BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Alasan yang rasional mengapa diperlukan kebijakan
kependudukan. Pertama, salah satu fungsi pemerintah adalah menciptakan
kesejahteraan masyarakat. Ini tujuan paling mendasar dari setiap kebijakan
pembangunan. Kedua, perilaku demografi (demographic behavior) terdiri dari
sejumlah tindakan individu. Ketiga, tindakan tersebut merupakan usaha untuk
memaksimalkan utilitas atau kesejahteraan individu. Keempat, kesejahteraan
masyarakat tidak selalu merupakan penjumlahan dari kesejahteraan individu.
Kelima, oleh karena itu pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk berusaha
mengubah situasi dan kondisi sehingga mempengaruhi persepsi tentang
kesejahteraan individu dan pada akhirnya kesejahteraan masyarakat sama dengan
penjumlahan dari kesejahteraan individu.
Tujuan utama perusahaan pada umumnya adalah memaksimalkan
laba. Laba didapatkan dari selisih pendapatan dikurangi dengan biaya. Biaya
yang dikeluaran oleh perusahaan meliputi biaya modal dan biaya tenaga kerja.
Dalam kaitannya dengan penggunaan tenaga kerja, perusahaan akan melakukan
pilihan mengenai pemakaian jumlah tenaga kerja. Perusahaan akan berupaya
menggunakan jumlah tenaga kerja yang optimal untuk menyeimbangkan permintaan
dan penawaran tenaga kerja.
Pada makalah ini, penyusun akan menyajikan tentang kebijakan
kependudukan serta permintaan dan penawaran tenaga kerja.
1.2 Rumusan Masalah
·
Jelaskan tentang KEBIJAKSANAAN DALAM
KEPENDUDUKAN
·
Jelaskan tentang PERMINTAAN DAN
PENAWARAN TENAGA KERJA
1.3 Manfaat Penyusunan Makalah
·
Menjelaskan tentang DALAM KEPENDUDUKAN
·
Menjelaskan tentang PERMINTAAN DAN
PENAWARAN TENAGA KERJA
·
Untuk melatih diri penyusun selaku
mahasiswa dalam mempelajari dan menyusun sebuah makalah tentang dasar
kependudukan
·
Sebagai bahan pembelajaran bagi penyusun
makalah dan pembaca.
BAB
II
ISI
2.1
KEBIJAKAN KEPENDUDUKAN
2.1.1
Pengertian Kebijakan Kependudukan
Kebijakan Kependudukan adalah kebijakan yang ditujukan untuk
mempengaruhi besar, komposisi, distribusi dan tingkat perkembangan penduduk.
sedangkan DR. Elibu Bergman (Harvard university) Mendefinisikan kebijakan
penduduk sebagai tindakan-tindakan pemerintah untuk mencapai suatu tujuan
dimana didalamnya termasuk pengaruh dan karakteristik penduduk. Secara
umum kebijakan penduduk harus ditujukan untuk:
1)
Melindungi kepentingan dan
mengembangkan kesejahteraan penduduk itu sendiri terutama generasi yang akan
datang.
2)
Memberikan kemungkinan bagi
tiap-tiap orang untuk memperoleh kebebasan yang lebih besar, guna menentukan
apa yang terbaik bagi kesejahteraan diri, keluarga dan anaknya.
3)
Kebijakan harus diarahkan untuk
meningkatkan kualitas hidup penduduk itu sendiri. Pemecahan masalah
kependudukan dengan pengendalian kelahiran saja tidak menjamin bahwa hasilnya
secara otomatis akan meningkatkan kualitas hidup penduduk yang bersangkutan
atau generasi yang akan datang.
Pada tahun 1965 PBB mempunyai kebijakan kependudukan
yang jelas dan menjadi dasar bagi tindakan-tindakan yang nyata, walaupun badan
yang bernama “The Population Commission” dengan resmi sudah dapat disahkan pada
tanggal 3 oktober 1946.
2.1.2
Kebijakan Kependudukan Di Indonesia
AKTIVIS
Sita Aripurnami menggunakan kutipan Zillah Eisenstein, The Color of Gender
(1994) ini pada baris pertama tesis berjudul Reproductive Rights Between
Control and Resistence: A Reflection on the Discourse of Population Policy in
Indonesia, yang diajukan untuk mendapatkan Master of Science pada The
Gender Institute, London School of Economics (LSE) London, Inggris. Sungguh
kutipan yang tepat untuk menganalisis politik reduksionis dalam kebijakan
kependudukan di Indonesia, yakni bagaimana kebijakan kependudukan direduksi
menjadi kebijakan keluarga berencana; kebijakan berencana direduksi menjadi
kebijakan kontrasepsi; kebijakan kontrasepsi direduksi lagi menjadi hanya
kontrasepsi bagi perempuan. Dari 20 jenis kontrasepsi yang beredar, 90 persen
di antaranya ditujukan untuk perempuan.
Bank
Dunia pernah menyebut Indonesia sebagai "salah satu transisi demografis
paling mengesankan di negara sedang berkembang". Pada masa itu tingkat fertilitas
turun dari 5,5 menjadi tiga per kelahiran, sementara tingkat kelahiran kasar
turun dari 43 menjadi 28 per 1.000 kelahiran hidup. Tahun 1970, pertumbuhan
penduduk turun dari sekitar 3,5 persen menjadi 2,7 persen dan turun lagi
menjadi 1,6 persen pada tahun 1991. Banyak negara berkembang kemudian belajar
implementasi program KB di Indonesia. Tetapi, hampir bisa dipastikan, dalam
"transfer pengetahuan" itu tidak disebut metode yang membuat program
itu sukses; yakni koersi (pemaksaan dengan ancaman) terhadap perempuan,
khususnya dari kelompok masyarakat kelas bawah, terutama saat awal program
diperkenalkan.
DI
bawah panji-panji Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS), program
pengendalian penduduk (baca: KB dengan alat kontrasepsi) dilancarkan. Seperti
halnya di negara berkembang lain awal tahun 1970-an, pemerintah Orde Baru
meyakini KB sebagai strategi ampuh mengejar ketertinggalan pembangunan. Ajaran
Malthusian mengasumsikan, dengan jumlah penduduk terkendali rakyat lebih makmur
dan sejahtera. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi-yang merupakan pereduksian
makna "pembangunan"-tinggi guna mencapai kemakmuran, di antara
syaratnya adalah "zero growth" di bidang kependudukan.
Hubungan antara pengendalian jumlah penduduk dan pembangunan ekonomi menjadi semacam
kebenaran, sehingga tidak lagi memerlukan pembuktian. Dalam Konferensi
Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) di Cairo, Mesir, 1994, lembaga swadaya
masyarakat (LSM) mengungkapkan, kebijakan kependudukan yang reduksionis ini
dikonstruksi sistematis melalui lembaga internasional. Pertumbuhan penduduk
menjadi prakondisi bantuan pembangunan.
Di Indonesia, seperti pernah dikemukakan aktivis kesehatan
reproduksi Ninuk Widyantoro, para petugas medis hanya diajari cara memasang
susuk (nama lain dari Norplant), tetapi tidak cara mengeluarkannya. Pendarahan
dan efek samping lain pemasangan kontrasepsi di tubuh perempuan sering dianggap
tidak soal. Secara ironis pula, perencanaan program sebagian besar dilakukan
laki-laki. Angka keberhasilan KB dijadikan salah satu komponen keberhasilan
pembangunan, sehingga cara apa saja digunakan untuk mencapai "angka
keberhasilan" itu. Manusia, khususnya perempuan, telah berubah maknanya
menjadi hanya angka dan target. Caranya, tak jarang menggunakan pemaksaan dan ancaman
aparat. Penelitian Sita Aripurnami dan Wardah Hafidz awal tahun 1990-an
memperlihatkan, hal itu terjadi pada pemasangan IUD di desa-desa. Rezim Orde
Baru, seperti halnya rezim pembangunanisme di mana pun, memperlakukan perempuan
sebagai pihak yang bertanggung jawab atas peledakan jumlah penduduk. Dengan
demikian, mereka harus dikontrol ketat. Sosiolog Ariel Heryanto pernah
menyatakan, program KB telah membuat alat reproduksi perempuan seperti milik
sah negara yang bisa digunakan para birokrat korup untuk mendapatkan
utang. Pelajaran masa lalu ini amat berharga, karena pelanggaran hak
asasi manusia (HAM) di Indonesia salah satunya disebabkan persoalan KB. Ke
depan, kebijakan kependudukan harus dikembalikan pada hakikatnya semula dengan
menempatkan kesehatan reproduksi perempuan sebagai landasan. Itu berarti,
perempuan mempunyai hak mengontrol tubuhnya untuk bebas dari paksaan,
kekerasan,serta diskriminasi pihak mana pun. Akses pada pelayanan kesehatan
reproduksi harus dibuka untuk siapa pun. Proses demokrasi harus dimulai dari
persoalan ini.
2.1.3 Kebijakan Kependudukan Dunia
Konperensi kependudukan dunia
dilaksanakan oleh PBB tahun 1954 di Roma. Kehati-hatian mewarnai penyebutan
masalah kepadatan penduduk. Pro-kontra terjadi tentang adanya masalah kepadatan
penduduk.
Tahun 1954-1965 laporan-laporan
tentang tekanan-tekanan yang disebabkan oleh kepadatan penduduk dalam kehidupan
politik, ekonomi dan sosial dalam bentuk angka-angka stastistik membuka mata
dunia akan adanya masalah kependudukan. Hal ini tercermin dalam konperensi
kependudukan dunia ke-2 yang dilaksanakan oleh PBB di Beograd tahun 1965. Sejak
konperensi ini masalah kependudukan dinyatakan sebagai masalah dunia yang harus
segera ditangani.
Pada hari HAM 1968, dicetuskan
Deklarasi pemimpin-pemimpin dunia tantang kependudukan. Deklarasi itu diterima
sebagai resolusi XVII dalam konperensi tentang HAM di Teheran pada tanggal 12
Mei 1968. Presiden Indonesia merupakan salah seorang dari 30 orang kepala
negara yang turut menendatanganinya.
Pertumbuhan penduduk yang terlalu
cepat sangat merintangi taraf hidup, kemajuan, peningkatan kesehatan dan
sanitasi, pengadaan perumahan dan alat-alat pengangkutan, peningkatan
kebudayaan, kesempatan rekreasi dan untuk banyak nagara merintangi pemberian
pangan yang cukup kepada rakyat. Ringkasnya cita-cita manusia seluruh dunia
untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik diganggu dan dibahayakan oleh
pertumbuhan penduduk yang tak dikendalikan itu.
Pernyataan
Bersama PBB mengenai kependudukan oleh Sekjen PBB U Than 10 Desember 1966
adalah: “Kami para pemimpin Negara-negara yang sangat memperhatikan masalah
kependudukan sependapat bahwa:
a.
Masalah kependudukan perlu menjadi
unsur utama dalam rencana pembangunan jangka panjang bila negara itu
ingin mencapai tujuan ekonomi yang dicita-citakan oleh rakyat.
b. Sebagian orang dari para orang tua
ingin memperoleh pengetahuan tentang cara-cara merencanakan keluarga dan adalah
hak tiap-tiap manusia untuk menentukan jumlah dan menjarangkan kelahiran
anaknya.
c.
Perdamaian yang sesungguhnya dan
kekal sangat bergantung pada cara kita menanggulangi pertumbuhan penduduk.
d. Tujuan Keluarga Berencana adalah
untuk memperkaya kehidupan umat manusia bukan untuk mengekangnya; bahwa dengan
keluarga berencana tiap-tiap orang akan memperoleh kesempatan yang lebih baik
untuk mencapai kemuliaan hidup dan mengembangkan bakatnya.
e.
Sadar bahwa gerakan keluarga
berencana adalah untuk kepentingan keluarga dan negara maka kami para
penandatanganan sangat berharap pemimpin-pemimpin seluruh dunia menyepakati
pernyataan itu.
Deklarasi kependudukan tersebut,
merupakan pangkal tolak dari dilaksanakan program kependudukan atas dasar
kebijakan kependudukan tiap Negara. Sekarang sebagian besar dari negara-negara
anggota PBB telah memiliki kebijakan kependudukan termasuk Indonesia. Dalam
menentukan suatu kebijakan tentang kependudukan yang penting adalah
memperhatikan kualitas penduduk itu sendiri, stabilitas dari sumber-sumber
kehidupan mereka, kelangsungan adanya lapangan kerja, standar kehidupan yang
menyenangkan, dimana keamanan nasional maupun kebahagiaan perorangan harus
diperhitungkan.
Kebijakan kependudukan dapat
dilakukan melalui 3 komponen perkembangan penduduk yaitu : kelahiran
(fertilitas), kematian (mortalitas) dan perpindahan penduduk (migrasi).
Mencegah pertumbuhan penduduk sebenarnya dapat dilakukan dengan berbagai
cara, seperti : peningkatan migrasi keluar, peningkatan jumlah kematian atau
penurunan jumlah kelahiran.
Cara yang pertama sulit kiranya
untuk dilakukan sebab semua negara di dunia ini melakukan pengawasan dan
pembatasan orang-orang asing pendatang baru, sehingga mempersulit terjadinya
migrasi secara besar-besaran. Juga tidak mungkin diharapkan bahwa pemerintah
berani menjalankan kebijakan peningkatan jumlah kematian. Jadi satu-satunya
cara yang tinggal adalah dengan menurunkan jumlah kelahiran. Keuntungan pertama
yang nyata dari hasil penurunan jumlah kelahiran adalah perbaikan kesehatan ibu
dan anak-anak yang sudah ada, dan penghematan pembiayaan pendidikan.
Usaha memecahkan kepadatan penduduk
karena tidak meratanya penyebaran penduduk, seperti terdapat di JAMBAL (Jawa,
Madura,dan Bali) adalah dengan memindahkan penduduk tersebut dari pulau Jawa,
Madura, dan Bali ke pulau-pulau lain. Usaha ini di Indonesia dikenal dengan
nama “Transmigrasi” dan telah ditempatkan pada prioritas yang tinggi. Disamping
migrasi, masalah lainnya perlu dipecahkan adalah perpindahan penduduk dari
daerah pedesaan ke daerah perkotaan, yang dikenal dengan nama “Urbanisasi”.
Menurut hasil sensus 1980, 18,8% dari jumlah penduduk Indonesia bermukim di
daerah kota. Setengah abad yang lalu jumlah penduduk kota di Indonesia telah
berkembang lebih cepat daripada perkembangan penduduk Indonesia. Hampir
sepertiga dari pertambahan penduduk Indonesia dalam dekade terakhir ditampung
oleh daerah perkotaan. Masalah yang timbul adalah belum siapnya kota-kota
tersebut untuk menampung pendaftar baru yang melampaui kemampuan daya tampung
kota-kota tadi.
Secara garis besarnya tujuan
kebijakan kependudukan, adalah sebagai berikut: memelihara keseimbangan antara
pertambahan dan penyebaran penduduk dengan perkembangan pembangunan sosial
ekonomi, sehingga tingkat hidup yang layak dapat diberikan kepada penduduk
secara menyeluruh. Usaha yang demikian mencakup seluruh kebijakan baik di
bidang ekonomi, sosial, kulturil, serta kegiatan-kegiatan lain untuk
meningkatkan pendapatan nasional, pembagian pendapatan yang adil, kesempatan
kerja dan pembangunan pendidikan secara menyeluruh. Strategi yang digunakan
adalah jangka panjang maupun jangka pendek.
Di Indonesia tujuan jangka panjang
diusahakan dapat dijangkau dengan:
1. Peningkatan volume transmigrasi ke
daerah-daerah yang memerlukannya.
2. Menghambat pertumbuhan kota-kota
besar yang menjurus kea rah satu-satunya kota besar di suatu pulau tertentu dan
mengutamakan pembangunan pedesaan.
Tujuan jangka pendek diarahkan
kepada penurunan secara berarti pada tingkat fertilitas, peningkatan volume
transmigrasi setiap tahunnya dan perencanaan serta pelaksanaan urbanisasi yang
mantap.
Program-program kebijakan yang disusun untuk mencapai tujuan
tersebut adalah:
1. Meningkatkan program keluarga
berencana sehingga dapat melembaga dalam masyarakat. Termasuk semua program
pendukung bagi keberhasilannya seperti peningkatan mutu pendidikan, peningkatan
umur menikah pertama, peningkatan status wanita.
2. Meningkatkan dan menyebarluaskan
program pendidikan kependudukan.
3. Merangsang terciptanya keluarga
kecil, bahagia dan sejahtera.
4. Meningkatkan program transmigrasi
secara teratur dan nyata.
5. Mengatur perpindahan penduduk dari
desa ke kota secara lebih komprehensif di dalam perencanaan pembangunan secara
menyeluruh.
6. Mengatasi masalah tenaga kerja.
7. Meningkatkan pembinaan dan
pengamanan lingkungan hidup.
Hambatan-hambatan
yang ada dalam usaha memecahkan masalah kepadatan penduduk.
Penduduk di hampir semua negara berkembang termasuk
Indonesia selama berabad-abad hidupnya telah dipengaruhi oleh nilai, norma dan
adat istiadat yang bersifat positif terhadap sikap dan tingkah laku yang
menginginkan anak banyak. Struktur kehidupan politik, ekonomi, sosial dan
budaya (agama) telah memantapkan kehidupan pribadi. Untuk dapat merubah sikap
dan tingkah laku tersebut menjadi sikap dan tingkah laku untuk menyenangi dan
menginginkan anak sedikit diperlukan program pendidikan dan program-program
pemberian motivasi lainnya.
Kebijaksanaan kependudukan secara menyeluruh harus memperhitungkan
hambatan-hambatan dari segi politis, ekonomis, sosial, budaya, agama juga dari
segi psikologis perorangan dan masyarakat yang di negara-negara berkembang
masih cenderung mendukung diterimanya banyak anak. Program-program “beyond
family planning” harus lebih diintensifkan dan diekstensifkan.
Di samping usaha peningkatan
produksi dalam segala bidang kebutuhan hidup penduduk (pangan, sandang, rumah,
pendidikan, kesehatan, dan lain-lain), perlu ditingkatkan usaha yang
berhubungan dengan:
1.
Pelaksanaan wajib belajar dan
perbaikan mutu pendidikan.
2.
Perluasan kesempatan kerja.
3.
Perbaikan status wanita dan
perluasan kesempatan kerja bagi mereka.
4.
Penurunan kematian bayi dan
anak-anak.
5.
Perbaikan kesempatan urbanisasi.
6.
Perbaikan jaminan sosial dan jaminan
hari tua.
Alasan yang
rasional mengapa diperlukan kebijakan kependudukan. Pertama, salah satu fungsi
pemerintah adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat. Ini tujuan paling
mendasar dari setiap kebijakan pembangunan. Kedua, perilaku demografi
(demographic behavior) terdiri dari sejumlah tindakan individu. Ketiga,
tindakan tersebut merupakan usaha untuk memaksimalkan utilitas atau kesejahteraan
individu. Keempat, kesejahteraan masyarakat tidak selalu merupakan penjumlahan
dari kesejahteraan individu. Kelima, oleh karena itu pemerintah mempunyai
tanggung jawab untuk berusaha mengubah situasi dan kondisi sehingga
mempengaruhi persepsi tentang kesejahteraan individu dan pada akhirnya
kesejahteraan masyarakat sama dengan penjumlahan dari kesejahteraan individu.
2.2 PERMINTAAN DAN PENAWARAN TENAGA
KERJA
Fungsi Produksi
Sebelum lebih jauh
kita membahas tentang permintaan tenaga kerja, kita ingat terlebih dahulu
tentang fungsi produksi. Fungsi produksi dapat menggambarkan kombinasi input,
dan menggambarkan tehnologi yang dipakai perusahaan untuk memproduksi barang
dan jasa. Untuk penyederhanaan analisa, kita membuat asumsi bahwa dalam
memproduksi barang dan jasa, perusahaan memakai dua macam factor produksi yaitu
jumlah jam kerja yang dicurahkan oleh tenaga kerja (E) dan capital (K).sehingga
fungsi produksi tersebut dapat ditulis sebagai :
Q = f (
E,K )
Dimana Q adalah output. Permintaan perusahaan terhadap input
merupakan permintaan turunan ( derived demand), artinya permintaan perusaahaan
terhadap tenaga kerja dan capital ditentukan oleh permintaan konsumen terhadap
produk perusahaan. Jika permintaan terhadap output perusahaan besar, maka
kemungkinan permintaan terhadap tenaga kerja dan modal juga besar. Hal itu
karena pengusaha berproduksi karena ingin memenuhi permintaan konsumen.
Tujuan utama perusahaan pada umumnya adalah memaksimalkan
laba. Laba didapatkan dari selisih pendapatan dikurangi dengan biaya. Biaya
yang dikeluaran oleh perusahaan meliputi biaya modal dan biaya tenaga kerja.
Dalam kaitannya dengan penggunaan tenaga kerja, perusahaan akan melakukan
pilihan mengenai pemakaian jumlah tenaga kerja. Perusahaan akan berupaya
menggunakan jumlah tenaga kerja yang optimal.
2.2.1 Permintaan Tenaga Kerja
Permintaan adalah jumlah barang dan jasa yang bersedia
dibeli oleh konsumen pada berbagai tingkat harga dan dalam periode tertentu.
Dalam hubungannya dengan tenaga kerja, permintaan tenaga kerja adalah hubungan
antara tingkat upah dan jumlah pekerja yang dikehendaki oleh pengusaha untuk
dipekerjakan. Sehingga permintaan tenaga kerja dapat didefinisikan sebagai
jumlah tenaga kerja yang diperkerjakan seorang pengusaha pada setiap
kemungkinan tingkat upah dalam jangka waktu tertentu.
Permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh:
1).
Perubahan tingkat upah
Perubahan tingkat upah akan mempengaruhi tinggi rendahnya biaya
produksi perusahaan. Apabila digunakan asumsi tingkat upah naik maka akan
terjadi hal-hal sebagai berikut: Naiknya tingkat upah akan menaikkan biaya
produksi perusahaan selanjutnya akan meningkatkan pula harga per unit produksi.
Biasanya para konsumen akan memberikan respon yang cepat apabila terjadi
kenaikan harga barang, yaitu mengurangi monkonsumsi atau bahkan tidak membeli
sama sekali. Akibatnya banyak hasil produksi yang tidak terjual dan terpaksa
produsen mengurangi jumlah produksinya.
Turunnya target produksi mengakibatkan berkurangnya tenaga
kerja yang dibutuhkan. Penurunan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan karena
pengaruh turunnya skala produksi disebut dengan efek skala produksi atau scale
effect. Pengusaha lebih suka menggunakan teknologi padat modal untuk proses
produksinya dan menggantikan tenaga kerja dengan barang-barang modal seperti
mesin dan lain-lain. Kondisi seperti ini terjadi apabila upah naik dengan
asumsi harga barang-barang modal lainnya tetap. Penurunan jumlah tenaga
kerja yang dibutuhkan karena adanya penggantian atau penambahan penggunaan
mesin-mesin disebut efek substitusi tenaga kerja. Baik efek skala produksi
maupun efek substitusi akan menghasilkan suatu bentuk kurva permintaan tenaga
kerja yang mempunyai slope negatif .
2).
Perubahan permintaan hasil akhir produksi oleh konsumen
Apabila permintaan akan hasil produksi perusahaan meningkat,
perusahaan cenderung untuk menambah kapasitas produksinya, untuk maksud
tersebut perusahaan akan menambah penggunaan tenaga kerjanya.
3).
Harga barang modal turun
Apabila harga barang modal turun maka biaya produksi turun dan
tentunya mengakibatkan harga jual barang per unit ikut turun. Pada keadaan ini
perusahaan akan cenderung meningkatkan produksinya karena permintaan hasil
produksi bertambah besar, akibatnya permintaan tenaga kerja meningkat pula.
Permintaan tenaga kerja dibedakan dalam dua kategori, yaitu:
1. Permintaan
Tenaga Kerja Jangka Pendek
Yang dimaksud dengan jangka pendek adalah adalah jangka waktu dimana
minimal satu input dalam produksi tidak dapat diubah. Berkaitan dengan model di
atas, kita membuat asumsi bahwa:
1.
modal
tidak dapat diubah atau tetap sedang tenaga kerjanya dapat diubah.
2.
perusahaan
menjual outputnya dalam pasar persaingan sempurna, ia membeli inputnya juga
dalam pasar persaingan sempurna.
Dalam memperkirakan berapa tenaga kerja yang perlu ditambah,
perusahaan akan melihat tambahan hasil marginal dari penambahan seorang
karyawan tersebut. Selain itu, perusahaan akan menghitung jumlah uang yang akan
diterima dengan adanya tambahan hasil marginal. Jumlah uang yang dinamakan
penerimaan marginal (VMPPL) yaitu nilai dari MPPL dikalikan dengan harga per
unit barang. (simanjuntak, 1998).
Jumlah biaya yang dikeluarkan pengusaha sehubungan dengan
mempekerjakan mempekerjakan tambahan seorang karyawan adalah upahnya sendiri
(W) dan dinamakakan biaya marginal (MC). Bila tambahan penerimaan marginal (MR)
lebih besar dari biaya mempekerjakan seorang yang memnghasilkan (W), maka
mempekerjakan tambahan orang tersebut akan menambah keuntungan pengusaha.
Dengan kata lain dalam rangka menambah keuntungan, pengusaha senantiasa akan
terus menambah jumlah karyawan selama MR lebih besar dari MC.
Dari teori perilaku produsen diketahui bahwa posisi
keuntungan maksimum (posisi keseimbangan) produsen tercapai apabila memenuhi
syarat:
MR =
MC
Dalam hal ini MR merupakan nilai rupiah produksi marginal
yang diperoleh dari mengalikan harga produk yang berlaku dengan produksi
marginal.
Sehingga dapat dibuat persamaan sebagai berikut :
VMP =
P.MPTK
Jumlah nilai VMP menggambarkan tambahan pendapatan yang
diterima oleh pengusaha bila menambah penggunaan tenaga kerja satu unit
lagi.
Bila perusahaan menggunakan garis wage rate sebagai dasar
maka tambahan biaya yang harus dibayar perusahaan adalah sama dengan tingkat upah
(W) berfungsi sebagai MC adalah W , sehingga posisi optimal adalah :
VMP = W
Jadi
dalam rangka menambah keuntungan, pengusaha akan terus menambah jumlah karyawan
selama MR lebih besar dari pada W , sehingga dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1 Fungsi Permintaan Tenaga Kerja
Berdasarkan gambar diatas, garis DD menggambarkan nilai
hasil marjinal karyawan (VMPTK) untuk setiap kuantitas tenaga kerja. Bila
misalnya jumlah karyawan yang dipekerjakan sebanyak OA == 100 orang, maka nilai
hasil kerja orang yang ke-100 dinamakan VMPTK nya dan besarnya sama dengan MPTK
x P = W1. Nilai ini lebih besar dari tingkat upah yang sedang berlaku (W). oleh
sebab itu laba pengusaha akan bertambah dengan menambah tenaga kerja
baru.
Pengusaha dapat terus menambah laba perusahaan dengan
memperkerjakan tenaga kerja hingga ON. Di titik N pengusaha mencapai laba
maksimum dan nilai MPTK x P sama dengan upah yang dibayarkan pada karyawan.
Dengan kata lain pengusaha mencapai laba maksimum bila MPTK x P = W . Penambahan
tenaga kerja yang lebih besar dari pada ON, misalnya OB maka akan mengurangi
keuntungan pengusaha. Pengusaha membayar upah pada tingkat yang berlaku (W),
padahal hasil nilai marginal yang diperolehnya sebesar W2 yang lebih kecil dari
pada W. Jadi pengusaha cenderung untuk menghindari jumlah karyawan yang lebih
besar dari pada ON. Penambahan karyawan yang lebih besar dari ON dapat
dilaksanakan hanya bila pengusaha yang bersangkutan dapat membayar upah dibawah
W atau pengusaha dapat menaikkan harga jual barang.
2.
Permintaan Tenaga Kerja Jangka Panjang
Permintaan tenaga kerja dalam jangka panjang memberikan kebebasan kepada
perusahaan untuk melakukan penyesuaian dalam penggunaan tenaga kerja dengan
mengadakan perubahan terhadap input lainnya. Dalam hal ini perusahaan dapat
memilih berbagai bentuk kombinasi modal dan tenaga kerja dalam menghasilkan
output yang mengandung biaya paling rendah.
Pergeseran
Permintaan Tenaga Kerja
Perubahan permintaan tenaga kerja dapat digambarkan oleh pergeseran
kurva tenaga kerja. Pertambahan permintaan tenaga kerja akan menggeser kurva
permintaan tenaga kerja ke kanan sedang pengurangan permintaan tenaga kerja
akan menggeser kurva permintaan tenaga kerja ke kiri. Pertambahan permintaan
tenaga kerja yang berakibat pada pergeseran kurva permintaan tenaga kerja dapat
disebabkan oleh berbagai hal yaitu :
1. Pertumbuhan ekonomi yang berarti peningkatan terhadap
pendapatan nasional akan berdampak pada peningkatan permintaan agregat.
Peningkatan permintaan tersebut akan menyebabkan peningkatan permintaan
perusahaan terhadap tenaga kerja yang digambarkan oleh pergeseran kurva
permintaan tenaga kerja ke kanan.
2. Peningkatan produktifitas, dapat mempengaruhi kesempatan
kerja yaitu dengan adanya peningkatan produktifitas maka untuk menghasilkan
jumlah output yang sama ,jumlah tenaga kerja yang diperlukan lebih sedikit, hal
itu menyebabkan berkurangnya permintaan terhadap tenaga kerja. Peningkatan
produktifitas juga berarti penurunan biaya produksi per unit barang. Penurunan
biaya produksi per unit barang akan menurunkan harga per unit barang. Jika
harga barang turun maka permintaan terhadap barang naik yang akan mendorong
pengusaha untuk menambah permintaan tenaga kerja.
Peningkatan produktifitas pekerja
dapat pula meningkatkan upah pekerja. Peningkatan upah tersebut berarti
peningkatan daya beli yang akan mendorong peningkatan pengeluaran konsumsi
mereka. Selanjutnya peningkatan konsumsi tersebut akan mendorong perusahaan
untuk berproduksi lebih banyak dengan mempekerjakan tenaga kerja lebih banyak
pula.
3. Perubahan cara berproduksi, adanya metode produksi yang lebih
modern yang lebih banyak menggunakan mesin akan berdampak pada peningkatan
permintaan tenaga kerja yang menguasai teknologi dan menurunkan permintaan
tenaga kerja yang berketrampilan rendah.
2.2.2 PENAWARAN TENAGA KERJA
Penawaran tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang dapat
disediakan oleh pemilik tenaga kerja pada setiap kemungkinan upah dalam jangka
waktu tertentu. Penawaran tenaga kerja dipengaruhi oleh keputusan
seseorang apakah dia mau bekerja atau tidak. Keputusan ini tergantung pula pada
tingkah laku seseorang untuk menggunakan waktunya, apakah digunakan untuk
kegiatan lain yang sifatnya lebih santai (konsumtif), atau kombinasi keduanya.
Apabila dikaitkan dengan tingkat upah, maka keputusan untuk bekerja seseorang
akan dipengaruhi pula oleh tinggi rendahnya penghasilan seseorang. Apabila
penghasilan tenaga kerja relatif sudah cukup tinggi, maka tenaga kerja tersebut
cenderung untuk mengurang waktu yang dialokasikan untuk bekerja. Hal
tersebut menyebabkan bentuk dari kurva penawaran membelok ke kiri yang dikenal
dengan backward bending supply curve (Sonny Sumarsono, 2003).
Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran tenaga kerja
(Khairani, 2010):
1.
Jumlah Penduduk
Makin
besar jumlah penduduk, makin banyak tenaga kerja yang tersedia baik untuk
angkatan kerja atau bukan angkatan kerja dengan demikian jumlah penawaran
tenaga kerja juga akan semakin besar.
2.
Struktur Umur Penduduk
Indonesia
termasuk dalam struktur umur muda, ini dapat dilihat dari bentuk piramida
penduduk Indonesia. Meskipun pertambahan penduduk dapat ditekan tetapi
penawaran tenaga kerja semakin tinggi karena semakin banyaknya penduduk yang
memasuki usia kerja, dengan demikian penawaran tenaga kerja juga akan
bertambah.
3.
Produktivitas
Produktivitas
merupakan suatu konsep yang menunjukkan adanya kaitan antara output dan jam
kerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk dari seseorang tenaga kerja
yang tersedia. Secara umum produktivitas tenaga kerja merupakan fungsi daripada
pendidikan, teknologi, dan keterampilan. Semakin tinggi pendidikan atau
keterampilan tenaga kerja maka semakin meningkat produktivitas tenaga
kerja.
4.
Tingkat Upah
Secara
teoritis, tingkat upah akan mempengaruhi jumlah penawaran tenaga kerja. Apabila
tingkat upah naik, maka jumlah penawaran tenaga kerja akan meningkat dan
sebaliknya. Hal ini dapat dibuktikan pada kurva penawaran tenaga kerja yang
berslope positif.
5.
Kebijaksanaan Pemerintah
Dalam
menelaah penawaran tenaga kerja maka memasukkan kebijaksanaan pemerintah
kedalamnya adalah sangat relevan. Misalnya kebijaksanaan pemerintah dalam hal
belajar 9 tahun akan mengurangi jumlah tenaga kerja, dan akan ada batas umur
kerja menjadi lebih tinggi. Dengan demikian terjadi pengurangan jumlah tenaga
kerja.
6.
Keadaan perekonomian
Keadaan
perekonomian dapat mendesak seseorang untuk bekerja memenuhi kebutuhannya,
misalnya dalam satu keluarga harus bekerja semua apabila pendapatan suami tidak
mencukupi kebutuhan keluarga, atau seorang mahasiswa yang tamat tidak mau
bekerja karena perekonomian orang tua sangat memadai, atau seorang istri tidak
perlu bekerja karena perekonomian suami sudah mencukupi.
Penawaran tenaga kerja terdiri dibedakan dalam dua kategori
yaitu penawaran tenaga kerja jangka pendek dan jangka panjang. Penawaran tenaga
kerja jangka pendek merupakan suatu penawaran tenaga kerja bagi pasar dimana
jumlah tenaga kerja keseluruhan yang ditawarkan bagi suatu perekonomian dapat
dilihat sebagai hasil pilihan jam kerja dan pilihan partisipasi oleh individu.
Sedangkan penawaran tenaga kerja dalam jangka panjang merupakan konsep
penyesuaian yang lebih lengkap terhadap perubahan-perubahan kendala.
Penyesuaian-penyesuaian tersebut dapat berupa perubahan-perubahan partisipasi
tenaga kerja maupun jumlah penduduk.
Kurva
Penawaran Tenaga
Kerja Kurva penawaran tenaga kerja yaitu hubungan antara jam kerja
dan tingkat upah. Misalkan seseorang akan memasuki pasar kerja jika upah yang
ditawarkan melebihi dari upah reservasi (ŵ). Pada tingkat upah diatas upah
reservasi, kurva penawaran tenaga kerja memiliki slope positif sampai pada
titik tertentu. Keadaan selanjutnya akan berubah jika seseorang
kesejahteraannya sudah baik atau mempunyai suatu keahlian yang lebih dan jumlah
jam kerja yang ditawarkan semakin berkurang pada saat upah meningkat yang
mengakibatkan slope kurva penawaran tenaga kerja menjadi negatif. Kurva ini
disebut kurva penawaran tenaga kerja melengkung ke belakang (backward bending
labour supply curve).
Gambar
4.1 Kurva Penawaran Tenaga Kerja
Apa yang Menyebabkan Kurva Penawaran Tenaga Kerja Bergeser?
Kurva
penawaran tenaga kerja mengalami pergeseran setiap kali masyarakat mengubah
jumlah jam kerja sesuai keinginan mereka pada tingkat upah tertentu. Adapun
beberapa hal yang menyebabkan kurva penawaran tenaga kerja mengalami pergeseran
adalah sebagai berikut:
1.
Perubahan Selera
Pada
tahun 1950, hanya 34% wanita yang mencari pekerjaan, angka ini meningkat
menjadi 60% pada tahun 2000. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah
perubahan selera, atau sikap terhadap pekerjaan. Pada tahun 1950 merupakan hal
yang wajar apabila seorang wanita hanya tinggal di rumah sambil mengasuh anak,
tetapi saat ini lebih banyak ibu rumah tangga yang memilih untuk bekerja, dan
akibatnya terjadilah peningkatan penawaran tenaga kerja.
2.
Imigrasi
Perpindahan
pekerja dari suatu wilayah ke wilayah lain, atau dari suatu negara ke negara
lain, merupakan penyebab nyata dari pergeseran penawaran tenaga kerja. Contoh: Ketika
para imigran dating ke AS, penawaran tenaga kerja di AS meningkat dan penawaran
tenaga kerja di Negara asal para imigran akan menurun.
BAB
III
KESIMPULAN
DAN SARAN
3.1
Kesimpulan
·
Kebijakan
Kependudukan adalah kebijakan yang ditujukan untuk mempengaruhi besar,
komposisi, distribusi dan tingkat perkembangan penduduk
·
Kebijakan
kependudukan dapat dilakukan melalui tiga komponen perkembangan penduduk yaitu
:
1) kelahiran (fertilitas)
2) kematian (mortalitas)
3) perpindahan penduduk (migrasi).
·
Permintaan
tenaga kerja adalah hubungan antara tingkat upah dan jumlah pekerja yang
dikehendaki oleh pengusaha untuk dipekerjakan
·
Pertambahan
permintaan tenaga kerja akan menggeser kurva permintaan tenaga kerja ke kanan
sedang pengurangan permintaan tenaga kerja akan menggeser kurva permintaan
tenaga kerja ke kiri.
·
Penawaran
tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang dapat disediakan oleh pemilik
tenaga kerja pada setiap kemungkinan upah dalam jangka waktu tertentu
·
Besar
kecilnya penawaran tenaga kerja tergantung pada jumlah penduduknya
3.2
Saran
·
Sangat
diharapkan peranan pemerintah dalam membuat kebijakan yang besar pengaruhnya
terhadap kesehjahteraan penduduk.
·
Untuk
menjaga keseimbangan permintaan dan penawaran tenaga kerja, sangat diharapkan
pengelolaan SDM dalam bidang keahlian untuk bekerja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar