah terus dikembangkan secara merata di seluruh tanah air dengan memberikan perhatian khusus kepada peserta didik yang berasal dari keluarga yang kurang mampu, penyandang cacat, serta yang bertempat tinggal di daerah terpencil. Pembangunan pendi­dikan diarahkan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia serta kualitas sumber daya manusia Indonesia, dan memperluas serta meningkatkan pemerataan kesempatan memperoleh pendidik- an termasuk di daerah terpencil.
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kuali­tas sumber daya manusia serta kualitas kehidupan dan usia harapan hidup manusia, meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyara­kat, serta untuk mempertinggi kesadaran masyarakat akan penting­nya hidup sehat. Perhatian khusus diberikan pada golongan masya­rakat yang berpenghasilan rendah, daerah kumuh perkotaan, daerah perdesaan, daerah terpencil dan kelompok masyarakat yang hidupnya masih terasing, daerah transmigrasi, serta daerah permu­kiman baru.
Jasa, termasuk pelayanan infrastruktur dan jasa keuangan, terus dikembangkan menuju terciptanya jaringan informasi, perhu­bungan, perdagangan, dan pelayanan keuangan yang andal, efisien, dan mampu mendukung industrialisasi dan upaya pemerataan. Perdagangan harus mampu menunjang peningkatan produksi dan memperlancar distribusi sehingga mampu mendukung upaya pemerataan, serta memperkuat daya saing melalui pengembangan kemampuan untuk memperkirakan dan memanfaatkan pengaruh perkembangan ekonomi dunia.
Kebijaksanaan fiskal, moneter, dan neraca pembayaran, dilak­sanakan secara serasi dalam rangka mendukung pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang makin meluas dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan stabilitas ekonomi yang sehat dan dinamis. Kebijaksanaan keuangan harus mendukung dan mengembangkan hubungan keuangan antara pusat dan daerah yang serasi dalam mencapai keseimbangan pembangunan antar­daerah yang mantap dan dinamis, Pengembangan perangkat fiskal yang meliputi perpajakan dan berbagai bentuk pendapatan negara lainnya dilaksanakan berdasar­kan asas keadilan dan pemerataan dengan meningkatkan peran pajak langsung sehingga mampu berfungsi sebagai alat untuk menunjang pembangunan dan meningkatkan serta memeratakan kesejahteraan rakyat. Sistem dan prosedur perpajakan untuk meningkatkan pendapatan negara terus disempurnakan dan disederhanakan dengan memperhatikan asas keadilan, pemerataan, manfaat, dan kemampuan masyarakat, melalui peningkatan mutu pelayanan dan kualitas aparat yang tercermin dalam peningkatan kejujuran, tanggung jawab dan dedikasi, serta melalui penyempur­naan sistem administrasi.
Kebijaksanaan moneter diarahkan untuk mendukung pemera­taan pembangunan dan hasil-hasilnya yang makin luas, pertum­buhan ekonomi yang cukup tinggi dan stabilitas ekonomi yang mantap. Kebijaksanaan moneter yang meliputi kebijaksanaan pengendalian uang beredar, termasuk kebijaksanaan perkreditan  dan kebijaksanaan nilai tukar uang, dilaksanakan secara terpadu untuk memantapkan kestabilan nilai uang, mendorong kegiatan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja dengan mengembangkan perangkat moneter dan devisa.
Pemanfaatan sumber daya alam bagi peningkatan kesejahte­raan rakyat diupayakan secara menyeluruh dan terpadu dengan memperhatikan keseimbangan dan kelestarian fungsi lingkungan hidup, serta senantiasa memperhitungkan prinsip pembangunan yang berkelanjutan demi kepentingan generasi yang akan datang. Penganekaragaman pemanfaatan sumber daya alam dalam usaha memacu pertumbuhan yang mendukung pemerataan ekonomi serta peningkatan ketahanan ekonomi, telah diupayakan sejalan dengan kemampuan alam Indonesia yang beraneka ragam dan kebutuhan masyarakat yang makin beraneka ragam pula.
Pembangunan daerah diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan prakarsa dan peran serta aktif masyarakat, serta meningkatkan pendayagunaan potensi daerah secara optimal dan terpadu. Dalam upaya pemerataan pem­bangunan di seluruh wilayah tanah air, pembangunan daerah dan kawasan yang kurang berkembang, seperti di kawasan timur Indonesia, daerah terpencil, dan daerah perbatasan, perlu diting­katkan sebagai perwujudan Wawasan Nusantara.
Untuk memperkukuh negara kesatuan dan memperlancar penyelenggaraan pembangunan nasional, pelaksanaan pemerintahan di daerah didasarkan pada otonomi yang nyata, dinamis, serasi,  dan bertanggung jawab, serta disesuaikan dengan kemampuan daerah dalam penyelenggaraan tugas-tugas desentralisasi, dekon­sentrasi, dan pembantuan. Pelaksanaan pemerintahan otonomi di daerah hendaknya memacu peningkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan dan mendorong pemerataan pembangunan di seluruh tanah air dalam rangka mewujudkan Wawasan Nusantara dan memperkukuh ketahanan nasional.
Peranan wanita dalam pembangunan masyarakat, baik di perkotaan maupun di perdesaan, perlu terus ditingkatkan terutama dalam menangani berbagai masalah sosial dan ekonomi yang diarahkan pada pemerataan hasil pembangunan, pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas, dan pemeliharaan ling­kungan.
Pelayanan dan bantuan hukum terus ditingkatkan agar masya­rakat pencari keadilan memperoleh perlindungan hukum secara lancar dan cepat. Dalam rangka mewujudkan pemerataan memper­oleh keadilan dan perlindungan hukum perlu terus diusahakan agar proses peradilan lebih disederhanakan, cepat, dan tepat dengan biaya yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.
Sasaran
Sasaran PJP II
Secara umum sasaran pemerataan pembangunan dan penang­gulangan kemiskinan dalam PJP II adalah terwujudnya perekono­mian nasional yang mandiri dan andal berdasarkan demokrasi ekonomi untuk menumbuhkan perekonomian rakyat dan mening­katkan kemakmuran seluruh rakyat secara selaras, adil dan merata; terwujudnya keseimbangan, keserasian, dan keselarasan perkem­bangan dan kemajuan antara satu daerah dengan daerah lain, dan antara sektor pertanian dengan sektor industri dan jasa; serta makin meratanya kemakmuran dan berkurangnya kesenjangan antargo­longan ekonomi, terutama antara golongan berpendapatan rendah dengan golongan berpendapatan lebih tinggi, sehingga berkurang ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial yang dapat menim­bulkan keangkuhan dan kecemburuan sosial.
Secara khusus, sasaran penanggulangan kemiskinan dalam PJP II adalah teratasinya secara tuntas masalah kemiskinan absolut, baik di perdesaan maupun di perkotaan, serta meningkatnya kemampuan desa sehingga tidak ada lagi desa tertinggal di seluruh tanah air.
Sasaran Repelita VI
Sasaran pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemis­kinan dalam Repelita VI adalah meningkatnya kemampuan, kemandirian, ketangguhan peranan usaha rakyat terutama koperasi dan usaha kecil termasuk usaha tradisional dan informal, serta usaha menengah yang tumbuh dari usaha kecil sehingga menjadi kekuatan ekonomi nasional; meningkatnya kemampuan daerah, baik aparat pemerintah daerah, dunia usaha, lembaga masyarakat maupun masyarakat secara keseluruhan, serta berkembangnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggung jawab; berkurangnya kesenjangan kemajuan antara perkotaan dan perdesaan dan meningkatnya pembangunan di kawasan timur Indonesia dan daerah tertinggal lainnya; meningkatnya keterkaitan antara sektor-sektor ekonomi terutama sektor pertanian dengan sektor industri dan jasa; makin seimbang dan meningkatnya nilai tukar komoditas pertanian terhadap komoditas industri dan jasa; tumbuh dan berkembangnya usaha menengah, usaha kecil, terma­suk usaha informal dan tradisional yang tangguh dan mandiri sebagai kekuatan utama perekonomian nasional; serta meningkat­nya pemerataan dalam kesempatan usaha, lapangan kerja, pendapa­tan dan kesejahteraan masyarakat.
Sasaran penanggulangan kemiskinan dalam Repelita VI adalah berkurangnya penduduk miskin absolut menjadi sekitar 12 juta orang, atau 6 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Pada Repelita VII masalah kemiskinan absolut, seperti tercermin dari jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan, sebagian besar sudah dapat diatasi. Demikian pula pada akhir Repelita VII desa-desa tertinggal telah dapat dibebaskan dari kondisi kemis­kinan.
Kebijaksanaan
Kebijaksanaan pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan dalam Repelita VI menegaskan arah pembangunan nasional menuju tercapainya sasaran umum PJP II, yaitu tercipta-nya kualitas manusia dan kualitas masyarakat Indonesia yang maju dan mandiri dalam suasana tenteram dan sejahtera lahir dan batin dalam tata kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara berdasarkan Pancasila, dalam suasana kehidupan bangsa Indonesia yang serba berkeseimbangan dan selaras dalam hubungan antara sesama manusia, manusia dengan masyarakat, manusia dengan alam dan lingkungannya, serta antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Upaya untuk meningkatkan pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan dilakukan melalui kebijaksanaan di seluruh bidang pembangunan dan dilaksanakan secara serasi dan terpadu dalam berbagai kebijaksanaan ekonomi makro, kebijaksa­naan sektoral dan regional.
Dalam pembangunan bidang ekonomi, segenap upaya pem­bangunan diarahkan untuk lebih memeratakan pembangunan dan mengatasi masalah kemiskinan, sejalan dengan upaya meningkat­kan pertumbuhan dan memelihara stabilitas. Melalui pem­bangunan yang makin merata, akan dihasilkan gerak pertumbuhan yang makin kuat dan berkelanjutan serta stabilitas yang makin mantap.
Kebijaksanaan pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan dalam bidang ekonomi meliputi upaya meningkatkan kegiatan ekonomi rakyat, terutama melalui pengembangan koperasi dan pembinaan pengusaha kecil, memperluas lapangan kerja, memperluas lapangan usaha, serta meningkatkan pendapatan dan taraf kesejahteraan rakyat pada umumnya. Kebijaksanaan ekonomi dalam bidang fiskal dan moneter, perdagangan, investasi, ketenagakerjaan, industri, pertanian, transmigrasi, pengembangan usaha nasional, dan jasa-jasa, diarahkan untuk mewujudkan peningkatan pemerataan dan penanggulangan kemiskinan. Erat kaitannya dengan hal itu, ditempuh pula kebijaksanaan pemeliha­raan sumber daya alam dan kelestarian fungsi lingkungan hidup untuk memberi kesempatan yang luas bagi pembangunan ekonomi rakyat yang berkelanjutan.
Pengembangan sarana dan prasarana baik fisik seperti jalan, jaringan transportasi, listrik, pengairan, air bersih, kesehatan,      dan pendidikan, maupun non-fisik seperti kelembagaan ekonomi dan sosial masyarakat ditingkatkan secara lebih merata. Pengem­bangan sarana dan prasarana tersebut diutamakan yang langsung menyentuh kepentingan golongan masyarakat berpendapatan rendah seperti jalan desa, transportasi perintis, pengairan desa, dan pelabuhan rakyat, yang diupayakan untuk dapat dimanfaatkan secara optimal, berkelanjutan dan merata oleh semua golongan masyarakat.
Kebijaksanaan di bidang ekonomi juga ditujukan, baik untuk meningkatkan keterkaitan antara industri hulu, industri antara, dan industri hilir, serta antara industri besar, industri menengah, dan industri kecil maupun diversifikasi pertanian, dan penataan serta pemantapan kelembagaan koperasi sehingga berperan utama dalam perekonomian rakyat.
Pembangunan dalam bidang kesejahteraan rakyat, merupakan ujung tombak upaya pemerataan pembangunan  dan penanggu­langan kemiskinan karena pada dasarnya merupakan upaya membangun manusia dan sumber daya manusia. Upaya pemerataan pembangunan di bidang ini meliputi peningkatan pemerataan kesempatan mengikuti pendidikan antara lain dengan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Selain itu, ditingkatkan pula upaya untuk mengatasi masalah pendidikan anak-anak putus sekolah, serta yang tidak mampu dan hidup di daerah terpencil. Kegiatan pelatihan untuk memperluas kemungkinan memperoleh pekerjaan dan menciptakan serta mengembangkan usaha, juga merupakan upaya peningkatan pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan, yang dalam Repelita VI diperluas untuk mencakup juga wilayah perdesaan.
Di bidang kesehatan diupayakan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara makin merata melalui peningkatan jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan. Dalam hal itu, perha­tian khusus diberikan kepada golongan masyarakat yang berpeng­hasilan rendah, yang hidup di daerah kumuh perkotaan, di daerah perdesaan yang terbelakang, di daerah terpencil, dan kelompok masyarakat yang hidup terasing, serta daerah permukiman baru termasuk transmigrasi. Pengendalian pertumbuhan penduduk dan pembangunan keluarga sejahtera merupakan upaya pemerataan dan penanggulangan kemiskinan yang amat strategis, sehingga akan dilanjutkan dan ditingkatkan. Demikian pula, pelayanan sosial kepada masyarakat ditingkatkan dengan memberi perhatian khusus kepada fakir miskin dan anak-anak yang terlantar, pembinaan anak dan remaja, penduduk usia lanjut, masyarakat yang terpencil, serta peningkatan kualitas hidup seperti penyediaan perumahan, dan lingkungan hidup yang bersih dan sehat bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah.
Peran serta wanita dalam pembangunan ditingkatkan sehingga wanita benar-benar menjadi mitra sejajar pria, dengan tetap memperhatikan kodrat, harkat dan martabatnya sebagai wanita. Kebijaksanaan ini diupayakan melalui peningkatan kualitas, kesempatan, dan perlindungan termasuk kesehatan, kesejahteraan dan jaminan sosial bagi tenaga kerja wanita. Dalam upaya me­nanggulangi kemiskinan, peranan wanita amat penting dan akan terus ditingkatkan, antara lain melalui PKK. Selain itu, pemuda didorong untuk makin berperan dalam pembangunan, baik di bidang ekonomi, sosial budaya, politik maupun pertahanan keamanan. Secara khusus potensi kepemimpinan dan kepelo­-poran pemuda dalam pembangunan dan dalam segala aspek kehidupan masyarakat, ditingkatkan termasuk dalam upaya penanggulangan kemiskinan.
Dalam bidang agama, diupayakan untuk memeratakan kesem­patan beribadah dalam rangka meningkatkan keimanan dan ketaq­waan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, diupayakan pula untuk mendorong peran serta aktif masyarakat dalam penyediaan sarana dan prasarana peribadatan, menyediakan penyuluh keaga­maan terutama bagi daerah terpencil, daerah yang padat penduduk­nya, dan lokasi permukiman yang barn berkembang seperti daerah transmigrasi, serta meningkatkan pemerataan pendidikan agama dan keagamaan. Kesemuanya itu adalah untuk meningkatkan peran serta aktif umat beragama dalam pembangunan.
Pembangunan dalam bidang iptek diupayakan untuk turut memecahkan berbagai masalah yang dihadapi dalam upaya pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan. Dengan pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan iptek, berbagai kebutuhan pokok rakyat dapat dihasilkan dengan biaya yang lebih rendah sehingga makin terjangkau oleh rakyat banyak terutama masyarakat berpenghasilan rendah. Dengan kemajuan iptek, kebutuhan prasarana dan sarana dapat diupayakan makin meluas dan makin menjangkau seluruh lapisan masyarakat  terutama yang hidup di wilayah terpencil. Secara khusus kegiatan iptek diupayakan untuk mengembangkan teknologi yang tepat bagi masyarakat perdesaan sehingga mendorong produktivitas. sektor pertanian dan menunjang pengembangan agroindustri dan agrobis­nis di tengah-tengah masyarakat desa.
Pembangunan di bidang hukum, diupayakan untuk menjamin terpenuhinya rasa keadilan masyarakat, perlindungan dan pengayoman yang makin meluas dan makin merata, serta mening­katkan kepastian dan ketertiban hukum yang akan memberi ke­tenteraman kepada rakyat, sebagai bagian dari upaya membangun kesejahteraan lahir dan batin. Secara khusus pembangunan di bidang hukum diupayakan untuk memperluas pelayanan dan meningkatkan mutu pelayanan serta bantuan hukum yang diberi­-kan kepada masyarakat terutama pada golongan masyarakat yang tidak mampu.
Pembangunan di bidang politik diupayakan untuk meningkat­kan kesadaran masyarakat akan hak dan kewajiban politiknya sebagai warga negara berdasarkan UUD 1945. Dengan demikian, akan meningkatkan peran serta masyarakat dalam kehidupan politik secara demokratis, konstitusional, dan berdasarkan hukum. Pembangunan politik juga diupayakan untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemilihan umum, yang mencerminkan pening­katan pengamalan demokrasi Pancasila yang dilaksanakan dengan kesadaran masyarakat yang makin meluas, makin tinggi dan makin merata. Selain itu, diupayakan pula untuk meningkatkan kualitas dan peranan organisasi kekuatan sosial politik, organisasi kemasya­rakatan dan lembaga kemasyarakatan lainnya, yang mencerminkan pula makin terbukanya kesempatan masyarakat untuk berperan serta dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pembangunan aparatur negara diupayakan untuk menciptakan aparatur negara yang selain makin andal, profesional dan efisien, juga tanggap terhadap aspirasi rakyat. Sejalan dengan itu, diupa­yakan pula untuk meningkatkan semangat pengabdian dan kemam­puan serta keteladanan aparatur pemerintah di pusat maupun di daerah dalam melayani, mengayomi, mendorong, dan menumbuh­kan prakarsa dan peran serta aktif masyarakat dalam pembangun­an. Dengan aparatur yang demikian, upaya pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan secara lebih berdaya guna dan berhasil guna.
Pembangunan di bidang penerangan, komunikasi, dan media massa pada umumnya, diupayakan untuk mewujudkan masyarakat yang sadar informasi, yaitu terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan informasi secara makin merata. Pembangunan di bidang ini diarahkan untuk mendukung upaya pemerataan dengan memperluas dan memeratakan informasi mengenai pembangunan, serta mengembangkan interaksi dalam proses komunikasi yang berlang­sung dua arah, sehingga secara keseluruhan akan makin mencer­daskan kehidupan bangsa. Dengan pembangunan penerangan, komunikasi, dan media massa, diupayakan terciptanya kondisi sosial budaya yang makin mantap dan dinamis, yang mendukung berkembangnya segenap potensi masyarakat bagi pembangunan.
Pembangunan di bidang pertahanan keamanan, diupayakan untuk menciptakan kondisi masyarakat yang damai, aman, tertib dan tenteram, sehingga masyarakat dapat mencurahkan perhatian sepenuhnya pada upaya pembangunan kesejahteraan yang ber­keadilan sosial. Keikutsertaan seluruh rakyat dalam upaya perta-hanan keamanan merupakan aspek yang hakiki, karena kekuatan dan kemampuan pertahanan keamanan adalah berdasarkan pada sistem pertahanan rakyat semesta. Pendidikan pendahuluan bela negara (PPBN) adalah salah satu upaya untuk meningkatkan pemerataan dalam pelaksanaan hak dan kewajiban konstitusional setiap warga negara dalam bela negara. Rakyat terlatih (ratih)       dan perlindungan masyarakat (linmas) sebagai komponen kekuatan pertahanan keamanan negara (hankamneg) mencerminkan peran serta rakyat dalam upaya peningkatan pertahanan dan keamanan. Kegiatan bakti ABRI melalui program ABRI Masuk Desa (AMD) dan bakti sosial lainnya dilanjutkan dan ditingkatkan sebagai salah satu upaya untuk mempercepat pemerataan, baik di bidang sosial ekonomi, sosial-budaya, maupun hankam dalam wujud pembinaan masyarakat tentang kehidupan berbangsa, bernegara, dan berma­syarakat, serta pembangunan desa, pembinaan keamanan dan keter­tiban masyarakat (kamtibmas), tegaknya hukum, dan pembinaan disiplin nasional.
Kebijaksanaan pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan di berbagai bidang dan sektor tersebut, di samping bersifat umum, juga ada yang secara khusus diarahkan untuk mengatasi berbagai masalah kesenjangan dan ketimpangan, antara lain adalah penumbuhan perekonomian rakyat dan pengurangan kesenjangan antargolongan ekonomi, penyerasian pertumbuhan antarsektor ekonomi, penyerasian pertumbuhan antardaerah, dan penanggulangan kemiskinan.


BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
·         Kemiskinan tidak dapat hilang begitu saja bila tanpa ada usaha dari orang miskin itu sendiri, dan bantuan dari sesama serta Pemerintah suatu negara, oleh karena itu hal- hal yang harus dilakukan pemerintah untuk mengatasi kemiskinan adalah :
1.      Menciptakan lapangan kerja yang mampu menyerap tenaga kerja sehingga pengangguran penyebab kemiskinan bisa berkurang
2.       Mendirikan BLK (Balai Latihan Kerja ) bagi orang kurang mampu sehingga memiliki bekal yang cukup untuk maju di dunia usaha.
3.      Memberi Subsidi bagi orang kurang mampu seperti BLT ( Bantuan Langsung Tunai), subsidi BBM, dan pengobatan gratis bagi orang tidak mampu.
4.      Menarik minat pengangguran dengan menaikkan upah minimum sehingga mereka berhasrat untuk bekerja.
5.      Menghapus Korupsi, karena korupsi penyebab layanan masyarakat tidak berjalan dengan semestinya.
·         Upaya penurunan tingkat kemiskinan sangat bergantung pada pelaksanaan dan pencapaian pembangunan di berbagai bidang. Oleh karena itu, agar pengurangan angka kemiskinan dapat tercapai,dibutuhkan sinergi dan koordinasi program-program pembangunan di berbagai sektor,terutama program yang menyumbang langsung

3.2 Saran
Dalam menghadapi kemiskinan di zaman global diperlukan usaha-usaha yang lebih kreatif,inovatif dan eksploratif. Selain itu,globalisasi membuka mata bagi Pegawai pemerintah,maupun calon pegawai pemerintah agar berani mengambil sikap yang lebih tegas sesuai dengan visi dan misi bangsa Indonesia ( tidak memperkaya diri sendiri dan kelompoknya). Dan mengedepankan partisipasi masyarakat Indonesia untuk lebih eksploratif. Di dalam menghadapi zaman globalisasi ke depan mau tidak mau dengan meningkatkan kualitas SDM dalam pengetahuan,wawasan,skill,mentalitas dan moralitas yang standarnya adalah standar global.