Jumat, 27 Juli 2018

Dasar Kependudukan "KAITAN PENDUDUK DENGAN PEMBANGUNAN EKONOMI"


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk terbanyak di dunia. Ledakan penduduk ini terjadi karena laju pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi. Kondisi ini jelas menimbulkan dua sisi yang berbeda. Disatu sisi kondisi tersebut bisa menjadi salah satu kekuatan yang besar untuk Indonesia. Tetapi di satu sisi kondisi tersebut menyebabkan beban negara menjadi semakin besar. Selain menjadi beban negara juga menimbulkan permasalahan lain. Banyaknya jumlah penduduk yang tidak disertai dengan ketersediaan lapangan pekerjaan yang mampu menampung seluruh angkatan kerja bisa menimbulkan pengangguran, kriminalitas, yang bersinggungan pula dengan rusaknya moralitas masyarakat.
Karena berhubungan dengan tinggi rendahnya beban negara untuk memberikan penghidupan yang layak kepada setiap warga negaranya, maka pemerintah memberikan serangkaian usaha untuk menekan laju pertumbuhan penduduk agar tidak terjadi ledakan penduduk yang lebih besar. Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan menggalakkan program KB (Keluarga Berencana). Program KB pertama kali dilaksanakan pada masa pemerintahan Soeharto yaitu saat Orde Baru. Melalui KB masyarakat diharuskan untuk membatasi jumlah kelahiran anak, yaitu setiap keluarga memiliki maksimal dua anak. Tidak tanggung-tanggung, KB diberlakukan kepada seluruh lapisan masyarakat, dari lapisan bawah hingga lapisan atas dalam masyarakat. Oleh sebab itu makalah ini disusun untuk mengetahui seluk beluk mengenai penyelenggaraan KB di Indonesia, mulai dari sejarah, proses pelaksanaan, kelebihan dan kekurangan dari KB, serta dampak positif maupun dampak negatf dari pelaksanaan KB.
Mengingat keadaan penduduk Indonesia yang besar jumlahnya dengan tingkat pertumbuhan yang relatif tinggi, maka sejak Repelita I telah dirintis usaha-usaha untuk mengendalikan tingkat pertumbuhan penduduk terutama melalui pengendalian tingkat kelahiran. Di samping itu telah diusahakan penurunan tingkat kematian, persebaran penduduk yang lebih serasi dan merata serta peningkatan kualitas manusia dan masyarakat.
Usaha-usaha pembangunan di bidang kependudukan selama empat Repelita yang lain telah memberikan hasil-hasil yang menggembirakan. Namun demikian dalam Repelita V berbagai masalah kependudukan masih perlu ditanggulangi agar hasil pembangunan makin dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Masalah-masalah ini meliputi penyediaan berbagai kebutuhan pokok bagi jumlah penduduk yang terus bertambah seperti penyediaan pangan, pendidikan, kesehatan, perumahan, dan lapangan kerja serta masalah pembangunan yang diakibatkan oleh persebaran penduduk antar daerah yang kurang optimal baik antara desa dan kota maupun antara berbagai pulau di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

  • ·      Jelaskan tentang KEBIJAKSANAAN KEPENDUDUKAN &KELUARGA BERENCANA

  • ·      Jelaskan tentang PENDUDUK &KAITANNYA DENGAN PEMBANGUNAN EKONOMI


1.1  Manfaat Penyusunan Makalah

  •   Menjelaskan tentang KEBIJAKSANAAN KEPENDUDUKAN & KELUARGA BERENCANA

  • Menjelaskan tentang PENDUDUK & KAITANNYA DENGAN PEMBANGUNAN EKONOMI

  • Untuk melatih diri penyusun selaku mahasiswa dalam mempelajari dan menyusun sebuah makalah tentang dasar kependudukan
  • Sebagai bahan pembelajaran bagi penyusun makalah dan pembaca.
 
BAB II
ISI
2.1 KEBIJAKSANAAN KEPENDUDUKAN & KELUARGA BERENCANA
A. Pengertian Kebijakan Kependudukan
Kebijakan Kependudukan adalah kebijakan yang ditujukan untuk mempengaruhi besar, komposisi, distribusi dan tingkat perkembangan penduduk. sedangkan DR. Elibu Bergman (Harvard university) Mendefinisikan kebijakan penduduk sebagai tindakan-tindakan pemerintah untuk mencapai suatu tujuan dimana didalamnya termasuk pengaruh dan karakteristik penduduk.  Secara umum kebijakan penduduk harus ditujukan untuk:
1)      Melindungi kepentingan dan mengembangkan kesejahteraan penduduk itu sendiri terutama generasi yang akan datang.
2)      Memberikan kemungkinan bagi tiap-tiap orang untuk memperoleh kebebasan yang lebih besar, guna menentukan apa yang terbaik bagi kesejahteraan diri, keluarga dan anaknya.
3)      Kebijakan harus diarahkan untuk meningkatkan kualitas hidup penduduk itu sendiri. Pemecahan masalah kependudukan dengan pengendalian kelahiran saja tidak menjamin bahwa hasilnya secara otomatis akan meningkatkan kualitas hidup penduduk yang bersangkutan atau generasi yang akan datang.
 Pada tahun 1965 PBB mempunyai kebijakan kependudukan yang jelas dan menjadi dasar bagi tindakan-tindakan yang nyata, walaupun badan yang bernama “The Population Commission” dengan resmi sudah dapat disahkan pada tanggal 3 oktober 1946.
B.     Menyikapi Kebijakan Kependudukan di Indonesia
AKTIVIS Sita Aripurnami menggunakan kutipan Zillah Eisenstein, The Color of Gender (1994) ini pada baris pertama tesis berjudul Reproductive Rights Between Control and Resistence: A Reflection on the Discourse of Population Policy in Indonesia, yang diajukan untuk mendapatkan Master of Science pada The Gender Institute, London School of Economics (LSE) London, Inggris. Sungguh kutipan yang tepat untuk menganalisis politik reduksionis dalam kebijakan kependudukan di Indonesia, yakni bagaimana kebijakan kependudukan direduksi menjadi kebijakan keluarga berencana; kebijakan berencana direduksi menjadi kebijakan kontrasepsi; kebijakan kontrasepsi direduksi lagi menjadi hanya kontrasepsi bagi perempuan. Dari 20 jenis kontrasepsi yang beredar, 90 persen di antaranya ditujukan untuk perempuan.
Bank Dunia pernah menyebut Indonesia sebagai "salah satu transisi demografis paling mengesankan di negara sedang berkembang". Pada masa itu tingkat fertilitas turun dari 5,5 menjadi tiga per kelahiran, sementara tingkat kelahiran kasar turun dari 43 menjadi 28 per 1.000 kelahiran hidup. Tahun 1970, pertumbuhan penduduk turun dari sekitar 3,5 persen menjadi 2,7 persen dan turun lagi menjadi 1,6 persen pada tahun 1991. Banyak negara berkembang kemudian belajar implementasi program KB di Indonesia. Tetapi, hampir bisa dipastikan, dalam "transfer pengetahuan" itu tidak disebut metode yang membuat program itu sukses; yakni koersi (pemaksaan dengan ancaman) terhadap perempuan, khususnya dari kelompok masyarakat kelas bawah, terutama saat awal program diperkenalkan.
DI bawah panji-panji Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS), program pengendalian penduduk (baca: KB dengan alat kontrasepsi) dilancarkan. Seperti halnya di negara berkembang lain awal tahun 1970-an, pemerintah Orde Baru meyakini KB sebagai strategi ampuh mengejar ketertinggalan pembangunan. Ajaran Malthusian mengasumsikan, dengan jumlah penduduk terkendali rakyat lebih makmur dan sejahtera. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi-yang merupakan pereduksian makna "pembangunan"-tinggi guna mencapai kemakmuran, di antara syaratnya adalah "zero growth" di bidang kependudukan. Hubungan antara pengendalian jumlah penduduk dan pembangunan ekonomi menjadi semacam kebenaran, sehingga tidak lagi memerlukan pembuktian. Dalam Konferensi Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) di Cairo, Mesir, 1994, lembaga swadaya masyarakat (LSM) mengungkapkan, kebijakan kependudukan yang reduksionis ini dikonstruksi sistematis melalui lembaga internasional. Pertumbuhan penduduk menjadi prakondisi bantuan pembangunan.
Di Indonesia, seperti pernah dikemukakan aktivis kesehatan reproduksi Ninuk Widyantoro, para petugas medis hanya diajari cara memasang susuk (nama lain dari Norplant), tetapi tidak cara mengeluarkannya. Pendarahan dan efek samping lain pemasangan kontrasepsi di tubuh perempuan sering dianggap tidak soal. Secara ironis pula, perencanaan program sebagian besar dilakukan laki-laki. Angka keberhasilan KB dijadikan salah satu komponen keberhasilan pembangunan, sehingga cara apa saja digunakan untuk mencapai "angka keberhasilan" itu. Manusia, khususnya perempuan, telah berubah maknanya menjadi hanya angka dan target. Caranya, tak jarang menggunakan pemaksaan dan ancaman aparat. Penelitian Sita Aripurnami dan Wardah Hafidz awal tahun 1990-an memperlihatkan, hal itu terjadi pada pemasangan IUD di desa-desa. Rezim Orde Baru, seperti halnya rezim pembangunanisme di mana pun, memperlakukan perempuan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas peledakan jumlah penduduk. Dengan demikian, mereka harus dikontrol ketat. Sosiolog Ariel Heryanto pernah menyatakan, program KB telah membuat alat reproduksi perempuan seperti milik sah negara yang bisa digunakan para birokrat korup untuk mendapatkan utang.  Pelajaran masa lalu ini amat berharga, karena pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Indonesia salah satunya disebabkan persoalan KB. Ke depan, kebijakan kependudukan harus dikembalikan pada hakikatnya semula dengan menempatkan kesehatan reproduksi perempuan sebagai landasan.  Itu berarti, perempuan mempunyai hak mengontrol tubuhnya untuk bebas dari paksaan, kekerasan,serta diskriminasi pihak mana pun. Akses pada pelayanan kesehatan reproduksi harus dibuka untuk siapa pun. Proses demokrasi harus dimulai dari persoalan ini.

C.    Konperensi Kependudukan Dunia
Konperensi kependudukan dunia dilaksanakan oleh PBB tahun 1954 di Roma. Kehati-hatian mewarnai penyebutan masalah kepadatan penduduk. Pro-kontra terjadi tentang adanya masalah kepadatan penduduk.
Tahun 1954-1965 laporan-laporan tentang tekanan-tekanan yang disebabkan oleh kepadatan penduduk dalam kehidupan politik, ekonomi dan sosial dalam bentuk angka-angka stastistik membuka mata dunia akan adanya masalah kependudukan. Hal ini tercermin dalam konperensi kependudukan dunia ke-2 yang dilaksanakan oleh PBB di Beograd tahun 1965. Sejak konperensi ini masalah kependudukan dinyatakan sebagai masalah dunia yang harus segera ditangani.
Pada hari HAM 1968, dicetuskan Deklarasi pemimpin-pemimpin dunia tantang kependudukan. Deklarasi itu diterima sebagai resolusi XVII dalam konperensi tentang HAM di Teheran pada tanggal 12 Mei 1968. Presiden Indonesia merupakan salah seorang dari 30 orang kepala negara yang turut menendatanganinya.
Pertumbuhan penduduk yang terlalu cepat sangat merintangi taraf hidup, kemajuan, peningkatan kesehatan dan sanitasi, pengadaan perumahan dan alat-alat pengangkutan, peningkatan kebudayaan, kesempatan rekreasi dan untuk banyak nagara merintangi pemberian pangan yang cukup kepada rakyat. Ringkasnya cita-cita manusia seluruh dunia untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik diganggu dan dibahayakan oleh pertumbuhan penduduk yang tak dikendalikan itu.
Pernyataan Bersama PBB mengenai kependudukan oleh Sekjen PBB U Than 10 Desember 1966 adalah: “Kami para pemimpin Negara-negara yang sangat memperhatikan masalah kependudukan sependapat bahwa:
a.       Masalah kependudukan perlu menjadi unsur  utama dalam rencana pembangunan jangka panjang bila negara itu ingin mencapai tujuan ekonomi yang dicita-citakan oleh rakyat.
b.      Sebagian orang dari para orang tua ingin memperoleh pengetahuan tentang cara-cara merencanakan keluarga dan adalah hak tiap-tiap manusia untuk menentukan jumlah dan menjarangkan kelahiran anaknya.
c.       Perdamaian yang sesungguhnya dan kekal sangat bergantung pada cara kita menanggulangi pertumbuhan penduduk.
d.      Tujuan Keluarga Berencana adalah untuk memperkaya kehidupan umat manusia bukan untuk mengekangnya; bahwa dengan keluarga berencana tiap-tiap orang akan memperoleh kesempatan yang lebih baik untuk mencapai kemuliaan hidup dan mengembangkan bakatnya.
e.       Sadar bahwa gerakan keluarga berencana adalah untuk kepentingan keluarga dan negara maka kami para penandatanganan sangat berharap pemimpin-pemimpin seluruh dunia menyepakati pernyataan itu.
Deklarasi kependudukan tersebut, merupakan pangkal tolak dari dilaksanakan program kependudukan atas dasar kebijakan kependudukan tiap Negara. Sekarang sebagian besar dari negara-negara anggota PBB telah memiliki kebijakan kependudukan termasuk Indonesia. Dalam menentukan suatu kebijakan tentang kependudukan yang penting adalah memperhatikan kualitas penduduk itu sendiri, stabilitas dari sumber-sumber kehidupan mereka, kelangsungan adanya lapangan kerja, standar kehidupan yang menyenangkan, dimana keamanan nasional maupun kebahagiaan perorangan harus diperhitungkan.
Kebijakan kependudukan dapat dilakukan melalui 3 komponen perkembangan penduduk yaitu : kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas) dan perpindahan penduduk (migrasi).  Mencegah pertumbuhan penduduk sebenarnya dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti : peningkatan migrasi keluar, peningkatan jumlah kematian atau penurunan jumlah kelahiran.
Cara yang pertama sulit kiranya untuk dilakukan sebab semua negara di dunia ini melakukan pengawasan dan pembatasan orang-orang asing pendatang baru, sehingga mempersulit terjadinya migrasi secara besar-besaran. Juga tidak mungkin diharapkan bahwa pemerintah berani menjalankan kebijakan peningkatan jumlah kematian. Jadi satu-satunya cara yang tinggal adalah dengan menurunkan jumlah kelahiran. Keuntungan pertama yang nyata dari hasil penurunan jumlah kelahiran adalah perbaikan kesehatan ibu dan anak-anak yang sudah ada, dan penghematan pembiayaan pendidikan.
Usaha memecahkan kepadatan penduduk karena tidak meratanya penyebaran penduduk, seperti terdapat di JAMBAL (Jawa, Madura,dan Bali) adalah dengan memindahkan penduduk tersebut dari pulau Jawa, Madura, dan Bali ke pulau-pulau lain. Usaha ini di Indonesia dikenal dengan nama “Transmigrasi” dan telah ditempatkan pada prioritas yang tinggi. Disamping migrasi, masalah lainnya perlu dipecahkan adalah perpindahan penduduk dari daerah pedesaan ke daerah perkotaan, yang dikenal dengan nama “Urbanisasi”. Menurut hasil sensus 1980, 18,8% dari jumlah penduduk Indonesia bermukim di daerah kota. Setengah abad yang lalu jumlah penduduk kota di Indonesia telah berkembang lebih cepat daripada perkembangan penduduk Indonesia. Hampir sepertiga dari pertambahan penduduk Indonesia dalam dekade terakhir ditampung oleh daerah perkotaan. Masalah yang timbul adalah belum siapnya kota-kota tersebut untuk menampung pendaftar baru yang melampaui kemampuan daya tampung kota-kota tadi.
Secara garis besarnya tujuan kebijakan kependudukan, adalah sebagai berikut: memelihara keseimbangan antara pertambahan dan penyebaran penduduk dengan perkembangan pembangunan sosial ekonomi, sehingga tingkat hidup yang layak dapat diberikan kepada penduduk secara menyeluruh. Usaha yang demikian mencakup seluruh kebijakan baik di bidang ekonomi, sosial, kulturil, serta kegiatan-kegiatan lain untuk meningkatkan pendapatan nasional, pembagian pendapatan yang adil, kesempatan kerja dan pembangunan pendidikan secara menyeluruh. Strategi yang digunakan adalah jangka panjang maupun jangka pendek.
Di Indonesia tujuan jangka panjang diusahakan dapat dijangkau dengan:
1.      Peningkatan volume transmigrasi ke daerah-daerah yang memerlukannya.
2.      Menghambat pertumbuhan kota-kota besar yang menjurus kea rah satu-satunya kota besar di suatu pulau tertentu dan mengutamakan pembangunan pedesaan.
Tujuan jangka pendek diarahkan kepada penurunan secara berarti pada tingkat fertilitas, peningkatan volume transmigrasi setiap tahunnya dan perencanaan serta pelaksanaan urbanisasi yang mantap.
Program-program kebijakan yang disusun untuk mencapai tujuan tersebut adalah:
1.      Meningkatkan program keluarga berencana sehingga dapat melembaga dalam masyarakat. Termasuk semua program pendukung bagi keberhasilannya seperti peningkatan mutu pendidikan, peningkatan umur menikah pertama, peningkatan status wanita.
2.      Meningkatkan dan menyebarluaskan program pendidikan kependudukan.
3.      Merangsang terciptanya keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.
4.      Meningkatkan program transmigrasi secara teratur dan nyata.
5.      Mengatur perpindahan penduduk dari desa ke kota secara lebih komprehensif di dalam perencanaan pembangunan secara menyeluruh.
6.      Mengatasi masalah tenaga kerja.
7.      Meningkatkan pembinaan dan pengamanan lingkungan hidup.

D. Hambatan-hambatan yang ada dalam usaha memecahkan masalah kepadatan penduduk.
Penduduk di hampir semua negara berkembang termasuk Indonesia selama berabad-abad hidupnya telah dipengaruhi oleh nilai, norma dan adat istiadat yang bersifat positif terhadap sikap dan tingkah laku yang menginginkan anak banyak. Struktur kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya (agama) telah memantapkan kehidupan pribadi. Untuk dapat merubah sikap dan tingkah laku tersebut menjadi sikap dan tingkah laku untuk menyenangi dan menginginkan anak sedikit diperlukan program pendidikan dan program-program pemberian motivasi lainnya.
            Kebijaksanaan kependudukan secara menyeluruh harus memperhitungkan hambatan-hambatan dari segi politis, ekonomis, sosial, budaya, agama juga dari segi psikologis perorangan dan masyarakat yang di negara-negara berkembang masih cenderung mendukung diterimanya banyak anak. Program-program “beyond family planning” harus lebih diintensifkan dan diekstensifkan. Di samping usaha peningkatan produksi dalam segala bidang kebutuhan hidup penduduk (pangan, sandang, rumah, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain), perlu ditingkatkan usaha yang berhubungan dengan:
1.      Pelaksanaan wajib belajar dan perbaikan mutu pendidikan.
2.      Perluasan kesempatan kerja.
3.      Perbaikan status wanita dan perluasan kesempatan kerja bagi mereka.
4.      Penurunan kematian bayi dan anak-anak.
5.      Perbaikan kesempatan urbanisasi.
6.      Perbaikan jaminan sosial dan jaminan hari tua.

E. Sejarah singkat dan pengertian KB
Pelopor gerakan Keluarga Berencana di Indonesia adalah Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia atau PKBI yang didirikan di Jakarta tanggal 23 Desember 1957 dan diikuti sebagai badan hukum oleh Depkes tahun 1967 yang bergerak secara silent operation. Dalam rangka membantu masyarakat yang memerlukan bantuan secara sukarela, usaha Keluarga Berencana terus meningkat terutama setelah pidato pemimpin negara pada tanggal 16 Agustus 1967 dimana gerakan Keluarga Berencana di Indonesia memasuki era peralihan jika selama orde lama program gerakan Keluarga Berencana dilakukan oleh sekelompok tenaga sukarela yang beroperasi secara diam-diam karena pimpinan negara pada waktu itu anti kepada Keluarga Berencana maka dalam masa orde baru gerakan Keluarga Berencana diakui dan dimasukkan dalam program pemerintah. Struktur organisasi program gerakan Keluarga Berencana juga mengalami perubahan tanggal 17 Oktober 1968 didirikanlah LKBN yaitu Lembaga Keluarga Berencana Nasional sebagai semi Pemerintah, kemudian pada tahun 1970 lembaga ini diganti menjadi BKKBN atau Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional yang merupakan badan resmi pemerintah dan departemen dan bertanggung jawab penuh terhadap pelaksanaan program Keluarga Berencana di Indonesia.
Keluarga berencana adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah anak dan jarak kehamilan dengan memakai alat kontrasepsi. Keluarga Berencana yaitu membatasi jumlah anak dimana dalam satu keluarga hanya diperbolehkan memiliki dua atau tiga anak saja. Keluarga berencana yang diperbolehkan adalah suatu usaha pengaturan atau penjarangan kelahiran atau usaha pencegahan kehamilan sementara atas kesepakatan suami istri karena situasi dan kondisi tertentu untuk kepentingan keluarga, masyarakat, maupun negara. Dengan demikian KB disini mempunyai arti yang sama dengan pengaturan keturunan. Penggunaan istilah keluarga berencana juga sama artinya dengan istilah yang umum dipakai di dunia internasional yakni family planning atau planned parenthood, sepert yang digunakan oleh International Planned Parenthood Federation (IPPF) nama sebuah organisasi KB internasional yang berkedudukan di London. KB juga berarti suatu tindakan perencanaan pasangan suami istri untuk mendapatkan kelahiran yang diinginkan, mengatur interval kelahiran dan menentukan jumlah anak sesuai dengan kemampuan serta sesuai dengan situasi masyarakat dan negara. Dengan demikian KB berbeda dengan birth control yang artinya pembatasn atau penghapusan kelahiran. Istilah birth control dapat berkonotasi negatif karena bisa berarti aborsi atau sterilisasi (pemandulan). 
Perencanaan keluarga merujuk kepada pengguanaan metode-metode kontrasepsi oleh suami istri atas persetujuan bersama diantara mereka, untuk mengatur kesuburan mereka dengan tujuan untuk menghindari kesulitan kesehatan, kemasyarakatan dan ekonomi dan untuk memungkinkan mereka memikul tanggung jawab terhadap anak-anaknya dan masyarakat. Ini meliputi hal-hal sebagai berikut:
a) Menjarangkan anak untuk memungkinkan penyususan daan penjagaan kesehatan ibu dan anak
b) Pengaturan masa hamil agar terjadi pada waktu yag aman
c) Mengatur jumlah anak, bukan saja untuk keperluan keluarga malainkan juga untuk kemampuan fisik, financial, pendidikan dan pemeliharaan anak



F. Kelebihan KB
Kelebihan dari program KB disini antara lain sebagai berikut :
  • Mengatur angka kelahiran dan jumlah anak dalam keluarga serta membantu pemerintah mengurangi resiko ledakan penduduk atau baby boomer
  • Penggunaan kondom akan membantu mengurangi resiko penyebaran penyakit menular melalui hubungan seks
  • Meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat. Sebab, anggaran keuangan keluarga akhirnya bisa digunakan untuk membeli makanan yang lebih berkualitas dan bergizi
  • Menjaga kesehatan ibu dengan cara pengaturan waktu kelahiran dan juga menghindarkan kehamilan dalam waktu yang singkat.
  • Mengkonsumsi pil kontrasepsi dapat mencegah terjadinya kanker uterus dan ovarium. Bahkan dengan perencanaan kehamilan yang aman, sehat dan diinginkan merupakan salah satu faktor penting dalam upaya menurunkan angka kematian maternal.
Ini berarti program tersebut dapat memberikan keuntungan ekonomi dan kesehatan Keluarga Berencana memberikan keuntungan ekonomi pada pasangan suami istri, keluarga dan masyarakat Dengan demikian, program KB menjadi salah satu program pokok dalam meningkatkan status kesehatan dan kelangsungan hidup ibu, bayi, dan anak. Program KB menentukan kualitas keluarga, karena program ini dapat menyelamatkan kehidupan perempuan serta meningkatkan status kesehatan ibu terutama dalam mencegah kehamilan tak diinginkan, menjarangkan jarak kelahiran mengurangi risiko kematian bayi. Selain memberi keuntungan ekonomi pada pasangan suami istri, keluarga dan masyarakat, KB juga membantu remaja mangambil keputusan untuk memilih kehidupan yang lebih balk dengan merencanakan proses reproduksinya.

G.   Penerangan dan Motivasi
Kegiatan penerangan dan motivasi keluarga berencana dimak­sudkan untuk lebih meningkatkan kesadaran, pengetahuan, sikap dan praktek masyarakat dalam berkeluarga berencana menuju terwujudnya keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Kegiatan penerangan dan motivasi ini juga diarahkan kepada usaha-usaha terwujudnya peningkatan kualitas masyarakat dan keluarga serta akseptor keluarga berencana. Isi dan pesan kegiatan penerangan dan motivasi disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat baik masyarakat yang belum mencapai Pasangan Usia Subur (Pra-PUS), yang telah menjadi Pasangan Usia Subur (PUS) dan akseptor KB. Hal ini dimaksudkan agar isi dan pesan yang dilontarkan dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat pengguna. Kegiatan penerangan kepada Pra-PUS dan PUS diwujudkan dalam bentuk kampanye reproduksi sehat. Melalui Kampanye ini masyarakat akan mendapat pengetahuan mengenai umur kehamilan, jarak kelahiran dan perawatan sebelum, selama serta sesudah masa kehamilan yang baik dan benar. Selanjutnya diharapkan masyarakat akan lebih bertanggung jawab terhadap peningkatan kualitas keluarga terutama masalah kesehatan ibu dan anak.

H. Pelembagaan Program
Kegiatan penerangan dan motivasi ditujukan kepada usaha pembudayaan dan pelembagaan pelaksanaan program KB yaitu mendorong timbulnya keikutsertaan masyarakat secara aktif dalam pengelolaan dan pelaksanaan keluarga berencana. Pelembagaan pelaksanaan program keluarga berencana yang berbentuk Pembantu Pembina KB Desa (PPKBD), Sub-PPKBD dan Pembina KB Rukun Tetangga (PKBRT) diusahakan secara bertahap terus ditingkatkan dan dikembangkan untuk lebih mempercepat penerimaan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS). Selanjutnya diharapkan pula agar secara bertahap masyarakat dapat melaksanakan sendiri program KB.

      I. Pendidikan Keluarga Berencana
Pendidikan keluarga berencana yang terutama ditujukan  kepada generasi muda dan mereka yang belum menikah dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran dan keperdulian mereka terhadap masalah kependudukan dan keluarga berencana. Upaya pendidikan  ini terus menerus ditingkatkan dan diperluas baik melalui pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah. Pendidikan KB di luar dan Pramuka. Peningkatan kegiatan serupa juga dilaksanakan dengan mengintegrasikan pendidikan KB ke dalam kegiatan Badan Penasehat Perkawinan dan Perceraian (BP4) Departemen Agama. Di samping itu juga terus digalakkan upaya-upaya pendidikan KB di lingkungan umat  beragama Katolik dan Kristen yang terutama ditujukan kepada pasangan yang akan menikah.







J. Peran Pemerintah Dan Masyarakat Dalam Program KB
1. Peran Pemerintah                                   
Usaha pemerintah dalam menghadapi kependudukan salah satunya adalah keluarga berencana. Visi program keluarga berencana nasional telah di ubah mewujudkan keluarga yang berkualitas tahun 2015. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan, bertanggung jawab, harmonis (Saifudin, 2003). Program Keluarga Berencana Nasional merupakan salah satu program dalam rangka menekan laju pertumbuhan penduduk. Salah satu pokok dalam program Keluarga Berencana Nasional adalah menghimpun dan mengajak segenap potensi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam melembagakan dan membudayakan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia Indonesia. Cara yang digunakan untuk mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera yaitu mengatur jarak kelahiran anak dengan menggunakan alat kontrasepi (Wiknjosastro, 2005).
Macam-macam metode kontrasepsi adalah intra uterine devices (IUD), implant, suntik, kondom, metode operatif untuk wanita (tubektomi), metode operatif untuk pria (vasektomi), dan kontrasepsi pil (Saifudin, 2003).Kurangnya peran pemerintah dalam menggalakkan program KB mengakibatkan tingginya pertambahan pendudukan yang akan meningkatnya tingginya pertambahan penduduk yang akan menyebabkan meningkatnya kebutuhan pelayanan kesehatan, pendidikan, lapangan pekerjaan yang cukup, berdampak pada naiknya angka pengangguran dan kemiskinan (Herlianto, 2008). Cara yang baik dalam pemilihan alat kontrasepsi yaitu ibu mencari informasi terlebih dahulu tentang cara-cara KB berdasarkan informasi yang lengkap, akurat dan benar. Untuk itu dalam memutuskan suatu cara konstrasepsi sebaiknya mempertimbangkan penggunaan kontrasepsi yang rasional, efektif dan efisien. 
KB merupakan program yang berfungsi bagi pasangan untuk menunda kelahiran anak pertama (post poning), menjarangkan anak (spacing) atau membatasi (limiting) jumlah anak yang diinginkan sesuai dengan keamanan medis serta kemungkinan kembalinya fase kesuburan (ferundity) ( Sheilla, 2000 ). Penyuluhan kesehatan merupakan aspek penting dalam pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi karena selain membantu klien untuk memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan digunakan sesuai pilihannya, juga membantu klien dalam menggunakan kontrasepsinya lebih lama sehingga klien lebih puas dan pada akhirnya dapat meningkatkan keberhasilan program KB. Penyuluhan kesehatan tidak hanya memberikan suatu informasi, namun juga memberikan keahlian dan kepercayaan diri yang berguna untuk meningkatkan kesehatan (Efendy, 2003). Dengan kesadaran karena adanya informasi tentang berbagai macam alat kontrasepsi dengan kelebihannya masing-masing, maka ibu-ibu akan termotivasi untuk menggunakan alat kontrasepsi. Karena Motivasi merupakan dorongan untuk melakukan suatu perbuatan atau tingkah laku, motivasi bisa berasal dari dalam diri maupun luar (Moekijat, 2002).
Media adalah salah satu cara untuk menyampaikan informasi. Salah satu contoh media adalah flip chart yang sering disebut sebagai bagan balik yang merupakan kumpulan ringkasan, skema, gambar, tabel yang dibuka secara berurutan berdasarkan topik materi pembelajaran yang cocok untuk pembelajaran kelompok kecil yaitu 30 orang (Nursalam, 2008 ). Selain itu bagan ini mampu memberikan ringkasan butir-butir penting dari suatu presentasi untuk menyampaikan pesan atau kesan tertentu akan tetapi mampu untuk mempengaruhi dan memotivasi tingkah laku seseorang (Syafrudin, 2008).
Badan dari pemerintah yang mengurus program keluarga berencana adalah BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Badan ini mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, BKKBN menyelenggarakan fungsi:
·         Perumusan kebijakan nasional di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana
·         Penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana;
·         Pelaksanaan advokasi dan koordinasi di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana;
·         Penyelenggaraan komunikasi, informasi, dan edukasi di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana;
·         Penyelenggaraan pemantauan dan evaluasi di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana;
·         Pembinaan, pembimbingan, dan fasilitasi di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana.
2. Peran masyarakat
Berbicara tentang partisipasi masyarakat Indonesia terhadap pelaksanaan KB, pastinya terdapat kelebihan serta kekurangan dalam partisipasinya. Partisipasi bersentuhan langsung dengan peran serta masyarakat, baik dalam mengikuti program tersebut ataupun sebagai aktor pendukung program Keluarga Berencana. Untuk itu kita akan berbicara mengenai kedua hal tersebut, serta bagaimana seharusnya kita berperan dalam mendukung kesuksesan KB juga akan sedikit kita bahas. Pertama, berbicara terkait partisipasi masyarakat terhadap pelaksanaan KB yang ternyata kenaikannya hanya sedikit bahkan bisa juga disebut dengan stagnan.
Dalam media massa kompas.com disebutkan bahwa: Dalam lima tahun terakhir, jumlah peserta keluarga berencana hanya bertambah 0,5 persen, dari 57,4 persen pasangan usia subur yang ada pada 2007 menjadi 57,9 persen pada tahun 2012. Sementara itu jumlah rata-rata anak tiap pasangan usia subur sejak 2002-2012 stagnan di angka 2,6 per pasangan. Rendahnya jumlah peserta KB dan tingginya jumlah anak yang dimiliki membuat jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2030 diperkirakan mencapai 312,4 juta jiwa. Padahal jumlah penduduk saat itu sebenarnya bisa ditekan  menjadi 288,7 juta jiwa. Tingginya jumlah penduduk ini mengancam pemanfaatan jendela peluang yang bisa dialami Indonesia pada tahun 2030. Jendela peluang adalah kondisi negara dengan tanggungan penduduk tidak produktif, oleh penduduk produktif paling sedikit. Kondisi ini hanya terjadi sekali dalam sejarah tiap bangsa. Agar jendela peluang termanfaatkan, angka ketergantungan penduduk maksimal adalah 44 persen. Artinya, ada 44  penduduk tidak produktif, baik anak-anak maupun orangtua, yang ditanggung 100 penduduk usia produktif berumur  15 tahun hingga 60 tahun. 
Menurut Julianto, untuk mencapai angka ketergantungan 44 persen, jumlah peserta KB minimal harus mencapai 65 persen dari pasangan usia subur yang ada pada tahun 2015. Sementara itu jumlah anak per pasangan usia subur juga harus ditekan hingga menjadi 2,1 persen anak pada 2014. Akan tetapi, target ini masih jauh dari kondisi yang ada. Angka ketergantungan pada 2010 masih mencapai 51,33 persen, turun 2,43 persen dibandingkan dengan tahun 2000. Provinsi yang memiliki angka ketergantungan 44 persen pada tahun 2000 ada lima provinsi, tetapi pada 2010 hanya tinggal satu provinsi, yaitu DKI Jakarta. Sebaliknya, laju pertumbuhan penduduk justru naik dari 1,45 persen pada tahun 2000 menjadi 1,49 persen pada 2010. Persentase kehamilan pada ibu berumur 15-49 tahun pun naik dari 3,9 persen pada 2007 menjadi 4,3 persen pada 2012. Jumlah pasangan usia subur yang ikut KB pada 2012 hanya 57,9 persen. Adapun masyarakat yang ingin ber-KB tetapi tidak terjangkau layanan KB hanya turun dari 9,1 persen pada 2007 ke 8,5 persen pada 2012.
Terbatasnya dana untuk program KB dan kependudukan menjadi penyebab utamanya. "BKKBN menargetkan angka ketergantungan 44 persen dapat dicapai pada 2020. Dengan demikian, jika hasilnya tidak tercapai, masih ada waktu perbaikan menuju 2030," tambahnya. Ketua Umum Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Nurdadi Saleh mengatakan, jika jumlah penduduk tak dikendalikan, persoalan fasilitas pendidikan dan fasilitas kesehatan yang berkualitas dan penyediaan lapangan kerja akan terus menjadi masalah. Karena itu, semua pihak harus mendorong kembali agar pelaksanaan KB di Indonesia bisa sukses kembali seperti pada dekade 1990-an.
Angka kenaikan yang cukup stagnan ini tentunya menjadi sebuah pertanyaan besar, sebenarnya apa yang menjadi permasalahan sehingga partisipasi masyarakat untuk ikut KB sangat minim. Kita sudah tahu permasalahan yang akan muncul ketika laju pertumbuhan penduduk tidak dapat dibendung, mulai dari masalah kemiskinan, SDM rendah dan lain sebagainya. Kalau kita lihat proses sosialisasi KB sendiri masih menemui banyak kendala, mulai dari masyarakat yang tidak atau kurang peduli dengan program tersebut sampai pada pelaksanaan program KB tersebut. Saat ini peran Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) masih minim dalam menjalankan tugasnya. Hal ini juga ada kaitannya dengan jumlah petugas yang hanya sedikit, sampai-sampai satu orang harus menghandle 3-4 desa dengan jumlah penduduk yang mencapai ratusan bahkan ribuan. Seharusnya ada peran dari masyarakat, missal Ibu-ibu PKK dalam mendukung terwujudnya program ini. Ada pula indikasi bahwa metode KB yang diterapkan saat ini kurang tepat, sehingga tidak berjalan maksimal. 
Untuk mengatasi permasalahan KB tersebut perlu peran dari semua lapisan kehidupan, baik pemerintah (dari pusat-kota) hingga masyarakat itu sendiri. Kepedulian akan tujuan bersama harus ditingkatkan. Perlu juga pelaksanaan KB yang aman dengan sosialisasi yang baik dari satu keluarga ke keluarga lain. Penyediaan tempat untuk informasi dan layanan KB yang baik. Pemberian reward and punishment juga perlu dijalankan dengan baik, agar peraturan yang ada tidak dilanggar dengan seenaknya saja. Akan tetapi yang paling penting adalah kesadaran masyarakat itu sendiri dalam melaksanakan program KB bagi dirinya, keluarga, serta masyarakat. Sebenarnya ada beberapa faktor yang dapat mendorong terlaksananya program KB dengan baik, diantaranya : faktor ideology, penyediaan alat kontrasepsi, faktor ekonomi, faktor lokasi sosialisasi program KB, dan faktor kebijakan negara. 
Kedua, kita akan berbicara terkait partisipasi masyarakat terhadap program KB sebagaimana mereka bertindak sebagai aktor pendukung. Aktor pendukung bisa berasal dari kalangan mahasiswa, akademisi, medis, sampai aparat pemrintah (kota sampai desa). Partisipasi mereka dalam meyerukan program KB demi menekan laju pertumbuhan penduduk serta masalah lain yang mungkin timbul masih belum maksimal. Seharusnya bekal pendidikan juga bisa dimaksimalkan untuk sosialisasi, demi partisipasi aktif berbagai elemen dalam mendukung pelaksanaan program Keluarga Berencana. Sedangkan peran yang perlu kita lakukan dalam mendukung peningkatan partisipasi masyarakat dalam program KB diantaranya ; Peran kita dalam mensosialisasikan program KB mulai dari keluarga sendiri, sampai tetangga kita. Memaksimalkan organisasi masyarakat seperti Karang Taruna dan PKK untuk mendukung sosialisasi KB di masyarakat dan terakhir kita perlu membangun jaringan kuat yang mampu berinergi mendukung program KB agar terlaksana dengan efektif dan efisien. 

K.  Faktor pendorong masyarakat menggunkan KB
KB merupakan salah satu sarana bagi setiap keluarga baru untuk merencanakan pembentukan keluarga ideal, keluarga kecil bahagia dan sejahtera lahir dan bathin. Melalui program KB diharapkan lahir manusia Indonesia yang berkualitas prima, yaitu manusia Indonesia yang memiliki kualitas diri antara lain beriman, cerdas, trampil, kreatif, mandiri, menguasai iptek, memiliki daya juang, bekerja keras, serta berorientasi ke depan. Karena itu KB seharusnya bukan hanya menjadi program pemerintah tetapi program dari setiap keluarga masyarakat Indonesia. Masyarakat memiliki kebebasan untuk memilih metode kontrasepsi yang diinginkan. Dari hasil wawancara terhadap 40 ibu-ibu di desa “X”, 10 orang di antara mereka memilih untuk menggunakan metode kontrasepsi sederhana tanpa alat dan 30 orang lainnya memilih untuk tidak menggunakan metode kontrasepsi ini. Responden memiliki alasan yang beragam mengenai keputusan untuk menggunakan atau tidak menggunakan metode kontrasepsi sederhana tanpa alat.
·         Faktor pendorong masyarakat menggunakan metode kontrasepsi sederhana tanpa alat
Masyarakat pengguna metode kontrasepsi sederhana tanpa alat memiliki alasan yang berbeda-beda mengenai hal yang mendorong mereka lebih memilih kontrasepsi tersebut. Adapun factor pendorong masyarakat memilih metode ini dengan alasan tidak perlu mengeluarkan biaya untuk alat kontrasepsi. Mereka bisa memanfaatkan keuangan untuk keperluan rumah tangga yang lain sehingga dapat menghemat pengeluaran. Serta dapat melibatkan suami dalam penggunaan kontrasepsi ini seperti pada senggama terputus dimana suami yang memegang peranan penting, sehingga tidak istri saja yang harus menggunakan kontrasepsi. Mereka juga beranggapan, dengan tidak menggunakan alat dapat terhindar dari efek merugikan bahan kimia yang terkandung di dalam alat kontrasepsi. Hal ini juga dapat menghindarkan diri dari kemungkinan alergi yang ditimbulkan oleh karena pemakaian alat kontrasepsi. Selain itu, alat kontrasepsi menurut mereka dapat menyebabkan sakit dalam pamakaiannya, seperti penggunaan KB suntik 3 bulan dimana akseptor akan mengalami sakit akibat tusukan jarum setiap 3 bulannya. Siklus menstruasi dapat menjadi tidak teratur serta berat badan akan naik pada umumnya, sehingga akan mengurangi daya tarik bagi suami mereka karena kenaikan berat badan yang bertahap. Oleh sebab itu, mereka lebih memilih untuk menggunakan metode kontrasepsi sederhana tanpa alat.
Berdasarkan hal tersebut telah dijelaskan bahwa untuk menggunakan keluarga berencana alamiah secara efektif, pasangan perlu memodifikasi prilaku seksual mereka. Pasangan harus mengamati tanda-tanda fertilitas wanita secara harian dan mencatatnya. Mengenal masa subur dan tidak melakukan aktifitas seksual pada masa subur jika tidak menginginkan kehamilan metode kontrasepsi sederhana tanpa alat tidak mempengaruhi siklus menstruasi wanita. Alasan responden yang beragam tersebut sesuai dengan kajian teori mengenai metode kontrasepsi sederhana tanpa alat. Dengan menggunakan metode ini, tidak menimbulkan efek samping bagi tubuh karena tidak memasukkan benda asing maupun bahan kimia lain. Dalam penggunaannya pun tidak tergantung dengan tenaga medis, sehingga dapat lebih ekonomis.
·         Faktor Pendorong tidak Menggunakan Metode Kontrasepsi Sederhana Tanpa Alat.
Sebagian besar responden di desa “X” tidak menggunakan metode kontrasepsi sederhana tanpa alat. Dari 40 responden, 30 orang memilih untuk tidak menggunakan metode KB tanpa alat. Mereka memiliki alasan yang beragam. Pada umumnya, mereka beralasan bahwa metode tersebut “ribet” karena perlu waktu dan latihan untuk dapat mengetahui secara tepat masa suburnya. Selain itu, penentuan masa subur ini tidak dapat dilakukan hanya berdasarkan pengamatan 1 siklus mentruasi saja, setidaknya perlu pengamatan selama 6 bulan untuk lebih amannya, sehingga dapat terhindar dari kehamilan yang tidak diinginkan. Selain itu bagi mereka yang mempunyai siklus haid yang tidak teratur akan sulit untuk menentukan sendiri kapan atau tidak berada pada masa subur. Keefektivan tergantung dari kemauan, pemahaman dan disiplin pasangan maupun akseptor sendiri. Oleh karena itu, mereka lebih memilih menggunakan KB dengan alat yang lebih efektif dan efisien. 
Dengan pemakaian yang berkala sehingga mereka tidak perlu ribet lagi untuk memikirkan cara berhubungan seksual setiap harinya untuk mencegah kehamilan atau mengatur jarak kehamilannya.Dan ada juga kerugiannya karena metode kontrasepsi sederhana tanpa alat memerlukan waktu pantang berkala yang relative lama, sehingga dapat mengurangi keharmonisan rumah tangga. Suami yang tidak dapat menahan keinginannya untuk melakukan hubungan suami istri, dapat melampiaskan keinginannya tersebut di luar rumah. Bagi pasangan yang salah satunya terinfeksi penyakit menular seksual (PMS), metode kontrasepsi sederhana tanpa alat ini dihindari. Pasalnya, metode ini tidak melindungi pihak yang tidak terinfeksi, seperti pada penggunaan kondom.

L.  Gambaran Program KB DI Indonesia
1. Gambaran Keberhasilan KB
Gotong royong. Itulah kunci keberhasilan pelaksanaan program keluarga berencana (KB) di Indonesia. Demikian disampaikan oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono dalam sambutannya pada sesi plenary London Summit on Family Planning, pada 11 Juli 2012. Menko Kesra memaparkan keberhasilan program KB di Indonesia, pelajaran yang dapat dipetik oleh negara-negara lain, khususnya sesama negara berkembang, negara anggota G20, dan kerja sama Selatan-Selatan, serta komitmen pemerintah Indonesia terhadap pelaksanaan program KB selanjutnya. Pendekatan gotong royong  inilah yang "dijual' atau dipromosikan oleh Menko Kesra ke berbagai negara peserta London Summit sebagai kunci sukses pelaksanaan program KB di Indonesia. Menko Kesra menjelaskan bahwa pelaksanaan KB di Indonesia dilaksanakan dengan dukungan dari berbagai pihak secara gotong royong.
Semua komponen, termasuk pemerintah, swasta, lembaga dan organisasi masyarakat, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan wartawan memberikan dukungan  dalam bentuk berbeda-beda. Wartawan mendukung program KB melalui penyebaran informasi kepada masyarakat melalui media massa sementara tokoh agama dan adat menyampaikan informasi program KB kepada masyarakat melalui pengajian, pertemuan adat, dan lain-lain. Program KB telah berkontribusi terhadap penurunan angka fertilitas di Indonesia dari 5,6 anak per wanita pada 1970-an menjadi 2,3 anak per wanita pada 2000-an (SDKI 2002-2003, 2007). Selama 30 tahun, program KB telah berhasil menghindari sebanyak 100 juta kelahiran. 
Menko Kesra memaparkan, “Ada empat langkah kunci dalam keberhasilan penurunan angka fertilitas tersebut, yakni partisipasi akar rumput untuk mencapai daerah pedesaan, komunikasi inovatif untuk mewujudkan norma keluarga kecil bahagia sejahtera (NKKBS), kemitraan pemerintah dan swasta, dan pergeseran fokus ke pelayanan berkualitas.” Langkah kunci keberhasilan KB di Indonesia yaitu :
·         Pertama, menggunakan partisipasi akar rumput untuk mencapai daerah pedesaan pada tahun 1970. Pada tahun tersebut pemerintah merekrut pekerja lapangan sebanyak 40.000 dan 100.000 sukarelawan untuk membawa masyarakat ke tempat pelayanan. Mereka berada di tingkat desa serta petugas dan kader itu datang mengunjungi rumah ke rumah untuk membahas metode keluarga berencana, memberikan konseling, dan membuat rujukan ke puskesmas.
·         Kedua, pemerintah meluncurkan sebuah program inovatif yang mendayagunakan dan mengoptimalkan semua jalur dan saluran komunikasi kampanye KB yang dirancang untuk membawa perubahan norma sosial dari norma banyak anak menjadi norma sedikit anak, yang disebut "norma keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera sehingga norma itu melembaga di masyarakat.
·         Ketiga menyadari bahwa pemerintah, dalam hal ini tempat-tempat pelayanan pemerintah tidak mungkin bisa memberikan pelayanan secara optimal akan pemenuhan pelayanan KB. Di sisi lain, ada potensi lain yang perlu digali, maka sekali lagi dilakukan gotong royong atau bermitra dengan pihak swasta.
·         Keempat, sejak pertengahan 1990-an, pola penggarapan KB tidak hanya terfokus pada kuantitas, tetapi juga sudah diarahkan ke kualitas layanan.
Selain itu terdapat juga lima faktor di balik keberhasilan KB di Indonesia, yaitu kemauan politik (political will) termasuk dukungan anggaran, pembentukan Badan Koordinasi dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada 1970 yang independen dari Departemen Kesehatan, pengelolaan program yang efektif dari tingkat nasional hingga akar rumput, data dan sistem pelaporan, dan kolaborasi berbagai pemangku kepentingan (stakeholder). Dalam sesi paralel London Summit on Family Planning Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Sugiri Syarief memaparkan tentang desentralisasi program KB di Indonesia, kepala BKKBN menjelaskan berbagai tantangan yang dihadapi pemerintah Indonesia dalam pelaksanaan program KB di era desentralisasi dan strategi yang dikembangkan untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut. 
London Summit on Family Planning diselenggarakan di London pada 11 Juli 2012 oleh Bill and Melinda Gates Foundation bekerja sama dengan pemerintah Inggris melalui Department for International Development. Pertemuan ini diadakan untuk meminta komitmen komunitas global (pemerintah, swasta, donor, dan masyarakat madani) untuk memperluas ketersediaan informasi, pelayanan, dan pasokan alat KB agar dapat menambah sebanyak 120 juta perempuan dan anak perempuan di negara-negara termiskin di dunia yang memakai alat kontrasepsi tanpa paksaan atau diskriminasi pada tahun 2020. Pertemuan ini mendukung hak dan alat bagi perempuan dan anak perempuan untuk dapat merencanakan hidup mereka sendiri, termasuk memutuskan, secara bebas dan untuk kepentingan mereka sendiri, apakah mereka akan punya anak, serta kapan dan berapa anak yang akan mereka miliki. Selain itu, pertemuan ini juga mendukung pelaksanaan dan dibangun dengan memanfaatkan momentum yang diciptakan oleh Strategi Global untuk Kesehatan Perempuan dan Anak (Global Strategy for Women’s and Children’s Health) – Setiap Perempuan, Setiap Anak (Every Woman, Every Child) – Sekretaris Jenderal PBB dan kemitraan pemerintah-swasta dan masyarakat madani yang inovatif melalui Koalisi Pasokan Kesehatan Reproduksi (Reproductive Health Supplies Coalition) dan kampanye Bergandeng Tangan (Hand to Hand) mereka, yang diluncurkan di Majelis Umum PBB pada September 2010. Pertemuan ini diikuti oleh berbagai negara, negara dan organisasi donor, LSM, dan organisasi pendukung. Ada 4 kepala negara dan 28 menteri yang hadir termasuk dari Indonesia.
Melalui London Summit on Family Planning diharapkan revitalisasi gerakan KB global dan komitmen berbagai pihak akan dapat menyelamatkan dan mengubah hidup jutaan perempuan dan anak perempuan di negara-negara termiskin di dunia. Kerja sama komunitas global akan dapat menyelamatkan hidup dan meningkatkan kesehatan, sosial, dan ekonomi keluarga, masyarakat, dan negara sekarang, juga generasi mendatang. (AT) 

M. Sasaran program KB
Sasaran program KB dibagi menjadi 2 yaitu sasaran langsung dan sasaran tidak langsung, tergantung dari tujuan yang ingin dicapai. Sasaran langsungnya adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang bertujuan untuk menurunkan tingkat kelahiran dengan cara penggunaan kontrasepsi secara berkelanjutan. Sedangkan sasaran tidak langsungnya adalah pelaksana dan pengelola KB, dengan tujuan menurunkan tingkat kelahiran melalui pendekatan kebijaksanaan kependudukan terpadu dalam rangka mencapai keluarga yang berkualitas, keluarga sejahtera. Ada beberapa sasaran keluarga berencana. Sasaran program keluarga berencana (KB) nasional lima tahun kedepan seperti tercantum dalam RPP JM 2004-2009 adalah sebagai berikut:
·         Menurunnya rata-rata laju pertumbuhan penduduk (LPP) secara nasional menjadi satu, 14% per-tahun.
·         Menurunkan angka kelahiran total FertililtyRate (TFR) menjadi 2,2 perperempuan.
·         Meningkatnya peserta KB Pria menjadi 4,5 %.
·         Meningkatnya pengguna metode Kontrasepsi yang efektif dan efisisen 
·         Meningkatnya partisipasi keluarga dalam pembinaan tumbuh kembang anak. 
·         Meningkatnya jumlah keluarga prasejahtera dan keluaga sejahtera 1 yang aktif dalam usaha ekonomi produktif. 
·         Meningkatnya jumlah institusi masyarakat dalam penyelenggraan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi
N. Pelaksanaan Program KB
Salah satu cara untuk mewujudkan keluarga yang sakinah adalah mengikuti program Keluarga Berencana (KB). KB secara prinsipil dapat diterima oleh Islam, bahkan KB dengan maksud menciptakan keluarga sejahtera yang berkualitas dan melahirkan keturunan yang tangguh sangat sejalan dengan tujuan syari`at Islam yaitu mewujudkan kemashlahatan bagi umatnya, KB merupakan salah satu upaya pemerintah yang dikoordinir oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB), dengan program untuk membangun keluarga-keluarga bahagia dan sejahtera serta menjadikan keluarga yang berkualitas. KB dapat dipahami juga sebagai suatu program nasional yang dijalankan pemerintah untuk mengurangi populasi penduduk, karena diasumsikan pertumbuhan populasi penduduk tidak seimbang dengan ketersediaan barang dan jasa. Pelaksanaan program tersebut salah satunya adalah dengan cara menganjurkan. setiap keluarga agar mengatur dan merencanakan kelahiran anak, dengan menggunakan alat kontrasepsi modern. Sebab, dengan mengatur kelahiran anak, keluarga biasanya akan lebih mudah menyeimbangkan antara keadaan dan kebutuhan, pendapatan dan pengeluaran. Dan pada akhirnya dapat lebih mudah membentuk sebuah keluarga bahagia dan sejahtera. Bila pertumbuhan penduduk dapat ditekan, maka  masalah yang dihadapi tidak seberat menghadapi pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali.
















2.2 PENDUDUK & KAITANNYA DENGAN PEMBANGUNAN EKONOMI
A. Perencanaan Pembangunan Ekonomi
Perencanaan pembangunan ekonomi merupakan sarana utama kearah tercapainya pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Dengan perencanaan pembangunan ekonomi suatu negara dapat menentukan serangkaian sasaran ekonomi secara kuantitatif dalam periode tertentu. Melalui perencanaan pembangunan suatu negara dapat memobilisasi sumber daya yang terbatas untuk memperoleh hasil yang optimal dengan lancar, progresif dan seimbang. Hal seperti ini tidak akan dicapai dengan menye-rahkan begitu saja pada mekanisme pasar seperti yang dipercayai kaum klasik.
Menyadari hal yang demikian, maka sejak Indonesia merdeka, pemerintah Indonesia telah menyusun perencanaan pembangunan ekonomi yang komprehensif dan parsial. Pada masa Soekarno menjadi Presiden telah dibuat perencanaan pembangunan ekonomi Indonesia yang dikenal dengan Pemba-ngunan Rakyat Semesta (Permesta) dan pada pemerintahan Soeharto telah disusun pula perencanaan pembangunan ekonomi Indonesia yang dikenal dengan Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA), mulai dari Repelita I hingga Repelita VI. Dalam melaksanakan REPELITA tersebut, mulai Pelita I hingga Pelita V, perencanaan pembangunan ekonomi Indonesia selalu mengacu pada konsep “Trilogi Pembangunan” yang meliputi:
1.      Stabilitas (ekonomi) nasional,
2.      Pertumbuhan ekonomi, dan
3.      Pemerataan hasil-hasil pembangunan.
Perkembangan tingkat pertumbuhan ekonomi di Indonesia selama Pembangunan Jangka Panjang Tahap I (1969-1994) cukup tinggi yaitu rata-rata 6,8 persen per tahun dan adanya peningkatan pendapatan per kapita masyarakat dari sebesar 70 US$ (1970) menjadi 1080 US$ pada tahun 1996 (World Bank 2005) merupakan dampak dari semakin rendahnya tingkat inflasi yang terjadi. Pada awal pembangunan PJP I, tingkat inflasi di Indonesia (1965) mencapai 650 persen. Dengan adanya kebijakan-kebijakan yang di ambil pemerintah Indonesia dari tahun ke tahun tingkat inflasi dapat ditekan hingga di bawah 5 persen. Keberhasilan menekan tingkat inflasi sedemikian rupa berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita rakyat Indonesia yang meningkat cukup signifikan.
Sejak dimulainya pembangunan Lima Tahun I (Pelita I) tahun 1969 hingga berakhirnya Pelita V (1994) atau selama Pembangunan Jangka Panjang Tahap Pertama (PJP I), pertumbuhan ekonomi Indonesia tergolong tinggi yaitu rata-rata 6,8 persen per tahun. Pendapatan per kapita telah pula meningkat dari 70 US$ pada tahun 1970 menjadi 950 US$ tahun 1990 dan meningkat lagi menjadi 1080 US$ pada tahun 1996. Ini berarti bahwa, selama Pembangunan Jangka Panjang Pertama pendapatan per kapita Indonesia telah meningkat sekitar 15 kali lipat dibandingkan dengan pendapatan per kapita pada tahun 1970. Dilihat dari pendapatan per kapita ini, maka pembangunan yang telah dilaksanakan di Indonesia selama PJP I ini dapat dikatakan berhasil dan sukses.
Perkembangan tingkat pertumbuhan ekonomi di Indonesia selama Pembangunan Jangka Panjang Tahap I (1969-1994) yang cukup tinggi yaitu rata-rata 6,8 persen per tahun dan adanya peningkatan pendapatan per kapita masyarakat dari sebesar 70 US$ menjadi di atas 1000 US$ merupakan dampak dari semakin rendahnya tingkat inflasi yang terjadi. Pada awal pem-bangunan PJP I, tingkat inflasi di Indonesia (1965) mencapai 650 persen. Dengan adanya kebijakan-kebijakan yang di ambil pemerintah Indonesia dari tahun ke tahun tingkat inflasi dapat ditekan hingga di bawah 5 persen.

B. Peran Penduduk dalam Pembangunan Ekonomi
         Kapasitas yang rendah dari negara sedang berkembang untuk meningkatkan output totalnya harus diimbangi dengan penurunan tingkat perkembangan penduduk, sehingga penghasilan rill per kapita akan dapat meningkat. Dengan kapasitas yang rendah untuk menaikkan output totalnya dan tanpa diimbangi dengan turunnya tingkat perkembangan penduduk, maka akan terjadi penundaan pembangunan ekonomi.
         Ada 4 aspek penduduk yang perlu diperhatikan di negara-negara sedang berkembang, yaitu:
   Tingkat perkembangan penduduk yang relative tinggi
         Penduduk memiliki dua peranan dalam pembangunan ekonomi, satu dari segi permintaan dan yang lain dari segi penawaran. Dari segi permintaan penduduk bertindak sebagai produsen. Oleh karena itu perkembangan penduduk yang cepat tidaklah selalu merupakan penghambat bagi jalannya pembangunan ekonomi jika penduduk penduduk ini mempunyai kapasitas yang tinggi untuk menghasilkan dan menyerap hasil produksi yang dihasilkan. Ini berarti tingkat pertambahan penduduk yang tinggi disertai dengan tingkat penghasilan yang tinggi pula. Jadi pertambahan penduduk dengan tingkat penghasilan yang rendah tidak ada gunanya bagi pembangunan ekonomi.
         Tidak ada suatu keragu-raguan terhadap sejarah di negara-negara yang sudah maju bahwa pertambahan penduduk yang pesat justru menyumbang terhadap kenaikan penghasilan rill per kapita. Ini disebabkan karena negara-negara yang sudah maju tersebut telah siap dengan tabunagn yang akan melayani kebutuhan investasi. Tambahan penduduk justru akan menambah potensi masyarakat untuk enghasilkan dan juga sebagai sumber permintaan yang baru. Keadaan ini dapat kita hubungkan dengan teori dari Professor A.Hansen mengenai stagnasi secular (secularSagnation), yang megatakan bahwa bertambahnya jumlah penduduk justru akan menciptakan/memperbesar permintaan agregatif, terutama investasi. Para pengikut Keynes tidak melihat tambahan penduduk sekadar sebagai tambahan penduduk saja, tetapi juga melihat adanya suatu kenaikan dalam daya beli (purchasing power). Di samping itu para pengikut Keynes juga menganggap tenaga kerja ini akan selalu mengiringi kenaikan jumlah penduduk.
         Kalau seandainya terjadi penurunan jumlah penduduk, maka akan terjadi pula penurunan dalam rangsangan untuk mengadakan investasi dan permintaan agregatif juga akan turun. Jika perkembangan penduduk tertunda maka akumulasi capital juga akan menjadi lesu karena beberapa alasan, yaitu wiraswasta akan mengira bahwa pasar menjadi semakin sempit. Sedangkan karena tingkat keuntungan merupakan fungsi dari luasnya pasar, maka investasi yang tergantung pada tingkat keuntungan, akan menjadi berbahaya dan akibatnya akan menurun. Disamping alas an itu pertambahan penduduk juga mendorong adanya perluasan investasi karena adanya kebutuhan perumahan yang semakin besar dan juga kebutuhan-kebutuhan yang bersifat umum seperti jalan raya, fasilitas pengangkutan umum, persediaan air minum, kesehatan dan sebagainya Kebutuhan akan capital dalam bidang ini relative lebih besar daripada bidang-bidang lain sehingga penurunan tingkat perkembangan penduduk akan mengakibatkan turunnya akumulasi kapital.
         Bagi negara-negara yang sedang berkembang keadaannya sama sekali terbalik, yaitu bahwa perkembangan penduduk yang cepat jusru akan menghambat ekonomi. Kaum klasik seperti adam Smith, David Ricardo dan Thomas Robert Malthus berpendapat bahwa selalu aka nada perlombaan antara tingkat perkembangan output dengan tingkat perkembangan penduduk, yang akhirnya akan dimenangkan oleh perkembangan penduduk. Jadi karena penduduk juga berfungsi sebagai tenaga kerja, maka paling tidak akan terdapat kesulitan dalam lapangan penyediaan pekerjaan. Kalau penduduk itu dapat memperoleh pekerjaan, maka hal itu dapat meningkatkan kesejahteraan bangsanya. Tetapi kalau mereka tidak dapat memperoleh pekerjaan, yang berarti mereka itu menganggur, maka justru akan menekan standar hidup bangsanya menjadi lebih rendah.
         Oleh karena itu penduduk yang selalu berkembang menuntut adanya perkembangan ekonomi yang terus menerus pula. Semua ini memerlukan lebih banyak investasi yang biasanya berasal dari tabungan. Tabungan ini pada umumnya tersedia di negara-negara yang sudah maju. Bagi negara-negara sedang berkembang, perkembangan penduduk justru merupakan perintang perkembangan ekonomi, karena negara-negara ini sedikit sekali memiliki kapital. Usaha-usaha untuk mengadakan tabungan dirasa sangat susah dan memerlukan banyak pengorbanan.
   Struktur Umur yang Tidak Favorable
         Negara-negara sedang berkembang memiliki tingkat kelahiran yang tinggi dan tingkat kematian yang rendah. Hal ini mengakibatkan adanya segolongan besar penduduk usia muda lebih besar proporsinya daripada golongan pendududk usia dewasa. Keadaan penduduk yang seperti ini disebut sebagai penduduk yang berciri “expansive”.
         Umumnya negara sedang berkembang memiliki angka beban tanggungan yang tinggi karena besarnya jumlah penduduk usia muda. Proposi yang besar dari penduduk usia muda ini tidak menguntungkan bagi pembangunan ekonomi, karena:
1.      Penduduk golongan muda usia, cenderung untuk memperkecil angka penghasilan perkapita dan mereka semua merupakan konsumen dan bukan produsen dalam perekonomian tersebut.
2.      Adanya golongan penduduk usia muda yang besa jumlahnya disuatu Negara akan mengakibatkan lebih banyak alokasi factor-faktor produksi kearah “investasi-investasi sosial” dan bukan ke “investasi-investasi kapital”. Oleh karena itu paling tidak ia akan menunda perkembangan ekonomi.
   Distribusi Penduduk yang Tidak Seimbang
         Tingakat urbanisasi yang tinggi pada umumnya telah dihubungkan dengan daerah-daerah yang secara ekonomis telah maju dan bersifat industri. Urbanisasi ini mempunyai pengaruh dan akibat-akibat yang berbeda dinegara-negara yamg sudah maju bila dibandingkan dinegara-negara yang sedang berkembang. Dinegara-negara maju hanya sebagian kecil penduduk disektor pertanian.Urbanisasi biasanya terjadi karena adanya tingkat upah yang lebih menarik disektor industri (dikota) dari pada tingkat upah didesa (sector pertanian).                                                                            
         Untuk negara sedang berkembang, hal ini dapat mengakibatkan adanya ketidakseimbangan perkembangan ekonomi antara sektor pertanian dan sektor industri, yaitu bila urbanisasi terus terjadi sampai kekurangan tenaga kerja muncul sebagai masalah di sector pertanian. Dengan demikian maka sector pertanian tidak cukup dapat menyediakan barang-barang ataupun jasa-jasa yang dibutuhkan oleh sector industri. Akibatnya perkembangan akan tergantung dari sektor  perdagangan internasional. Keingainan untuk mencapai perkembangan yang seimbang antara kedua sector itu juga merupakan masalah yang tidak mudah diatasi, karena adanya keharusan dalam membagi jumlah tabungan yang terbatas, diantara investasi social dan investasi kapital yang produktif.
         Untuk Indonesia misalnya terdapat pula masalh distribusi kepadatan penduduk, yang lebih bersifat masalh distribusi kepadatan secara regional daripada antara sektor kota dan desa. Sebenarnya masalah kepadatan penduduk di Indonesia terbatas kepada masalah di Pulau Jawa yang kira-kira berjumlah 70% dari seluruh penduduk Indonesia. Pulau-pulau sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian (Papua) adalah pulau-pulau yang jauh lebih besar daripada pulau Jawa, tetapi mempunyai tingkat kepadatan penduduk yang jauh lebih rendah disbanding dengan di Pulau Jawa. Sebagai akibat dari pembedaan kepadatan penduduk itu, maka beberapa daerah mengalami kekurangan tenaga kerja dan juga industry, sedangkan Pulau Jawa memiliki jumlah industri yang lebih banyak dan tenaga kerja yang berlimpah-limpah. Ketidakseimbangan distribusi penduduk baik antara desa daerah yang kurang berkembang juga akan menghambat jalannya pembangunan ekonomi karena pembangunan ekonomi memerlukan mobilitas tenaga kerja yang lebih rendah, yang didapati di negara-negara atau daerah-daerah yang mempunyai dsitribusi penduduk yang lebih merata.
   Kualitas Tenaga kerja yang Rendah
         Rendahnya kualitas penduduk juga merupakan penghalang pembangunan ekonomi suatu Negara. Ini disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan tenaga kerja. Untuk adanya perkembangan ekonomi, terutama industri jelas sekali dibutuhkan lebih banyak tenaga kerja yang mempunyai skill atau paling tidak dapat membaca dan menulis.Dengan kata lain pendidikan merupakan faktor penting bagi berhasilnya pembangunan ekonomi.Bahkan menurut Schumacer pendidikan merupakan sumber daya yang terbesar manfaatnya disbanding faktor-faktor produksi lain.

C.     Ledakan Penduduk (Population Explosion)
         Dari banyak penelitian kita mengetahui bahwa faktor utama yang menentukan perkembangan penduduk adalah tingkat kematian,tingkat kelahiran,dan tingkat perpindahan penduduk (migrasi). Dua faktor yang pertama sangat besar peranannya dalam mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk. Disamping itu jumlah penduduk yang besar secara absolut akan bertambah lebih cepat daripada jumlah penduduk yang kecil, walaupun laju pertumbuhannya sama. Dari pengalaman yang ada, laju pertumbuhan penduduk selalu meningkat bagi dunia secara keseluruhan sampai awal abad ke-20. Kemudian dapat diperkirakan lamanya waktu yang dibutuhkan bagi suatu jumlah penduduk untuk menjadi dua kali lipat (doubling time) apabila kita mengetahui tingginya  laju pertumbuhan.
   Tingkat Kematian (Death Rate)
      Ada 4 faktor yang menyumbang terhadap penurunan angka kematian pada umumnya:
a.       Adanya kenaikan standar hidup sebagai akibat kemajuan teknologi dan meningkatnya produktivitas tenaga kerja serta tercapainya perdamaian dunia yang cukup lama.
b.      Adanya perbaikan pemeliharaan kesehatan umum (kesehatan masyarakat), maupun kesehatan individu.Dalam abad ke-19 ini telah banyak usaha yang ditunjukkan untuk memperbaiki mutu bahan makanan dan air minum serta adanya peningkatan dalam kebersihan individu, yang selama ini mendorong terhindarkannya hampir segala macam penyakit.
c.       Adanya kemajuan dalam bidang ilmu kedokteran serta diperkenalkannya lembaga-lembaga kesehatan umum yang modern, world health organization(WHO) sehingga dapat mengurangi jumlah orang yang terserang penyakit.
d.      Meningkatnya penghasilan riil perkapita, sehingga orang mampu membiayai hidupnya dan bebas dari kelaparan dan penyakit,dan selanjutnya dapat hidup dengan sehat.
   Tingkat Kelahiran (Birth Rate)
         Dinegara-negara industry pertumbuhan penduduk berlsngsung terus disamping adanya penurunan tingkat kelahiran, misalnya di Perancis,Amerika Serikat dan Inggris, tingkat kelahiran terus menurun sejak abad ke 19 sampai awal abad ini. Hanya setelah perang dunia ke- II, tingkat kelahiran meningkat dan mempercepat tingkat pertambahan penduduk.Tingkat kelahiran lebih dihubungkan dengan perkembangan ekonomi melalui pola-pola kebudayaan seperti: umur perkawinan, status wanitanya, kedudukan antara rural dan urban serta sifat-sifat dari system famili yang ada.
         Walaupun program keluarga berencana sudah lama diperaktekkan dinegara-negara sedang berkembang(Indonesia,India,Filipina dan sebagainya), namun tingkat kelahiran masih dikatakan tinggi disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan masih primitifnya struktur social dan kebudayaan. Dinegara-negara yang sudah maju, terutama dinegara-negara, penurunan tingkat kematian sungguh-sungguh telah diikuti oleh suatu penurunan tingkat kelahiran pula. Oleh karena itu ada seorang profesor, yaitu E.E Hagen, menganggap bahwa tingkat kelahiran itu ditentukan oleh tingginya tingkat kematian. Keadaan tersebut berbeda dengan keadaan dinegara-negara sedang berkembang,dimana turunnya tingkat kelahiran belum tampak,bahkan dibeberapa Negara tingkat kelahiran masih menunjukkan gejala-gejala yang meningkat sampai awal 1970-an.
   Migrasi
         Migrasi mempunyai peranan juga dalam menentukan tingkat pertumbuhan penduduk.Oleh karena itu tingkat pertumbuhan penduduk tidak dapat di perhitungkan hanya  dari tingkat  kelahiran dan tingkat kematian saja. Bagi negara sedang berkembang migrasi  tidaklah berarti dalam peningkatan jumlah penduduk ataupun dalam penguranagan jumlah penduduk.Perpindahan penduduk ke luar negeri dari negara-negara sedang berkembang tidaklah mungkin dapat terlaksana  lagi guna mengurangi kepadatan penduduknya.
         Hal ini di sebabkan banyak negara seperti Australia,Rhodesia dan Suriname tidak bersedia menerima perpindahan penduduk dari negara – negara sedang berkembang yang padat penduduknya, dengan alasan kesuliatan – kesulitan  integrasi sosial dan rendahnya tingkat skill di negara- negara yang mengalami tekanan penduduk tersebut.
         Akibatnya dengan penurunan tingkat kematian yang cepat dan tepat tingginya tingkat kelahiran dan kurang efektifnya migrasi, maka pertumbuhan penduduk akan tampak sangat cepat dan mengakibatkan terjadinya ledakan penduduk di negara-negara sedang berkembang.

D. Keterkaitan Masalah Kependudukan dengan Pembangunan Ekonomi
Masalah kependudukan erat kaitannya dengan pembangunan ekonomi. Selain menyangkut produk nasional riel dan produk per kapita riel, juga terjadi perubahan- perubahan institutional dan perubahan-perubahan struktural ekonomi masyarakat. Hal ini tercermin dari perubahan atau pergeseran peranan sumbangan sektor- sektor ekonomi dalam produk dan pendapatan nasional.
Masalah kepadatan penduduk, kecepatan perkembangannya, penyebarannya yang tidak merata, produktivitas rata- rata yang relative rendah, pengangguran dan masalah underitilized dari angkatan kerja tersebut, telah lama menjadi pusat perhatian dan merupakan bagian dari sasaran perbaikan dalam strategi pembangunan Indonesia. Dengan demikian perlu disadari, bahwa pemecahan untuk masalah- masalah tersebut meliputi aspek- aspek perluasan pendidikan dan peningkatan keterampilan, pembinaan dan pengembangan kewiraswastaan yang memungkinkan tumbuhnya self creating jobs ataupun self employment, di samping peningkatan dan perluasan investasi yang lebih berorientasi kepada kegiatan- kegiatan yang padat karya dan program-program konvensional lain seperti keluarga berencana dan transmigrasi.
Pertumbuhan penduduk di kebanyakan negara yang ekonominya tengah berkembang adalah akibat tingkat kelahiran yang tinggi dibarengi oleh tingkat kematian yang menurun. Tingkat kelahiran yang tinggi ini dalam banyak hal menyebabkan bahwa pola usia penduduk cenderung pada usia anak- anak, sehingga penduduk yang dewasa dan menduduki yang secara ekonomis adalah usia paling produktif, berkurang secara proposional. Tingkat kematian menurun terutama pada lapisan penduduk berusia rendah, seperti bayi dan anak- anak, sehingga proposi anak meningkat. Struktur penduduk dengan pola usia dan burden of dependency seperti ini pada umumnya tidak menumbuhkan semangat pembangunan.
Penyebab utama perbedaan laju pertumbuhan penduduk antara Negara-negara maju dan Negara-negara berkembang bertumpu pada perbedaan tingkat kelahiran. Kesenjangan tingkat kematian antara Negara-negara maju dan berkembang semakin lama semakin kecil. Penyebab utamanya adalah membaiknya kondisi kesehatan di seluruh Negara-negara dunia ketiga. Bagi kebanyakan Negara berkembang, tingkat kematian bayi telah mengalami penurunan besar selama beberapa decade terakhir sehingga harapan hidup menjadi lebih lama.

E. Hal yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan Penduduk dan Angkatan Kerja
Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja (yang terjadi beberapa tahun kemudian setelah pertumbuhan pendududuk) secara tradisional dianggap sebagai salah satu factor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah jumlah tenaga produktif, sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti meningkatkan ukuran pasar domesticnya. Meskipun demikian, kita masih mempertanyakan apakah begitu cepatnya pertumbuhan penawaran angkatan kerja di Negara-negara berkembang (sehingga banyak diantara mereka yang mengalami kelebihan tenaga kerja) benar- benar akan memberikan dampak positif, atau justru negatif, terhadap pembangunan ekonominya. Sebenarnya, hal tersebut (positif atau negativenya pertambahan penduduk bagi upaya pembangunan ekonomi) sepenuhnya tergantung pada kemampuan sistem perekonimian yang bersangkutan untuk menyerap dan secara produktif memanfaatkan tambahan tenaga kerja tersebut. Adapun kemampuan itu sendiri lebih lanjut dipengaruhi oleh tingkat jenis akumulasi modal dan tersedianya input atau factor-faktor penunjang, seperti kecakapan manajerial dan administrasi.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
·         Kebijakan Kependudukan adalah kebijakan yang ditujukan untuk mempengaruhi besar, komposisi, distribusi dan tingkat perkembangan penduduk
·         Kebijakan kependudukan dapat dilakukan melalui tiga komponen perkembangan penduduk yaitu :
1)      kelahiran (fertilitas)
2)      kematian (mortalitas)
3)      perpindahan penduduk (migrasi).
·         Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara dan pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu negara
·         Pertumbuhan penduduk mempengaruhi stabilitas, baik stabilitas politik maupun sosial, berkat pengaruhnya kepada pencapaian keseimbangan di dalam negeri dan peningkatan jumlah penduduk sebagai sumber kekuasaan politik dan militer

3.2 Saran                                                
Manusia dikenal sebagai makhluk hidup yang berakal sehat dan pandai di dalam mengelola berbagai sumber daya. Telah hadir berbagai teknologi yang digunakan untuk berbagai kegiatan yang dilakukan oleh setiap individu. Sayangnya, pengembangan teknologi seringkali berjalan ke arah yang berlawanan dengan keiinginan untuk melestarikan lingkungan hidup. Oleh karena itu, harapan kelompok kepada pembaca setelah mempelajari makalah ini, hendaklah mengerti dan memahami langkah-langkah apa saja yang perlu dilakukan untuk pengelolaan lingkungan hidup, agar tetap lestari serta dapat memberikan kebijakan yang baik mengenai kependudukan ini.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar