Jumat, 27 Juli 2018

Dasar kependudukan "KEBIJAKSANAAN DALAM KEPENDUDUKAN)


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Alasan yang rasional mengapa diperlukan kebijakan kependudukan. Pertama, salah satu fungsi pemerintah adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat. Ini tujuan paling mendasar dari setiap kebijakan pembangunan. Kedua, perilaku demografi (demographic behavior) terdiri dari sejumlah tindakan individu. Ketiga, tindakan tersebut merupakan usaha untuk memaksimalkan utilitas atau kesejahteraan individu. Keempat, kesejahteraan masyarakat tidak selalu merupakan penjumlahan dari kesejahteraan individu. Kelima, oleh karena itu pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk berusaha mengubah situasi dan kondisi sehingga mempengaruhi persepsi tentang kesejahteraan individu dan pada akhirnya kesejahteraan masyarakat sama dengan penjumlahan dari kesejahteraan individu.
Tujuan utama perusahaan pada umumnya adalah memaksimalkan laba. Laba didapatkan dari selisih pendapatan dikurangi dengan biaya. Biaya yang dikeluaran oleh perusahaan meliputi biaya modal dan biaya tenaga kerja. Dalam kaitannya dengan penggunaan tenaga kerja, perusahaan akan melakukan pilihan mengenai pemakaian jumlah tenaga kerja. Perusahaan akan berupaya menggunakan jumlah tenaga kerja yang optimal untuk menyeimbangkan permintaan dan penawaran tenaga kerja.
Pada makalah ini, penyusun akan menyajikan tentang kebijakan kependudukan serta permintaan dan penawaran tenaga kerja.

1.2  Rumusan Masalah
·         Jelaskan tentang KEBIJAKSANAAN DALAM KEPENDUDUKAN
·         Jelaskan tentang PERMINTAAN DAN PENAWARAN TENAGA KERJA
1.3  Manfaat Penyusunan Makalah
·         Menjelaskan tentang DALAM KEPENDUDUKAN
·         Menjelaskan tentang PERMINTAAN DAN PENAWARAN TENAGA KERJA
·         Untuk melatih diri penyusun selaku mahasiswa dalam mempelajari dan menyusun sebuah makalah tentang dasar kependudukan
·         Sebagai bahan pembelajaran bagi penyusun makalah dan pembaca.


BAB II
ISI
2.1 KEBIJAKAN KEPENDUDUKAN
2.1.1 Pengertian Kebijakan Kependudukan
Kebijakan Kependudukan adalah kebijakan yang ditujukan untuk mempengaruhi besar, komposisi, distribusi dan tingkat perkembangan penduduk. sedangkan DR. Elibu Bergman (Harvard university) Mendefinisikan kebijakan penduduk sebagai tindakan-tindakan pemerintah untuk mencapai suatu tujuan dimana didalamnya termasuk pengaruh dan karakteristik penduduk.  Secara umum kebijakan penduduk harus ditujukan untuk:
1)      Melindungi kepentingan dan mengembangkan kesejahteraan penduduk itu sendiri terutama generasi yang akan datang.
2)      Memberikan kemungkinan bagi tiap-tiap orang untuk memperoleh kebebasan yang lebih besar, guna menentukan apa yang terbaik bagi kesejahteraan diri, keluarga dan anaknya.
3)      Kebijakan harus diarahkan untuk meningkatkan kualitas hidup penduduk itu sendiri. Pemecahan masalah kependudukan dengan pengendalian kelahiran saja tidak menjamin bahwa hasilnya secara otomatis akan meningkatkan kualitas hidup penduduk yang bersangkutan atau generasi yang akan datang.
 Pada tahun 1965 PBB mempunyai kebijakan kependudukan yang jelas dan menjadi dasar bagi tindakan-tindakan yang nyata, walaupun badan yang bernama “The Population Commission” dengan resmi sudah dapat disahkan pada tanggal 3 oktober 1946.
2.1.2 Kebijakan Kependudukan Di Indonesia
AKTIVIS Sita Aripurnami menggunakan kutipan Zillah Eisenstein, The Color of Gender (1994) ini pada baris pertama tesis berjudul Reproductive Rights Between Control and Resistence: A Reflection on the Discourse of Population Policy in Indonesia, yang diajukan untuk mendapatkan Master of Science pada The Gender Institute, London School of Economics (LSE) London, Inggris. Sungguh kutipan yang tepat untuk menganalisis politik reduksionis dalam kebijakan kependudukan di Indonesia, yakni bagaimana kebijakan kependudukan direduksi menjadi kebijakan keluarga berencana; kebijakan berencana direduksi menjadi kebijakan kontrasepsi; kebijakan kontrasepsi direduksi lagi menjadi hanya kontrasepsi bagi perempuan. Dari 20 jenis kontrasepsi yang beredar, 90 persen di antaranya ditujukan untuk perempuan.
Bank Dunia pernah menyebut Indonesia sebagai "salah satu transisi demografis paling mengesankan di negara sedang berkembang". Pada masa itu tingkat fertilitas turun dari 5,5 menjadi tiga per kelahiran, sementara tingkat kelahiran kasar turun dari 43 menjadi 28 per 1.000 kelahiran hidup. Tahun 1970, pertumbuhan penduduk turun dari sekitar 3,5 persen menjadi 2,7 persen dan turun lagi menjadi 1,6 persen pada tahun 1991. Banyak negara berkembang kemudian belajar implementasi program KB di Indonesia. Tetapi, hampir bisa dipastikan, dalam "transfer pengetahuan" itu tidak disebut metode yang membuat program itu sukses; yakni koersi (pemaksaan dengan ancaman) terhadap perempuan, khususnya dari kelompok masyarakat kelas bawah, terutama saat awal program diperkenalkan.
DI bawah panji-panji Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS), program pengendalian penduduk (baca: KB dengan alat kontrasepsi) dilancarkan. Seperti halnya di negara berkembang lain awal tahun 1970-an, pemerintah Orde Baru meyakini KB sebagai strategi ampuh mengejar ketertinggalan pembangunan. Ajaran Malthusian mengasumsikan, dengan jumlah penduduk terkendali rakyat lebih makmur dan sejahtera. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi-yang merupakan pereduksian makna "pembangunan"-tinggi guna mencapai kemakmuran, di antara syaratnya adalah "zero growth" di bidang kependudukan. Hubungan antara pengendalian jumlah penduduk dan pembangunan ekonomi menjadi semacam kebenaran, sehingga tidak lagi memerlukan pembuktian. Dalam Konferensi Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) di Cairo, Mesir, 1994, lembaga swadaya masyarakat (LSM) mengungkapkan, kebijakan kependudukan yang reduksionis ini dikonstruksi sistematis melalui lembaga internasional. Pertumbuhan penduduk menjadi prakondisi bantuan pembangunan.
Di Indonesia, seperti pernah dikemukakan aktivis kesehatan reproduksi Ninuk Widyantoro, para petugas medis hanya diajari cara memasang susuk (nama lain dari Norplant), tetapi tidak cara mengeluarkannya. Pendarahan dan efek samping lain pemasangan kontrasepsi di tubuh perempuan sering dianggap tidak soal. Secara ironis pula, perencanaan program sebagian besar dilakukan laki-laki. Angka keberhasilan KB dijadikan salah satu komponen keberhasilan pembangunan, sehingga cara apa saja digunakan untuk mencapai "angka keberhasilan" itu. Manusia, khususnya perempuan, telah berubah maknanya menjadi hanya angka dan target. Caranya, tak jarang menggunakan pemaksaan dan ancaman aparat. Penelitian Sita Aripurnami dan Wardah Hafidz awal tahun 1990-an memperlihatkan, hal itu terjadi pada pemasangan IUD di desa-desa. Rezim Orde Baru, seperti halnya rezim pembangunanisme di mana pun, memperlakukan perempuan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas peledakan jumlah penduduk. Dengan demikian, mereka harus dikontrol ketat. Sosiolog Ariel Heryanto pernah menyatakan, program KB telah membuat alat reproduksi perempuan seperti milik sah negara yang bisa digunakan para birokrat korup untuk mendapatkan utang.  Pelajaran masa lalu ini amat berharga, karena pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Indonesia salah satunya disebabkan persoalan KB. Ke depan, kebijakan kependudukan harus dikembalikan pada hakikatnya semula dengan menempatkan kesehatan reproduksi perempuan sebagai landasan.  Itu berarti, perempuan mempunyai hak mengontrol tubuhnya untuk bebas dari paksaan, kekerasan,serta diskriminasi pihak mana pun. Akses pada pelayanan kesehatan reproduksi harus dibuka untuk siapa pun. Proses demokrasi harus dimulai dari persoalan ini.
2.1.3 Kebijakan Kependudukan Dunia
Konperensi kependudukan dunia dilaksanakan oleh PBB tahun 1954 di Roma. Kehati-hatian mewarnai penyebutan masalah kepadatan penduduk. Pro-kontra terjadi tentang adanya masalah kepadatan penduduk.
Tahun 1954-1965 laporan-laporan tentang tekanan-tekanan yang disebabkan oleh kepadatan penduduk dalam kehidupan politik, ekonomi dan sosial dalam bentuk angka-angka stastistik membuka mata dunia akan adanya masalah kependudukan. Hal ini tercermin dalam konperensi kependudukan dunia ke-2 yang dilaksanakan oleh PBB di Beograd tahun 1965. Sejak konperensi ini masalah kependudukan dinyatakan sebagai masalah dunia yang harus segera ditangani.
Pada hari HAM 1968, dicetuskan Deklarasi pemimpin-pemimpin dunia tantang kependudukan. Deklarasi itu diterima sebagai resolusi XVII dalam konperensi tentang HAM di Teheran pada tanggal 12 Mei 1968. Presiden Indonesia merupakan salah seorang dari 30 orang kepala negara yang turut menendatanganinya.
Pertumbuhan penduduk yang terlalu cepat sangat merintangi taraf hidup, kemajuan, peningkatan kesehatan dan sanitasi, pengadaan perumahan dan alat-alat pengangkutan, peningkatan kebudayaan, kesempatan rekreasi dan untuk banyak nagara merintangi pemberian pangan yang cukup kepada rakyat. Ringkasnya cita-cita manusia seluruh dunia untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik diganggu dan dibahayakan oleh pertumbuhan penduduk yang tak dikendalikan itu.
          Pernyataan Bersama PBB mengenai kependudukan oleh Sekjen PBB U Than 10 Desember 1966 adalah: “Kami para pemimpin Negara-negara yang sangat memperhatikan masalah kependudukan sependapat bahwa:
      a.       Masalah kependudukan perlu menjadi unsur  utama dalam rencana pembangunan jangka panjang bila negara itu ingin mencapai tujuan ekonomi yang dicita-citakan oleh rakyat.
      b.      Sebagian orang dari para orang tua ingin memperoleh pengetahuan tentang cara-cara merencanakan keluarga dan adalah hak tiap-tiap manusia untuk menentukan jumlah dan menjarangkan kelahiran anaknya.
      c.       Perdamaian yang sesungguhnya dan kekal sangat bergantung pada cara kita menanggulangi pertumbuhan penduduk.
      d.      Tujuan Keluarga Berencana adalah untuk memperkaya kehidupan umat manusia bukan untuk mengekangnya; bahwa dengan keluarga berencana tiap-tiap orang akan memperoleh kesempatan yang lebih baik untuk mencapai kemuliaan hidup dan mengembangkan bakatnya.
      e.       Sadar bahwa gerakan keluarga berencana adalah untuk kepentingan keluarga dan negara maka kami para penandatanganan sangat berharap pemimpin-pemimpin seluruh dunia menyepakati pernyataan itu.
Deklarasi kependudukan tersebut, merupakan pangkal tolak dari dilaksanakan program kependudukan atas dasar kebijakan kependudukan tiap Negara. Sekarang sebagian besar dari negara-negara anggota PBB telah memiliki kebijakan kependudukan termasuk Indonesia. Dalam menentukan suatu kebijakan tentang kependudukan yang penting adalah memperhatikan kualitas penduduk itu sendiri, stabilitas dari sumber-sumber kehidupan mereka, kelangsungan adanya lapangan kerja, standar kehidupan yang menyenangkan, dimana keamanan nasional maupun kebahagiaan perorangan harus diperhitungkan.
Kebijakan kependudukan dapat dilakukan melalui 3 komponen perkembangan penduduk yaitu : kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas) dan perpindahan penduduk (migrasi).  Mencegah pertumbuhan penduduk sebenarnya dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti : peningkatan migrasi keluar, peningkatan jumlah kematian atau penurunan jumlah kelahiran.
 Cara yang pertama sulit kiranya untuk dilakukan sebab semua negara di dunia ini melakukan pengawasan dan pembatasan orang-orang asing pendatang baru, sehingga mempersulit terjadinya migrasi secara besar-besaran. Juga tidak mungkin diharapkan bahwa pemerintah berani menjalankan kebijakan peningkatan jumlah kematian. Jadi satu-satunya cara yang tinggal adalah dengan menurunkan jumlah kelahiran. Keuntungan pertama yang nyata dari hasil penurunan jumlah kelahiran adalah perbaikan kesehatan ibu dan anak-anak yang sudah ada, dan penghematan pembiayaan pendidikan.
Usaha memecahkan kepadatan penduduk karena tidak meratanya penyebaran penduduk, seperti terdapat di JAMBAL (Jawa, Madura,dan Bali) adalah dengan memindahkan penduduk tersebut dari pulau Jawa, Madura, dan Bali ke pulau-pulau lain. Usaha ini di Indonesia dikenal dengan nama “Transmigrasi” dan telah ditempatkan pada prioritas yang tinggi. Disamping migrasi, masalah lainnya perlu dipecahkan adalah perpindahan penduduk dari daerah pedesaan ke daerah perkotaan, yang dikenal dengan nama “Urbanisasi”. Menurut hasil sensus 1980, 18,8% dari jumlah penduduk Indonesia bermukim di daerah kota. Setengah abad yang lalu jumlah penduduk kota di Indonesia telah berkembang lebih cepat daripada perkembangan penduduk Indonesia. Hampir sepertiga dari pertambahan penduduk Indonesia dalam dekade terakhir ditampung oleh daerah perkotaan. Masalah yang timbul adalah belum siapnya kota-kota tersebut untuk menampung pendaftar baru yang melampaui kemampuan daya tampung kota-kota tadi.
Secara garis besarnya tujuan kebijakan kependudukan, adalah sebagai berikut: memelihara keseimbangan antara pertambahan dan penyebaran penduduk dengan perkembangan pembangunan sosial ekonomi, sehingga tingkat hidup yang layak dapat diberikan kepada penduduk secara menyeluruh. Usaha yang demikian mencakup seluruh kebijakan baik di bidang ekonomi, sosial, kulturil, serta kegiatan-kegiatan lain untuk meningkatkan pendapatan nasional, pembagian pendapatan yang adil, kesempatan kerja dan pembangunan pendidikan secara menyeluruh. Strategi yang digunakan adalah jangka panjang maupun jangka pendek.
Di Indonesia tujuan jangka panjang diusahakan dapat dijangkau dengan:
1.      Peningkatan volume transmigrasi ke daerah-daerah yang memerlukannya.
2.      Menghambat pertumbuhan kota-kota besar yang menjurus kea rah satu-satunya kota besar di suatu pulau tertentu dan mengutamakan pembangunan pedesaan.
Tujuan jangka pendek diarahkan kepada penurunan secara berarti pada tingkat fertilitas, peningkatan volume transmigrasi setiap tahunnya dan perencanaan serta pelaksanaan urbanisasi yang mantap.
Program-program kebijakan yang disusun untuk mencapai tujuan tersebut adalah:
      1.      Meningkatkan program keluarga berencana sehingga dapat melembaga dalam masyarakat. Termasuk semua program pendukung bagi keberhasilannya seperti peningkatan mutu pendidikan, peningkatan umur menikah pertama, peningkatan status wanita.
                  2.      Meningkatkan dan menyebarluaskan program pendidikan kependudukan.
                  3.      Merangsang terciptanya keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.
                  4.      Meningkatkan program transmigrasi secara teratur dan nyata.
                  5.      Mengatur perpindahan penduduk dari desa ke kota secara lebih komprehensif di dalam perencanaan pembangunan secara menyeluruh.
                  6.      Mengatasi masalah tenaga kerja.
                  7.      Meningkatkan pembinaan dan pengamanan lingkungan hidup.
      Hambatan-hambatan yang ada dalam usaha memecahkan masalah kepadatan penduduk.
Penduduk di hampir semua negara berkembang termasuk Indonesia selama berabad-abad hidupnya telah dipengaruhi oleh nilai, norma dan adat istiadat yang bersifat positif terhadap sikap dan tingkah laku yang menginginkan anak banyak. Struktur kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya (agama) telah memantapkan kehidupan pribadi. Untuk dapat merubah sikap dan tingkah laku tersebut menjadi sikap dan tingkah laku untuk menyenangi dan menginginkan anak sedikit diperlukan program pendidikan dan program-program pemberian motivasi lainnya.
            Kebijaksanaan kependudukan secara menyeluruh harus memperhitungkan hambatan-hambatan dari segi politis, ekonomis, sosial, budaya, agama juga dari segi psikologis perorangan dan masyarakat yang di negara-negara berkembang masih cenderung mendukung diterimanya banyak anak. Program-program “beyond family planning” harus lebih diintensifkan dan diekstensifkan.
 Di samping usaha peningkatan produksi dalam segala bidang kebutuhan hidup penduduk (pangan, sandang, rumah, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain), perlu ditingkatkan usaha yang berhubungan dengan:
1.      Pelaksanaan wajib belajar dan perbaikan mutu pendidikan.
2.      Perluasan kesempatan kerja.
3.      Perbaikan status wanita dan perluasan kesempatan kerja bagi mereka.
4.      Penurunan kematian bayi dan anak-anak.
5.      Perbaikan kesempatan urbanisasi.
6.      Perbaikan jaminan sosial dan jaminan hari tua.
     Alasan yang rasional mengapa diperlukan kebijakan kependudukan. Pertama, salah satu fungsi pemerintah adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat. Ini tujuan paling mendasar dari setiap kebijakan pembangunan. Kedua, perilaku demografi (demographic behavior) terdiri dari sejumlah tindakan individu. Ketiga, tindakan tersebut merupakan usaha untuk memaksimalkan utilitas atau kesejahteraan individu. Keempat, kesejahteraan masyarakat tidak selalu merupakan penjumlahan dari kesejahteraan individu. Kelima, oleh karena itu pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk berusaha mengubah situasi dan kondisi sehingga mempengaruhi persepsi tentang kesejahteraan individu dan pada akhirnya kesejahteraan masyarakat sama dengan penjumlahan dari kesejahteraan individu.

2.2 PERMINTAAN DAN PENAWARAN TENAGA KERJA
Fungsi Produksi
            Sebelum lebih jauh kita membahas tentang permintaan tenaga kerja, kita ingat terlebih dahulu tentang fungsi produksi. Fungsi produksi dapat menggambarkan kombinasi input, dan menggambarkan tehnologi yang dipakai perusahaan untuk memproduksi barang dan jasa. Untuk penyederhanaan analisa, kita membuat asumsi bahwa dalam memproduksi barang dan jasa, perusahaan memakai dua macam factor produksi yaitu jumlah jam kerja yang dicurahkan oleh tenaga kerja (E) dan capital (K).sehingga fungsi produksi tersebut dapat ditulis sebagai : 
Q = f ( E,K ) 
Dimana Q adalah output. Permintaan perusahaan terhadap input merupakan permintaan turunan ( derived demand), artinya permintaan perusaahaan terhadap tenaga kerja dan capital ditentukan oleh permintaan konsumen terhadap produk perusahaan. Jika permintaan terhadap output perusahaan besar, maka kemungkinan permintaan terhadap tenaga kerja dan modal juga besar. Hal itu karena pengusaha berproduksi karena ingin memenuhi permintaan konsumen. 
       Tujuan utama perusahaan pada umumnya adalah memaksimalkan laba. Laba didapatkan dari selisih pendapatan dikurangi dengan biaya. Biaya yang dikeluaran oleh perusahaan meliputi biaya modal dan biaya tenaga kerja. Dalam kaitannya dengan penggunaan tenaga kerja, perusahaan akan melakukan pilihan mengenai pemakaian jumlah tenaga kerja. Perusahaan akan berupaya menggunakan jumlah tenaga kerja yang optimal. 

2.2.1 Permintaan Tenaga Kerja
Permintaan adalah jumlah barang dan jasa yang bersedia dibeli oleh konsumen pada berbagai tingkat harga dan dalam periode tertentu. Dalam hubungannya dengan tenaga kerja, permintaan tenaga kerja adalah hubungan antara tingkat upah dan jumlah pekerja yang dikehendaki oleh pengusaha untuk dipekerjakan. Sehingga permintaan tenaga kerja dapat didefinisikan sebagai jumlah tenaga kerja yang diperkerjakan seorang pengusaha pada setiap kemungkinan tingkat upah dalam jangka waktu tertentu.
Permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh: 
1). Perubahan tingkat upah 
      Perubahan tingkat upah akan mempengaruhi tinggi rendahnya biaya produksi perusahaan. Apabila digunakan asumsi tingkat upah naik maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut: Naiknya tingkat upah akan menaikkan biaya produksi perusahaan selanjutnya akan meningkatkan pula harga per unit produksi. Biasanya para konsumen akan memberikan respon yang cepat apabila terjadi kenaikan harga barang, yaitu mengurangi monkonsumsi atau bahkan tidak membeli sama sekali. Akibatnya banyak hasil produksi yang tidak terjual dan terpaksa produsen mengurangi jumlah produksinya. 
Turunnya target produksi mengakibatkan berkurangnya tenaga kerja yang dibutuhkan. Penurunan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan karena pengaruh turunnya skala produksi disebut dengan efek skala produksi atau scale effect. Pengusaha lebih suka menggunakan teknologi padat modal untuk proses produksinya dan menggantikan tenaga kerja dengan barang-barang modal seperti mesin dan lain-lain. Kondisi seperti ini terjadi apabila upah naik dengan asumsi harga barang-barang modal lainnya tetap.  Penurunan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan karena adanya penggantian atau penambahan penggunaan mesin-mesin disebut efek substitusi tenaga kerja. Baik efek skala produksi maupun efek substitusi akan menghasilkan suatu bentuk kurva permintaan tenaga kerja yang mempunyai slope negatif . 
2). Perubahan permintaan hasil akhir produksi oleh konsumen 
Apabila permintaan akan hasil produksi perusahaan meningkat, perusahaan cenderung untuk menambah kapasitas produksinya, untuk maksud tersebut perusahaan akan menambah penggunaan tenaga kerjanya.
3). Harga barang modal turun 
     Apabila harga barang modal turun maka biaya produksi turun dan tentunya mengakibatkan harga jual barang per unit ikut turun. Pada keadaan ini perusahaan akan cenderung meningkatkan produksinya karena permintaan hasil produksi bertambah besar, akibatnya permintaan tenaga kerja meningkat pula.
 Permintaan tenaga kerja dibedakan dalam dua kategori, yaitu:
1. Permintaan Tenaga Kerja Jangka Pendek
    Yang dimaksud dengan jangka pendek adalah adalah jangka waktu dimana minimal satu input dalam produksi tidak dapat diubah. Berkaitan dengan model di atas, kita membuat asumsi bahwa: 
1.        modal tidak dapat diubah atau tetap sedang tenaga kerjanya dapat diubah. 
2.        perusahaan menjual outputnya dalam pasar persaingan sempurna, ia membeli inputnya juga dalam pasar persaingan sempurna.
Dalam memperkirakan berapa tenaga kerja yang perlu ditambah, perusahaan akan melihat tambahan hasil marginal dari penambahan seorang karyawan tersebut. Selain itu, perusahaan akan menghitung jumlah uang yang akan diterima dengan adanya tambahan hasil marginal. Jumlah uang yang dinamakan penerimaan marginal (VMPPL) yaitu nilai dari MPPL dikalikan dengan harga per unit barang. (simanjuntak, 1998). 
Jumlah biaya yang dikeluarkan pengusaha sehubungan dengan mempekerjakan mempekerjakan tambahan seorang karyawan adalah upahnya sendiri (W) dan dinamakakan biaya marginal (MC). Bila tambahan penerimaan marginal (MR) lebih besar dari biaya mempekerjakan seorang yang memnghasilkan (W), maka mempekerjakan tambahan orang tersebut akan menambah keuntungan pengusaha. Dengan kata lain dalam rangka menambah keuntungan, pengusaha senantiasa akan terus menambah jumlah karyawan selama MR lebih besar dari MC.
Dari teori perilaku produsen diketahui bahwa posisi keuntungan maksimum (posisi keseimbangan) produsen tercapai apabila memenuhi syarat: 
MR = MC 
Dalam hal ini MR merupakan nilai rupiah produksi marginal yang diperoleh dari mengalikan harga produk yang berlaku dengan produksi marginal.
Sehingga dapat dibuat persamaan sebagai berikut : 
VMP = P.MPTK 
Jumlah nilai VMP menggambarkan tambahan pendapatan yang diterima oleh pengusaha bila menambah penggunaan tenaga kerja satu unit lagi. 
Bila perusahaan menggunakan garis wage rate sebagai dasar maka tambahan biaya yang harus dibayar perusahaan adalah sama dengan tingkat upah (W) berfungsi sebagai MC adalah W , sehingga posisi optimal adalah : 
VMP = W 
Jadi dalam rangka menambah keuntungan, pengusaha akan terus menambah jumlah karyawan selama MR lebih besar dari pada W , sehingga dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1 Fungsi Permintaan Tenaga Kerja
Description: Fungsi Permintaan Tenaga Kerja

Berdasarkan gambar diatas, garis DD menggambarkan nilai hasil marjinal karyawan (VMPTK) untuk setiap kuantitas tenaga kerja. Bila misalnya jumlah karyawan yang dipekerjakan sebanyak OA == 100 orang, maka nilai hasil kerja orang yang ke-100 dinamakan VMPTK nya dan besarnya sama dengan MPTK x P = W1. Nilai ini lebih besar dari tingkat upah yang sedang berlaku (W). oleh sebab itu laba pengusaha akan bertambah dengan menambah tenaga kerja baru. 
Pengusaha dapat terus menambah laba perusahaan dengan memperkerjakan tenaga kerja hingga ON. Di titik N pengusaha mencapai laba maksimum dan nilai MPTK x P sama dengan upah yang dibayarkan pada karyawan. Dengan kata lain pengusaha mencapai laba maksimum bila MPTK x P = W . Penambahan tenaga kerja yang lebih besar dari pada ON, misalnya OB maka akan mengurangi keuntungan pengusaha. Pengusaha membayar upah pada tingkat yang berlaku (W), padahal hasil nilai marginal yang diperolehnya sebesar W2 yang lebih kecil dari pada W. Jadi pengusaha cenderung untuk menghindari jumlah karyawan yang lebih besar dari pada ON. Penambahan karyawan yang lebih besar dari ON dapat dilaksanakan hanya bila pengusaha yang bersangkutan dapat membayar upah dibawah W atau pengusaha dapat menaikkan harga jual barang.

2. Permintaan Tenaga Kerja Jangka Panjang
    Permintaan tenaga kerja dalam jangka panjang memberikan kebebasan kepada perusahaan untuk melakukan penyesuaian dalam penggunaan tenaga kerja dengan mengadakan perubahan terhadap input lainnya. Dalam hal ini perusahaan dapat memilih berbagai bentuk kombinasi modal dan tenaga kerja dalam menghasilkan output yang mengandung biaya paling rendah.

Pergeseran Permintaan Tenaga Kerja
    Perubahan permintaan tenaga kerja dapat digambarkan oleh pergeseran kurva tenaga kerja. Pertambahan permintaan tenaga kerja akan menggeser kurva permintaan tenaga kerja ke kanan sedang pengurangan permintaan tenaga kerja akan menggeser kurva permintaan tenaga kerja ke kiri. Pertambahan permintaan tenaga kerja yang berakibat pada pergeseran kurva permintaan tenaga kerja dapat disebabkan oleh berbagai hal yaitu : 
1. Pertumbuhan ekonomi yang berarti peningkatan terhadap pendapatan nasional akan berdampak pada peningkatan permintaan agregat. Peningkatan permintaan tersebut akan menyebabkan peningkatan permintaan perusahaan terhadap tenaga kerja yang digambarkan oleh pergeseran kurva permintaan tenaga kerja ke kanan. 
2. Peningkatan produktifitas, dapat mempengaruhi kesempatan kerja yaitu dengan adanya peningkatan produktifitas maka untuk menghasilkan jumlah output yang sama ,jumlah tenaga kerja yang diperlukan lebih sedikit, hal itu menyebabkan berkurangnya permintaan terhadap tenaga kerja. Peningkatan produktifitas juga berarti penurunan biaya produksi per unit barang. Penurunan biaya produksi per unit barang akan menurunkan harga per unit barang. Jika harga barang turun maka permintaan terhadap barang naik yang akan mendorong pengusaha untuk menambah permintaan tenaga kerja. 
Peningkatan produktifitas pekerja dapat pula meningkatkan upah pekerja. Peningkatan upah tersebut berarti peningkatan daya beli yang akan mendorong peningkatan pengeluaran konsumsi mereka. Selanjutnya peningkatan konsumsi tersebut akan mendorong perusahaan untuk berproduksi lebih banyak dengan mempekerjakan tenaga kerja lebih banyak pula. 
3. Perubahan cara berproduksi, adanya metode produksi yang lebih modern yang lebih banyak menggunakan mesin akan berdampak pada peningkatan permintaan tenaga kerja yang menguasai teknologi dan menurunkan permintaan tenaga kerja yang berketrampilan rendah.

2.2.2 PENAWARAN TENAGA KERJA
Penawaran tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang dapat disediakan oleh pemilik tenaga kerja pada setiap kemungkinan upah dalam jangka waktu tertentu. Penawaran tenaga kerja dipengaruhi oleh keputusan seseorang apakah dia mau bekerja atau tidak. Keputusan ini tergantung pula pada tingkah laku seseorang untuk menggunakan waktunya, apakah digunakan untuk kegiatan lain yang sifatnya lebih santai (konsumtif), atau kombinasi keduanya. Apabila dikaitkan dengan tingkat upah, maka keputusan untuk bekerja seseorang akan dipengaruhi pula oleh tinggi rendahnya penghasilan seseorang. Apabila penghasilan tenaga kerja relatif sudah cukup tinggi, maka tenaga kerja tersebut cenderung untuk mengurang waktu yang dialokasikan untuk bekerja. Hal tersebut menyebabkan bentuk dari kurva penawaran membelok ke kiri yang dikenal dengan backward bending supply curve (Sonny Sumarsono, 2003).

Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran tenaga kerja (Khairani, 2010):
1. Jumlah Penduduk 
Makin besar jumlah penduduk, makin banyak tenaga kerja yang tersedia baik untuk angkatan kerja atau bukan angkatan kerja dengan demikian jumlah penawaran tenaga kerja juga akan semakin besar. 
2. Struktur Umur Penduduk 
Indonesia termasuk dalam struktur umur muda, ini dapat dilihat dari bentuk piramida penduduk Indonesia. Meskipun pertambahan penduduk dapat ditekan tetapi penawaran tenaga kerja semakin tinggi karena semakin banyaknya penduduk yang memasuki usia kerja, dengan demikian penawaran tenaga kerja juga akan bertambah. 
3. Produktivitas 
Produktivitas merupakan suatu konsep yang menunjukkan adanya kaitan antara output dan jam kerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk dari seseorang tenaga kerja yang tersedia. Secara umum produktivitas tenaga kerja merupakan fungsi daripada pendidikan, teknologi, dan keterampilan. Semakin tinggi pendidikan atau keterampilan tenaga kerja maka semakin meningkat produktivitas tenaga kerja. 
4. Tingkat Upah 
Secara teoritis, tingkat upah akan mempengaruhi jumlah penawaran tenaga kerja. Apabila tingkat upah naik, maka jumlah penawaran tenaga kerja akan meningkat dan sebaliknya. Hal ini dapat dibuktikan pada kurva penawaran tenaga kerja yang berslope positif. 
5. Kebijaksanaan Pemerintah 
Dalam menelaah penawaran tenaga kerja maka memasukkan kebijaksanaan pemerintah kedalamnya adalah sangat relevan. Misalnya kebijaksanaan pemerintah dalam hal belajar 9 tahun akan mengurangi jumlah tenaga kerja, dan akan ada batas umur kerja menjadi lebih tinggi. Dengan demikian terjadi pengurangan jumlah tenaga kerja. 
6. Keadaan perekonomian 
Keadaan perekonomian dapat mendesak seseorang untuk bekerja memenuhi kebutuhannya, misalnya dalam satu keluarga harus bekerja semua apabila pendapatan suami tidak mencukupi kebutuhan keluarga, atau seorang mahasiswa yang tamat tidak mau bekerja karena perekonomian orang tua sangat memadai, atau seorang istri tidak perlu bekerja karena perekonomian suami sudah mencukupi.
Penawaran tenaga kerja terdiri dibedakan dalam dua kategori yaitu penawaran tenaga kerja jangka pendek dan jangka panjang. Penawaran tenaga kerja jangka pendek merupakan suatu penawaran tenaga kerja bagi pasar dimana jumlah tenaga kerja keseluruhan yang ditawarkan bagi suatu perekonomian dapat dilihat sebagai hasil pilihan jam kerja dan pilihan partisipasi oleh individu. Sedangkan penawaran tenaga kerja dalam jangka panjang merupakan konsep penyesuaian yang lebih lengkap terhadap perubahan-perubahan kendala. Penyesuaian-penyesuaian tersebut dapat berupa perubahan-perubahan partisipasi tenaga kerja maupun jumlah penduduk.

Kurva Penawaran Tenaga 
     Kerja Kurva penawaran tenaga kerja yaitu hubungan antara jam kerja dan tingkat upah. Misalkan seseorang akan memasuki pasar kerja jika upah yang ditawarkan melebihi dari upah reservasi (ŵ). Pada tingkat upah diatas upah reservasi, kurva penawaran tenaga kerja memiliki slope positif sampai pada titik tertentu. Keadaan selanjutnya akan berubah jika seseorang kesejahteraannya sudah baik atau mempunyai suatu keahlian yang lebih dan jumlah jam kerja yang ditawarkan semakin berkurang pada saat upah meningkat yang mengakibatkan slope kurva penawaran tenaga kerja menjadi negatif. Kurva ini disebut kurva penawaran tenaga kerja melengkung ke belakang (backward bending labour supply curve).
Description: Kurva Penawaran Tenaga Kerja
Gambar 4.1 Kurva Penawaran Tenaga Kerja
Apa yang Menyebabkan Kurva Penawaran Tenaga Kerja Bergeser? 
Kurva penawaran tenaga kerja mengalami pergeseran setiap kali masyarakat mengubah jumlah jam kerja sesuai keinginan mereka pada tingkat upah tertentu. Adapun beberapa hal yang menyebabkan kurva penawaran tenaga kerja mengalami pergeseran adalah sebagai berikut: 
1. Perubahan Selera 
Pada tahun 1950, hanya 34% wanita yang mencari pekerjaan, angka ini meningkat menjadi 60% pada tahun 2000. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah perubahan selera, atau sikap terhadap pekerjaan. Pada tahun 1950 merupakan hal yang wajar apabila seorang wanita hanya tinggal di rumah sambil mengasuh anak, tetapi saat ini lebih banyak ibu rumah tangga yang memilih untuk bekerja, dan akibatnya terjadilah peningkatan penawaran tenaga kerja.
2. Imigrasi 
Perpindahan pekerja dari suatu wilayah ke wilayah lain, atau dari suatu negara ke negara lain, merupakan penyebab nyata dari pergeseran penawaran tenaga kerja. Contoh: Ketika para imigran dating ke AS, penawaran tenaga kerja di AS meningkat dan penawaran tenaga kerja di Negara asal para imigran akan menurun.



BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
·         Kebijakan Kependudukan adalah kebijakan yang ditujukan untuk mempengaruhi besar, komposisi, distribusi dan tingkat perkembangan penduduk
·         Kebijakan kependudukan dapat dilakukan melalui tiga komponen perkembangan penduduk yaitu :
1)      kelahiran (fertilitas)
2)      kematian (mortalitas)
3)      perpindahan penduduk (migrasi).
·         Permintaan tenaga kerja adalah hubungan antara tingkat upah dan jumlah pekerja yang dikehendaki oleh pengusaha untuk dipekerjakan
·         Pertambahan permintaan tenaga kerja akan menggeser kurva permintaan tenaga kerja ke kanan sedang pengurangan permintaan tenaga kerja akan menggeser kurva permintaan tenaga kerja ke kiri.
·         Penawaran tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang dapat disediakan oleh pemilik tenaga kerja pada setiap kemungkinan upah dalam jangka waktu tertentu
·         Besar kecilnya penawaran tenaga kerja tergantung pada jumlah penduduknya
                                                             
3.2 Saran
·         Sangat diharapkan peranan pemerintah dalam membuat kebijakan yang besar pengaruhnya terhadap kesehjahteraan penduduk.
·         Untuk menjaga keseimbangan permintaan dan penawaran tenaga kerja, sangat diharapkan pengelolaan SDM dalam bidang keahlian untuk bekerja.
                                                        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar