BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk
terbanyak di dunia. Ledakan penduduk ini terjadi karena laju pertumbuhan
penduduk yang sangat tinggi. Kondisi ini jelas menimbulkan dua sisi yang
berbeda. Disatu sisi kondisi tersebut bisa menjadi salah satu kekuatan yang
besar untuk Indonesia. Tetapi di satu sisi kondisi tersebut menyebabkan beban
negara menjadi semakin besar. Selain menjadi beban negara juga menimbulkan
permasalahan lain. Banyaknya jumlah penduduk yang tidak disertai dengan
ketersediaan lapangan pekerjaan yang mampu menampung seluruh angkatan kerja
bisa menimbulkan pengangguran, kriminalitas, yang bersinggungan pula dengan
rusaknya moralitas masyarakat.
Karena berhubungan dengan tinggi rendahnya beban negara
untuk memberikan penghidupan yang layak kepada setiap warga negaranya, maka
pemerintah memberikan serangkaian usaha untuk menekan laju pertumbuhan penduduk
agar tidak terjadi ledakan penduduk yang lebih besar. Salah satu cara yang
dilakukan oleh pemerintah adalah dengan menggalakkan program KB (Keluarga
Berencana). Program KB pertama kali dilaksanakan pada masa pemerintahan
Soeharto yaitu saat Orde Baru. Melalui KB masyarakat diharuskan untuk membatasi
jumlah kelahiran anak, yaitu setiap keluarga memiliki maksimal dua anak. Tidak
tanggung-tanggung, KB diberlakukan kepada seluruh lapisan masyarakat, dari
lapisan bawah hingga lapisan atas dalam masyarakat. Oleh sebab itu makalah ini
disusun untuk mengetahui seluk beluk mengenai penyelenggaraan KB di Indonesia,
mulai dari sejarah, proses pelaksanaan, kelebihan dan kekurangan dari KB, serta
dampak positif maupun dampak negatf dari pelaksanaan KB.
Mengingat keadaan
penduduk Indonesia yang besar jumlahnya dengan tingkat pertumbuhan yang relatif
tinggi, maka sejak Repelita I telah dirintis usaha-usaha untuk mengendalikan
tingkat pertumbuhan penduduk terutama melalui pengendalian tingkat kelahiran. Di
samping itu telah diusahakan penurunan tingkat kematian,
persebaran penduduk yang lebih serasi dan merata serta peningkatan kualitas
manusia dan masyarakat.
Usaha-usaha pembangunan di bidang kependudukan selama
empat Repelita yang lain telah memberikan hasil-hasil yang menggembirakan.
Namun demikian dalam Repelita V berbagai masalah kependudukan masih perlu
ditanggulangi agar hasil pembangunan makin dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat.
Masalah-masalah ini meliputi penyediaan berbagai kebutuhan pokok bagi jumlah
penduduk yang terus bertambah seperti penyediaan pangan, pendidikan, kesehatan,
perumahan, dan lapangan kerja serta masalah pembangunan yang diakibatkan oleh
persebaran penduduk antar daerah yang kurang optimal baik antara desa dan kota
maupun antara berbagai pulau di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
- · Jelaskan tentang KEBIJAKSANAAN KEPENDUDUKAN &KELUARGA BERENCANA
- · Jelaskan tentang PENDUDUK &KAITANNYA DENGAN PEMBANGUNAN EKONOMI
1.1 Manfaat Penyusunan Makalah
- Menjelaskan tentang KEBIJAKSANAAN KEPENDUDUKAN & KELUARGA BERENCANA
- Menjelaskan tentang PENDUDUK & KAITANNYA DENGAN PEMBANGUNAN EKONOMI
- Untuk melatih diri penyusun selaku mahasiswa dalam mempelajari dan menyusun sebuah makalah tentang dasar kependudukan
- Sebagai bahan pembelajaran bagi penyusun makalah dan pembaca.
BAB
II
ISI
2.1
KEBIJAKSANAAN KEPENDUDUKAN & KELUARGA
BERENCANA
A. Pengertian Kebijakan Kependudukan
Kebijakan Kependudukan adalah kebijakan yang ditujukan untuk
mempengaruhi besar, komposisi, distribusi dan tingkat perkembangan penduduk.
sedangkan DR. Elibu Bergman (Harvard university) Mendefinisikan kebijakan
penduduk sebagai tindakan-tindakan pemerintah untuk mencapai suatu tujuan
dimana didalamnya termasuk pengaruh dan karakteristik penduduk. Secara
umum kebijakan penduduk harus ditujukan untuk:
1) Melindungi kepentingan dan
mengembangkan kesejahteraan penduduk itu sendiri terutama generasi yang akan
datang.
2) Memberikan kemungkinan bagi
tiap-tiap orang untuk memperoleh kebebasan yang lebih besar, guna menentukan
apa yang terbaik bagi kesejahteraan diri, keluarga dan anaknya.
3) Kebijakan harus diarahkan untuk
meningkatkan kualitas hidup penduduk itu sendiri. Pemecahan masalah
kependudukan dengan pengendalian kelahiran saja tidak menjamin bahwa hasilnya
secara otomatis akan meningkatkan kualitas hidup penduduk yang bersangkutan
atau generasi yang akan datang.
Pada tahun 1965 PBB mempunyai kebijakan kependudukan
yang jelas dan menjadi dasar bagi tindakan-tindakan yang nyata, walaupun badan
yang bernama “The Population Commission” dengan resmi sudah dapat disahkan pada
tanggal 3 oktober 1946.
B. Menyikapi Kebijakan Kependudukan di
Indonesia
AKTIVIS Sita Aripurnami menggunakan kutipan Zillah
Eisenstein, The Color of Gender (1994) ini pada baris pertama tesis
berjudul Reproductive Rights Between Control and Resistence: A Reflection on
the Discourse of Population Policy in Indonesia, yang diajukan untuk
mendapatkan Master of Science pada The Gender Institute, London School of
Economics (LSE) London, Inggris. Sungguh kutipan yang tepat untuk menganalisis
politik reduksionis dalam kebijakan kependudukan di Indonesia, yakni bagaimana
kebijakan kependudukan direduksi menjadi kebijakan keluarga berencana;
kebijakan berencana direduksi menjadi kebijakan kontrasepsi; kebijakan
kontrasepsi direduksi lagi menjadi hanya kontrasepsi bagi perempuan. Dari 20
jenis kontrasepsi yang beredar, 90 persen di antaranya ditujukan untuk
perempuan.
Bank Dunia pernah menyebut Indonesia sebagai "salah
satu transisi demografis paling mengesankan di negara sedang berkembang".
Pada masa itu tingkat fertilitas turun dari 5,5 menjadi tiga per kelahiran,
sementara tingkat kelahiran kasar turun dari 43 menjadi 28 per 1.000 kelahiran
hidup. Tahun 1970, pertumbuhan penduduk turun dari sekitar 3,5 persen menjadi 2,7
persen dan turun lagi menjadi 1,6 persen pada tahun 1991. Banyak negara
berkembang kemudian belajar implementasi program KB di Indonesia. Tetapi,
hampir bisa dipastikan, dalam "transfer pengetahuan" itu tidak
disebut metode yang membuat program itu sukses; yakni koersi (pemaksaan dengan
ancaman) terhadap perempuan, khususnya dari kelompok masyarakat kelas bawah,
terutama saat awal program diperkenalkan.
DI bawah panji-panji Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera
(NKKBS), program pengendalian penduduk (baca: KB dengan alat kontrasepsi)
dilancarkan. Seperti halnya di negara berkembang lain awal tahun 1970-an,
pemerintah Orde Baru meyakini KB sebagai strategi ampuh mengejar ketertinggalan
pembangunan. Ajaran Malthusian mengasumsikan, dengan jumlah penduduk terkendali
rakyat lebih makmur dan sejahtera. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi-yang
merupakan pereduksian makna "pembangunan"-tinggi guna mencapai
kemakmuran, di antara syaratnya adalah "zero growth" di bidang
kependudukan. Hubungan antara pengendalian jumlah penduduk dan pembangunan
ekonomi menjadi semacam kebenaran, sehingga tidak lagi memerlukan pembuktian.
Dalam Konferensi Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) di Cairo, Mesir, 1994,
lembaga swadaya masyarakat (LSM) mengungkapkan, kebijakan kependudukan yang reduksionis
ini dikonstruksi sistematis melalui lembaga internasional. Pertumbuhan penduduk
menjadi prakondisi bantuan pembangunan.
Di Indonesia, seperti pernah dikemukakan aktivis kesehatan
reproduksi Ninuk Widyantoro, para petugas medis hanya diajari cara memasang
susuk (nama lain dari Norplant), tetapi tidak cara mengeluarkannya. Pendarahan
dan efek samping lain pemasangan kontrasepsi di tubuh perempuan sering dianggap
tidak soal. Secara ironis pula, perencanaan program sebagian besar dilakukan
laki-laki. Angka keberhasilan KB dijadikan salah satu komponen keberhasilan
pembangunan, sehingga cara apa saja digunakan untuk mencapai "angka
keberhasilan" itu. Manusia, khususnya perempuan, telah berubah maknanya
menjadi hanya angka dan target. Caranya, tak jarang menggunakan pemaksaan dan
ancaman aparat. Penelitian Sita Aripurnami dan Wardah Hafidz awal tahun 1990-an
memperlihatkan, hal itu terjadi pada pemasangan IUD di desa-desa. Rezim Orde
Baru, seperti halnya rezim pembangunanisme di mana pun, memperlakukan perempuan
sebagai pihak yang bertanggung jawab atas peledakan jumlah penduduk. Dengan
demikian, mereka harus dikontrol ketat. Sosiolog Ariel Heryanto pernah
menyatakan, program KB telah membuat alat reproduksi perempuan seperti milik
sah negara yang bisa digunakan para birokrat korup untuk mendapatkan
utang. Pelajaran masa lalu ini amat berharga, karena pelanggaran hak
asasi manusia (HAM) di Indonesia salah satunya disebabkan persoalan KB. Ke
depan, kebijakan kependudukan harus dikembalikan pada hakikatnya semula dengan
menempatkan kesehatan reproduksi perempuan sebagai landasan. Itu berarti,
perempuan mempunyai hak mengontrol tubuhnya untuk bebas dari paksaan,
kekerasan,serta diskriminasi pihak mana pun. Akses pada pelayanan kesehatan
reproduksi harus dibuka untuk siapa pun. Proses demokrasi harus dimulai dari
persoalan ini.
C. Konperensi Kependudukan Dunia
Konperensi kependudukan dunia dilaksanakan oleh PBB tahun
1954 di Roma. Kehati-hatian mewarnai penyebutan masalah kepadatan penduduk.
Pro-kontra terjadi tentang adanya masalah kepadatan penduduk.
Tahun 1954-1965 laporan-laporan tentang tekanan-tekanan yang
disebabkan oleh kepadatan penduduk dalam kehidupan politik, ekonomi dan sosial
dalam bentuk angka-angka stastistik membuka mata dunia akan adanya masalah
kependudukan. Hal ini tercermin dalam konperensi kependudukan dunia ke-2 yang
dilaksanakan oleh PBB di Beograd tahun 1965. Sejak konperensi ini masalah
kependudukan dinyatakan sebagai masalah dunia yang harus segera ditangani.
Pada hari HAM 1968, dicetuskan Deklarasi pemimpin-pemimpin
dunia tantang kependudukan. Deklarasi itu diterima sebagai resolusi XVII dalam
konperensi tentang HAM di Teheran pada tanggal 12 Mei 1968. Presiden Indonesia
merupakan salah seorang dari 30 orang kepala negara yang turut
menendatanganinya.
Pertumbuhan penduduk yang terlalu cepat sangat merintangi
taraf hidup, kemajuan, peningkatan kesehatan dan sanitasi, pengadaan perumahan
dan alat-alat pengangkutan, peningkatan kebudayaan, kesempatan rekreasi dan
untuk banyak nagara merintangi pemberian pangan yang cukup kepada rakyat.
Ringkasnya cita-cita manusia seluruh dunia untuk memperoleh kehidupan yang
lebih baik diganggu dan dibahayakan oleh pertumbuhan penduduk yang tak
dikendalikan itu.
Pernyataan
Bersama PBB mengenai kependudukan oleh Sekjen PBB U Than 10 Desember 1966
adalah: “Kami para pemimpin Negara-negara yang sangat memperhatikan masalah
kependudukan sependapat bahwa:
a.
Masalah kependudukan perlu menjadi
unsur utama dalam rencana pembangunan jangka panjang bila negara itu
ingin mencapai tujuan ekonomi yang dicita-citakan oleh rakyat.
b. Sebagian orang dari para orang tua
ingin memperoleh pengetahuan tentang cara-cara merencanakan keluarga dan adalah
hak tiap-tiap manusia untuk menentukan jumlah dan menjarangkan kelahiran
anaknya.
c.
Perdamaian yang sesungguhnya dan
kekal sangat bergantung pada cara kita menanggulangi pertumbuhan penduduk.
d. Tujuan Keluarga Berencana adalah
untuk memperkaya kehidupan umat manusia bukan untuk mengekangnya; bahwa dengan
keluarga berencana tiap-tiap orang akan memperoleh kesempatan yang lebih baik
untuk mencapai kemuliaan hidup dan mengembangkan bakatnya.
e.
Sadar bahwa gerakan keluarga
berencana adalah untuk kepentingan keluarga dan negara maka kami para penandatanganan
sangat berharap pemimpin-pemimpin seluruh dunia menyepakati pernyataan itu.
Deklarasi kependudukan tersebut, merupakan pangkal tolak
dari dilaksanakan program kependudukan atas dasar kebijakan kependudukan tiap
Negara. Sekarang sebagian besar dari negara-negara anggota PBB telah memiliki
kebijakan kependudukan termasuk Indonesia. Dalam menentukan suatu kebijakan
tentang kependudukan yang penting adalah memperhatikan kualitas penduduk itu
sendiri, stabilitas dari sumber-sumber kehidupan mereka, kelangsungan adanya
lapangan kerja, standar kehidupan yang menyenangkan, dimana keamanan nasional
maupun kebahagiaan perorangan harus diperhitungkan.
Kebijakan kependudukan dapat dilakukan melalui 3 komponen
perkembangan penduduk yaitu : kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas) dan
perpindahan penduduk (migrasi). Mencegah pertumbuhan penduduk sebenarnya
dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti : peningkatan migrasi keluar,
peningkatan jumlah kematian atau penurunan jumlah kelahiran.
Cara yang pertama sulit kiranya untuk dilakukan sebab semua
negara di dunia ini melakukan pengawasan dan pembatasan orang-orang asing
pendatang baru, sehingga mempersulit terjadinya migrasi secara besar-besaran.
Juga tidak mungkin diharapkan bahwa pemerintah berani menjalankan kebijakan
peningkatan jumlah kematian. Jadi satu-satunya cara yang tinggal adalah dengan
menurunkan jumlah kelahiran. Keuntungan pertama yang nyata dari hasil penurunan
jumlah kelahiran adalah perbaikan kesehatan ibu dan anak-anak yang sudah ada, dan
penghematan pembiayaan pendidikan.
Usaha memecahkan kepadatan penduduk karena tidak meratanya
penyebaran penduduk, seperti terdapat di JAMBAL (Jawa, Madura,dan Bali) adalah
dengan memindahkan penduduk tersebut dari pulau Jawa, Madura, dan Bali ke
pulau-pulau lain. Usaha ini di Indonesia dikenal dengan nama “Transmigrasi” dan
telah ditempatkan pada prioritas yang tinggi. Disamping migrasi, masalah
lainnya perlu dipecahkan adalah perpindahan penduduk dari daerah pedesaan ke
daerah perkotaan, yang dikenal dengan nama “Urbanisasi”. Menurut hasil sensus
1980, 18,8% dari jumlah penduduk Indonesia bermukim di daerah kota. Setengah
abad yang lalu jumlah penduduk kota di Indonesia telah berkembang lebih cepat
daripada perkembangan penduduk Indonesia. Hampir sepertiga dari pertambahan
penduduk Indonesia dalam dekade terakhir ditampung oleh daerah perkotaan.
Masalah yang timbul adalah belum siapnya kota-kota tersebut untuk menampung
pendaftar baru yang melampaui kemampuan daya tampung kota-kota tadi.
Secara garis besarnya tujuan kebijakan kependudukan, adalah
sebagai berikut: memelihara keseimbangan antara pertambahan dan penyebaran
penduduk dengan perkembangan pembangunan sosial ekonomi, sehingga tingkat hidup
yang layak dapat diberikan kepada penduduk secara menyeluruh. Usaha yang
demikian mencakup seluruh kebijakan baik di bidang ekonomi, sosial, kulturil,
serta kegiatan-kegiatan lain untuk meningkatkan pendapatan nasional, pembagian
pendapatan yang adil, kesempatan kerja dan pembangunan pendidikan secara
menyeluruh. Strategi yang digunakan adalah jangka panjang maupun jangka pendek.
Di Indonesia tujuan jangka panjang diusahakan dapat
dijangkau dengan:
1. Peningkatan volume transmigrasi ke
daerah-daerah yang memerlukannya.
2. Menghambat pertumbuhan kota-kota
besar yang menjurus kea rah satu-satunya kota besar di suatu pulau tertentu dan
mengutamakan pembangunan pedesaan.
Tujuan jangka pendek diarahkan kepada penurunan secara
berarti pada tingkat fertilitas, peningkatan volume transmigrasi setiap
tahunnya dan perencanaan serta pelaksanaan urbanisasi yang mantap.
Program-program
kebijakan yang disusun untuk mencapai tujuan tersebut adalah:
1. Meningkatkan program keluarga
berencana sehingga dapat melembaga dalam masyarakat. Termasuk semua program
pendukung bagi keberhasilannya seperti peningkatan mutu pendidikan, peningkatan
umur menikah pertama, peningkatan status wanita.
2. Meningkatkan dan menyebarluaskan
program pendidikan kependudukan.
3. Merangsang terciptanya keluarga
kecil, bahagia dan sejahtera.
4. Meningkatkan program transmigrasi
secara teratur dan nyata.
5. Mengatur perpindahan penduduk dari
desa ke kota secara lebih komprehensif di dalam perencanaan pembangunan secara
menyeluruh.
6. Mengatasi masalah tenaga kerja.
7. Meningkatkan pembinaan dan
pengamanan lingkungan hidup.
D. Hambatan-hambatan
yang ada dalam usaha memecahkan masalah kepadatan penduduk.
Penduduk di hampir semua negara
berkembang termasuk Indonesia selama berabad-abad hidupnya telah dipengaruhi
oleh nilai, norma dan adat istiadat yang bersifat positif terhadap sikap dan
tingkah laku yang menginginkan anak banyak. Struktur kehidupan politik,
ekonomi, sosial dan budaya (agama) telah memantapkan kehidupan pribadi. Untuk
dapat merubah sikap dan tingkah laku tersebut menjadi sikap dan tingkah laku
untuk menyenangi dan menginginkan anak sedikit diperlukan program pendidikan
dan program-program pemberian motivasi lainnya.
Kebijaksanaan kependudukan secara menyeluruh harus memperhitungkan hambatan-hambatan
dari segi politis, ekonomis, sosial, budaya, agama juga dari segi psikologis
perorangan dan masyarakat yang di negara-negara berkembang masih cenderung
mendukung diterimanya banyak anak. Program-program “beyond family planning”
harus lebih diintensifkan dan diekstensifkan. Di samping usaha peningkatan
produksi dalam segala bidang kebutuhan hidup penduduk (pangan, sandang, rumah,
pendidikan, kesehatan, dan lain-lain), perlu ditingkatkan usaha yang
berhubungan dengan:
1. Pelaksanaan wajib belajar dan
perbaikan mutu pendidikan.
2. Perluasan kesempatan kerja.
3. Perbaikan status wanita dan
perluasan kesempatan kerja bagi mereka.
4. Penurunan kematian bayi dan
anak-anak.
5. Perbaikan kesempatan urbanisasi.
6. Perbaikan jaminan sosial dan jaminan
hari tua.
E. Sejarah singkat dan pengertian KB
Pelopor gerakan Keluarga Berencana di Indonesia adalah
Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia atau PKBI yang didirikan di Jakarta
tanggal 23 Desember 1957 dan diikuti sebagai badan hukum oleh Depkes tahun 1967
yang bergerak secara silent operation. Dalam rangka membantu masyarakat yang
memerlukan bantuan secara sukarela, usaha Keluarga Berencana terus meningkat
terutama setelah pidato pemimpin negara pada tanggal 16 Agustus 1967 dimana
gerakan Keluarga Berencana di Indonesia memasuki era peralihan jika selama orde
lama program gerakan Keluarga Berencana dilakukan oleh sekelompok tenaga
sukarela yang beroperasi secara diam-diam karena pimpinan negara pada waktu itu
anti kepada Keluarga Berencana maka dalam masa orde baru gerakan Keluarga
Berencana diakui dan dimasukkan dalam program pemerintah. Struktur organisasi
program gerakan Keluarga Berencana juga mengalami perubahan tanggal 17 Oktober
1968 didirikanlah LKBN yaitu Lembaga Keluarga Berencana Nasional sebagai semi
Pemerintah, kemudian pada tahun 1970 lembaga ini diganti menjadi BKKBN atau
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional yang merupakan badan resmi
pemerintah dan departemen dan bertanggung jawab penuh terhadap pelaksanaan program
Keluarga Berencana di Indonesia.
Keluarga berencana adalah suatu usaha untuk menjarangkan
atau merencanakan jumlah anak dan jarak kehamilan dengan memakai alat
kontrasepsi. Keluarga Berencana yaitu membatasi jumlah anak dimana dalam satu
keluarga hanya diperbolehkan memiliki dua atau tiga anak saja. Keluarga
berencana yang diperbolehkan adalah suatu usaha pengaturan atau penjarangan
kelahiran atau usaha pencegahan kehamilan sementara atas kesepakatan suami
istri karena situasi dan kondisi tertentu untuk kepentingan keluarga,
masyarakat, maupun negara. Dengan demikian KB disini mempunyai arti yang sama
dengan pengaturan keturunan. Penggunaan istilah keluarga berencana juga sama
artinya dengan istilah yang umum dipakai di dunia internasional yakni family
planning atau planned parenthood, sepert yang digunakan oleh International
Planned Parenthood Federation (IPPF) nama sebuah organisasi KB internasional
yang berkedudukan di London. KB juga berarti suatu tindakan perencanaan
pasangan suami istri untuk mendapatkan kelahiran yang diinginkan, mengatur
interval kelahiran dan menentukan jumlah anak sesuai dengan kemampuan serta
sesuai dengan situasi masyarakat dan negara. Dengan demikian KB berbeda dengan
birth control yang artinya pembatasn atau penghapusan kelahiran. Istilah birth
control dapat berkonotasi negatif karena bisa berarti aborsi atau sterilisasi
(pemandulan).
Perencanaan
keluarga merujuk kepada pengguanaan metode-metode kontrasepsi oleh suami istri
atas persetujuan bersama diantara mereka, untuk mengatur kesuburan mereka
dengan tujuan untuk menghindari kesulitan kesehatan, kemasyarakatan dan ekonomi
dan untuk memungkinkan mereka memikul tanggung jawab terhadap anak-anaknya dan
masyarakat. Ini meliputi hal-hal sebagai berikut:
a)
Menjarangkan anak untuk memungkinkan penyususan daan penjagaan kesehatan ibu
dan anak
b)
Pengaturan masa hamil agar terjadi pada waktu yag aman
c)
Mengatur jumlah anak, bukan saja untuk keperluan keluarga malainkan juga untuk
kemampuan fisik, financial, pendidikan dan pemeliharaan anak
F. Kelebihan KB
Kelebihan
dari program KB disini antara lain sebagai berikut :
- Mengatur angka kelahiran dan jumlah anak dalam keluarga serta membantu pemerintah mengurangi resiko ledakan penduduk atau baby boomer
- Penggunaan kondom akan membantu mengurangi resiko penyebaran penyakit menular melalui hubungan seks
- Meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat. Sebab, anggaran keuangan keluarga akhirnya bisa digunakan untuk membeli makanan yang lebih berkualitas dan bergizi
- Menjaga kesehatan ibu dengan cara pengaturan waktu kelahiran dan juga menghindarkan kehamilan dalam waktu yang singkat.
- Mengkonsumsi pil kontrasepsi dapat mencegah terjadinya kanker uterus dan ovarium. Bahkan dengan perencanaan kehamilan yang aman, sehat dan diinginkan merupakan salah satu faktor penting dalam upaya menurunkan angka kematian maternal.
Ini berarti program tersebut dapat memberikan keuntungan
ekonomi dan kesehatan Keluarga Berencana memberikan keuntungan ekonomi pada
pasangan suami istri, keluarga dan masyarakat Dengan demikian, program KB
menjadi salah satu program pokok dalam meningkatkan status kesehatan dan
kelangsungan hidup ibu, bayi, dan anak. Program KB menentukan kualitas
keluarga, karena program ini dapat menyelamatkan kehidupan perempuan serta
meningkatkan status kesehatan ibu terutama dalam mencegah kehamilan tak
diinginkan, menjarangkan jarak kelahiran mengurangi risiko kematian bayi.
Selain memberi keuntungan ekonomi pada pasangan suami istri, keluarga dan
masyarakat, KB juga membantu remaja mangambil keputusan untuk memilih kehidupan
yang lebih balk dengan merencanakan proses reproduksinya.
G. Penerangan dan Motivasi
Kegiatan penerangan dan motivasi
keluarga berencana dimaksudkan untuk lebih meningkatkan
kesadaran, pengetahuan, sikap dan praktek masyarakat dalam berkeluarga
berencana menuju terwujudnya keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Kegiatan
penerangan dan motivasi ini juga diarahkan kepada usaha-usaha terwujudnya
peningkatan kualitas masyarakat dan keluarga serta akseptor keluarga berencana.
Isi dan pesan kegiatan penerangan dan motivasi disesuaikan dengan kebutuhan
masyarakat baik masyarakat yang belum mencapai Pasangan Usia Subur (Pra-PUS),
yang telah menjadi Pasangan Usia Subur (PUS) dan akseptor KB. Hal ini
dimaksudkan agar isi dan pesan yang dilontarkan dapat dengan mudah diterima
oleh masyarakat pengguna. Kegiatan penerangan kepada Pra-PUS dan PUS diwujudkan
dalam bentuk kampanye reproduksi sehat. Melalui Kampanye ini masyarakat akan
mendapat pengetahuan mengenai umur kehamilan, jarak kelahiran dan perawatan
sebelum, selama serta sesudah masa kehamilan yang baik dan benar. Selanjutnya
diharapkan masyarakat akan lebih bertanggung jawab terhadap peningkatan
kualitas keluarga terutama masalah kesehatan ibu dan anak.
H. Pelembagaan Program
Kegiatan penerangan dan motivasi
ditujukan kepada usaha pembudayaan dan pelembagaan pelaksanaan program KB yaitu
mendorong timbulnya keikutsertaan masyarakat secara aktif dalam pengelolaan dan
pelaksanaan keluarga berencana. Pelembagaan pelaksanaan program keluarga
berencana yang berbentuk Pembantu Pembina KB Desa (PPKBD), Sub-PPKBD dan
Pembina KB Rukun Tetangga (PKBRT) diusahakan secara bertahap terus ditingkatkan
dan dikembangkan untuk lebih mempercepat penerimaan Norma Keluarga Kecil
Bahagia dan Sejahtera (NKKBS). Selanjutnya diharapkan pula agar secara bertahap
masyarakat dapat melaksanakan sendiri program KB.
I. Pendidikan
Keluarga Berencana
Pendidikan keluarga berencana yang
terutama ditujukan kepada generasi muda
dan mereka yang belum menikah dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran dan
keperdulian mereka terhadap masalah kependudukan dan keluarga berencana. Upaya
pendidikan ini terus menerus
ditingkatkan dan diperluas baik melalui pendidikan sekolah maupun pendidikan
luar sekolah. Pendidikan KB di luar dan Pramuka. Peningkatan kegiatan serupa
juga dilaksanakan dengan mengintegrasikan pendidikan KB ke dalam kegiatan Badan
Penasehat Perkawinan dan Perceraian (BP4) Departemen Agama. Di samping itu juga
terus digalakkan upaya-upaya pendidikan KB di lingkungan umat beragama Katolik dan Kristen yang terutama
ditujukan kepada pasangan yang akan menikah.
J. Peran Pemerintah Dan Masyarakat
Dalam Program KB
1. Peran Pemerintah
Usaha pemerintah dalam menghadapi kependudukan salah satunya
adalah keluarga berencana. Visi program keluarga berencana nasional telah di
ubah mewujudkan keluarga yang berkualitas tahun 2015. Keluarga yang berkualitas
adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang
ideal, berwawasan kedepan, bertanggung jawab, harmonis (Saifudin, 2003).
Program Keluarga Berencana Nasional merupakan salah satu program dalam rangka
menekan laju pertumbuhan penduduk. Salah satu pokok dalam program Keluarga
Berencana Nasional adalah menghimpun dan mengajak segenap potensi masyarakat
untuk berpartisipasi aktif dalam melembagakan dan membudayakan Norma Keluarga
Kecil Bahagia Sejahtera dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia
Indonesia. Cara yang digunakan untuk mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia
Sejahtera yaitu mengatur jarak kelahiran anak dengan menggunakan alat
kontrasepi (Wiknjosastro, 2005).
Macam-macam metode kontrasepsi adalah intra uterine devices
(IUD), implant, suntik, kondom, metode operatif untuk wanita (tubektomi),
metode operatif untuk pria (vasektomi), dan kontrasepsi pil (Saifudin,
2003).Kurangnya peran pemerintah dalam menggalakkan program KB mengakibatkan
tingginya pertambahan pendudukan yang akan meningkatnya tingginya pertambahan
penduduk yang akan menyebabkan meningkatnya kebutuhan pelayanan kesehatan,
pendidikan, lapangan pekerjaan yang cukup, berdampak pada naiknya angka
pengangguran dan kemiskinan (Herlianto, 2008). Cara yang baik dalam pemilihan
alat kontrasepsi yaitu ibu mencari informasi terlebih dahulu tentang cara-cara
KB berdasarkan informasi yang lengkap, akurat dan benar. Untuk itu dalam
memutuskan suatu cara konstrasepsi sebaiknya mempertimbangkan penggunaan
kontrasepsi yang rasional, efektif dan efisien.
KB merupakan program yang berfungsi bagi pasangan untuk menunda
kelahiran anak pertama (post poning), menjarangkan anak (spacing) atau
membatasi (limiting) jumlah anak yang diinginkan sesuai dengan keamanan medis
serta kemungkinan kembalinya fase kesuburan (ferundity) ( Sheilla, 2000 ).
Penyuluhan kesehatan merupakan aspek penting dalam pelayanan keluarga berencana
dan kesehatan reproduksi karena selain membantu klien untuk memilih dan
memutuskan jenis kontrasepsi yang akan digunakan sesuai pilihannya, juga
membantu klien dalam menggunakan kontrasepsinya lebih lama sehingga klien lebih
puas dan pada akhirnya dapat meningkatkan keberhasilan program KB. Penyuluhan
kesehatan tidak hanya memberikan suatu informasi, namun juga memberikan
keahlian dan kepercayaan diri yang berguna untuk meningkatkan kesehatan
(Efendy, 2003). Dengan kesadaran karena adanya informasi tentang berbagai macam
alat kontrasepsi dengan kelebihannya masing-masing, maka ibu-ibu akan
termotivasi untuk menggunakan alat kontrasepsi. Karena Motivasi merupakan
dorongan untuk melakukan suatu perbuatan atau tingkah laku, motivasi bisa
berasal dari dalam diri maupun luar (Moekijat, 2002).
Media adalah salah satu cara untuk menyampaikan informasi.
Salah satu contoh media adalah flip chart yang sering disebut sebagai bagan
balik yang merupakan kumpulan ringkasan, skema, gambar, tabel yang dibuka
secara berurutan berdasarkan topik materi pembelajaran yang cocok untuk
pembelajaran kelompok kecil yaitu 30 orang (Nursalam, 2008 ). Selain itu bagan
ini mampu memberikan ringkasan butir-butir penting dari suatu presentasi untuk
menyampaikan pesan atau kesan tertentu akan tetapi mampu untuk mempengaruhi dan
memotivasi tingkah laku seseorang (Syafrudin, 2008).
Badan dari pemerintah yang mengurus program keluarga
berencana adalah BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.
Badan ini mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang
pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana. Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, BKKBN menyelenggarakan
fungsi:
·
Perumusan kebijakan nasional di bidang pengendalian penduduk
dan penyelenggaraan keluarga berencana
·
Penetapan
norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengendalian penduduk dan
penyelenggaraan keluarga berencana;
·
Pelaksanaan advokasi dan koordinasi di bidang pengendalian
penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana;
·
Penyelenggaraan komunikasi, informasi, dan edukasi di bidang
pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana;
·
Penyelenggaraan pemantauan dan evaluasi di bidang
pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana;
·
Pembinaan, pembimbingan, dan fasilitasi di bidang
pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana.
2.
Peran masyarakat
Berbicara tentang partisipasi masyarakat Indonesia terhadap
pelaksanaan KB, pastinya terdapat kelebihan serta kekurangan dalam
partisipasinya. Partisipasi bersentuhan langsung dengan peran serta masyarakat,
baik dalam mengikuti program tersebut ataupun sebagai aktor pendukung program
Keluarga Berencana. Untuk itu kita akan berbicara mengenai kedua hal tersebut,
serta bagaimana seharusnya kita berperan dalam mendukung kesuksesan KB juga
akan sedikit kita bahas. Pertama, berbicara terkait partisipasi masyarakat
terhadap pelaksanaan KB yang ternyata kenaikannya hanya sedikit bahkan bisa juga
disebut dengan stagnan.
Dalam media massa kompas.com disebutkan bahwa: Dalam lima
tahun terakhir, jumlah peserta keluarga berencana hanya bertambah 0,5 persen,
dari 57,4 persen pasangan usia subur yang ada pada 2007 menjadi 57,9 persen
pada tahun 2012. Sementara itu jumlah rata-rata anak tiap pasangan usia subur
sejak 2002-2012 stagnan di angka 2,6 per pasangan. Rendahnya jumlah peserta KB
dan tingginya jumlah anak yang dimiliki membuat jumlah penduduk Indonesia pada
tahun 2030 diperkirakan mencapai 312,4 juta jiwa. Padahal jumlah penduduk saat
itu sebenarnya bisa ditekan menjadi 288,7 juta jiwa. Tingginya jumlah
penduduk ini mengancam pemanfaatan jendela peluang yang bisa dialami Indonesia
pada tahun 2030. Jendela peluang adalah kondisi negara dengan tanggungan
penduduk tidak produktif, oleh penduduk produktif paling sedikit. Kondisi ini
hanya terjadi sekali dalam sejarah tiap bangsa. Agar jendela peluang
termanfaatkan, angka ketergantungan penduduk maksimal adalah 44 persen.
Artinya, ada 44 penduduk tidak produktif, baik anak-anak maupun orangtua,
yang ditanggung 100 penduduk usia produktif berumur 15 tahun hingga 60
tahun.
Menurut Julianto, untuk mencapai angka ketergantungan 44
persen, jumlah peserta KB minimal harus mencapai 65 persen dari pasangan usia
subur yang ada pada tahun 2015. Sementara itu jumlah anak per pasangan usia
subur juga harus ditekan hingga menjadi 2,1 persen anak pada 2014. Akan tetapi,
target ini masih jauh dari kondisi yang ada. Angka ketergantungan pada 2010
masih mencapai 51,33 persen, turun 2,43 persen dibandingkan dengan tahun 2000.
Provinsi yang memiliki angka ketergantungan 44 persen pada tahun 2000 ada lima
provinsi, tetapi pada 2010 hanya tinggal satu provinsi, yaitu DKI Jakarta.
Sebaliknya, laju pertumbuhan penduduk justru naik dari 1,45 persen pada tahun
2000 menjadi 1,49 persen pada 2010. Persentase kehamilan pada ibu berumur 15-49
tahun pun naik dari 3,9 persen pada 2007 menjadi 4,3 persen pada 2012. Jumlah
pasangan usia subur yang ikut KB pada 2012 hanya 57,9 persen. Adapun masyarakat
yang ingin ber-KB tetapi tidak terjangkau layanan KB hanya turun dari 9,1
persen pada 2007 ke 8,5 persen pada 2012.
Terbatasnya
dana untuk program KB dan kependudukan menjadi penyebab utamanya. "BKKBN
menargetkan angka ketergantungan 44 persen dapat dicapai pada 2020. Dengan
demikian, jika hasilnya tidak tercapai, masih ada waktu perbaikan menuju
2030," tambahnya. Ketua Umum Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia
Nurdadi Saleh mengatakan, jika jumlah penduduk tak dikendalikan, persoalan
fasilitas pendidikan dan fasilitas kesehatan yang berkualitas dan penyediaan
lapangan kerja akan terus menjadi masalah. Karena itu, semua pihak harus
mendorong kembali agar pelaksanaan KB di Indonesia bisa sukses kembali seperti
pada dekade 1990-an.
Angka kenaikan yang cukup stagnan ini tentunya menjadi
sebuah pertanyaan besar, sebenarnya apa yang menjadi permasalahan sehingga
partisipasi masyarakat untuk ikut KB sangat minim. Kita sudah tahu permasalahan
yang akan muncul ketika laju pertumbuhan penduduk tidak dapat dibendung, mulai
dari masalah kemiskinan, SDM rendah dan lain sebagainya. Kalau kita lihat
proses sosialisasi KB sendiri masih menemui banyak kendala, mulai dari
masyarakat yang tidak atau kurang peduli dengan program tersebut sampai pada pelaksanaan
program KB tersebut. Saat ini peran Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB)
masih minim dalam menjalankan tugasnya. Hal ini juga ada kaitannya dengan
jumlah petugas yang hanya sedikit, sampai-sampai satu orang harus menghandle
3-4 desa dengan jumlah penduduk yang mencapai ratusan bahkan ribuan. Seharusnya
ada peran dari masyarakat, missal Ibu-ibu PKK dalam mendukung terwujudnya
program ini. Ada pula indikasi bahwa metode KB yang diterapkan saat ini kurang
tepat, sehingga tidak berjalan maksimal.
Untuk mengatasi permasalahan KB tersebut perlu peran dari
semua lapisan kehidupan, baik pemerintah (dari pusat-kota) hingga masyarakat
itu sendiri. Kepedulian akan tujuan bersama harus ditingkatkan. Perlu juga
pelaksanaan KB yang aman dengan sosialisasi yang baik dari satu keluarga ke
keluarga lain. Penyediaan tempat untuk informasi dan layanan KB yang baik.
Pemberian reward and punishment juga perlu dijalankan dengan baik, agar
peraturan yang ada tidak dilanggar dengan seenaknya saja. Akan tetapi yang paling
penting adalah kesadaran masyarakat itu sendiri dalam melaksanakan program KB
bagi dirinya, keluarga, serta masyarakat. Sebenarnya ada beberapa faktor yang
dapat mendorong terlaksananya program KB dengan baik, diantaranya : faktor
ideology, penyediaan alat kontrasepsi, faktor ekonomi, faktor lokasi
sosialisasi program KB, dan faktor kebijakan negara.
Kedua, kita akan berbicara terkait partisipasi masyarakat
terhadap program KB sebagaimana mereka bertindak sebagai aktor pendukung. Aktor
pendukung bisa berasal dari kalangan mahasiswa, akademisi, medis, sampai aparat
pemrintah (kota sampai desa). Partisipasi mereka dalam meyerukan program KB
demi menekan laju pertumbuhan penduduk serta masalah lain yang mungkin timbul
masih belum maksimal. Seharusnya bekal pendidikan juga bisa dimaksimalkan untuk
sosialisasi, demi partisipasi aktif berbagai elemen dalam mendukung pelaksanaan
program Keluarga Berencana. Sedangkan peran yang perlu kita lakukan dalam
mendukung peningkatan partisipasi masyarakat dalam program KB diantaranya ;
Peran kita dalam mensosialisasikan program KB mulai dari keluarga sendiri,
sampai tetangga kita. Memaksimalkan organisasi masyarakat seperti Karang Taruna
dan PKK untuk mendukung sosialisasi KB di masyarakat dan terakhir kita perlu
membangun jaringan kuat yang mampu berinergi mendukung program KB agar
terlaksana dengan efektif dan efisien.
K.
Faktor pendorong masyarakat menggunkan KB
KB merupakan salah satu sarana bagi setiap keluarga baru
untuk merencanakan pembentukan keluarga ideal, keluarga kecil bahagia dan
sejahtera lahir dan bathin. Melalui program KB diharapkan lahir manusia
Indonesia yang berkualitas prima, yaitu manusia Indonesia yang memiliki
kualitas diri antara lain beriman, cerdas, trampil, kreatif, mandiri, menguasai
iptek, memiliki daya juang, bekerja keras, serta berorientasi ke depan. Karena
itu KB seharusnya bukan hanya menjadi program pemerintah tetapi program dari
setiap keluarga masyarakat Indonesia. Masyarakat memiliki kebebasan untuk
memilih metode kontrasepsi yang diinginkan. Dari hasil wawancara terhadap 40
ibu-ibu di desa “X”, 10 orang di antara mereka memilih untuk menggunakan metode
kontrasepsi sederhana tanpa alat dan 30 orang lainnya memilih untuk tidak
menggunakan metode kontrasepsi ini. Responden memiliki alasan yang beragam
mengenai keputusan untuk menggunakan atau tidak menggunakan metode kontrasepsi
sederhana tanpa alat.
·
Faktor
pendorong masyarakat menggunakan metode kontrasepsi sederhana tanpa alat.
Masyarakat pengguna metode
kontrasepsi sederhana tanpa alat memiliki alasan yang berbeda-beda mengenai hal
yang mendorong mereka lebih memilih kontrasepsi tersebut. Adapun factor
pendorong masyarakat memilih metode ini dengan alasan tidak perlu mengeluarkan
biaya untuk alat kontrasepsi. Mereka bisa memanfaatkan keuangan untuk keperluan
rumah tangga yang lain sehingga dapat menghemat pengeluaran. Serta dapat
melibatkan suami dalam penggunaan kontrasepsi ini seperti pada senggama
terputus dimana suami yang memegang peranan penting, sehingga tidak istri saja
yang harus menggunakan kontrasepsi. Mereka juga beranggapan, dengan tidak
menggunakan alat dapat terhindar dari efek merugikan bahan kimia yang
terkandung di dalam alat kontrasepsi. Hal ini juga dapat menghindarkan diri
dari kemungkinan alergi yang ditimbulkan oleh karena pemakaian alat
kontrasepsi. Selain itu, alat kontrasepsi menurut mereka dapat menyebabkan
sakit dalam pamakaiannya, seperti penggunaan KB suntik 3 bulan dimana akseptor
akan mengalami sakit akibat tusukan jarum setiap 3 bulannya. Siklus menstruasi
dapat menjadi tidak teratur serta berat badan akan naik pada umumnya, sehingga
akan mengurangi daya tarik bagi suami mereka karena kenaikan berat badan yang
bertahap. Oleh sebab itu, mereka lebih memilih untuk menggunakan metode
kontrasepsi sederhana tanpa alat.
Berdasarkan hal tersebut telah dijelaskan bahwa untuk
menggunakan keluarga berencana alamiah secara efektif, pasangan perlu
memodifikasi prilaku seksual mereka. Pasangan harus mengamati tanda-tanda
fertilitas wanita secara harian dan mencatatnya. Mengenal masa subur dan tidak
melakukan aktifitas seksual pada masa subur jika tidak menginginkan kehamilan
metode kontrasepsi sederhana tanpa alat tidak mempengaruhi siklus menstruasi
wanita. Alasan responden yang beragam tersebut sesuai dengan kajian teori
mengenai metode kontrasepsi sederhana tanpa alat. Dengan menggunakan metode
ini, tidak menimbulkan efek samping bagi tubuh karena tidak memasukkan benda
asing maupun bahan kimia lain. Dalam penggunaannya pun tidak tergantung dengan
tenaga medis, sehingga dapat lebih ekonomis.
·
Faktor
Pendorong tidak Menggunakan Metode Kontrasepsi Sederhana Tanpa Alat.
Sebagian besar responden di desa “X” tidak menggunakan
metode kontrasepsi sederhana tanpa alat. Dari 40 responden, 30 orang memilih
untuk tidak menggunakan metode KB tanpa alat. Mereka memiliki alasan yang
beragam. Pada umumnya, mereka beralasan bahwa metode tersebut “ribet” karena
perlu waktu dan latihan untuk dapat mengetahui secara tepat masa suburnya.
Selain itu, penentuan masa subur ini tidak dapat dilakukan hanya berdasarkan
pengamatan 1 siklus mentruasi saja, setidaknya perlu pengamatan selama 6 bulan
untuk lebih amannya, sehingga dapat terhindar dari kehamilan yang tidak
diinginkan. Selain itu bagi mereka yang mempunyai siklus haid yang tidak
teratur akan sulit untuk menentukan sendiri kapan atau tidak berada pada masa
subur. Keefektivan tergantung dari kemauan, pemahaman dan disiplin pasangan
maupun akseptor sendiri. Oleh karena itu, mereka lebih memilih menggunakan KB
dengan alat yang lebih efektif dan efisien.
Dengan pemakaian yang berkala sehingga mereka tidak perlu
ribet lagi untuk memikirkan cara berhubungan seksual setiap harinya untuk
mencegah kehamilan atau mengatur jarak kehamilannya.Dan ada juga kerugiannya
karena metode kontrasepsi sederhana tanpa alat memerlukan waktu pantang berkala
yang relative lama, sehingga dapat mengurangi keharmonisan rumah tangga. Suami
yang tidak dapat menahan keinginannya untuk melakukan hubungan suami istri,
dapat melampiaskan keinginannya tersebut di luar rumah. Bagi pasangan yang
salah satunya terinfeksi penyakit menular seksual (PMS), metode kontrasepsi
sederhana tanpa alat ini dihindari. Pasalnya, metode ini tidak melindungi pihak
yang tidak terinfeksi, seperti pada penggunaan kondom.
L.
Gambaran Program KB DI Indonesia
1.
Gambaran Keberhasilan KB
Gotong royong. Itulah kunci keberhasilan pelaksanaan program
keluarga berencana (KB) di Indonesia. Demikian disampaikan oleh Menteri
Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono dalam sambutannya pada sesi
plenary London Summit on Family Planning, pada 11 Juli 2012. Menko Kesra
memaparkan keberhasilan program KB di Indonesia, pelajaran yang dapat dipetik
oleh negara-negara lain, khususnya sesama negara berkembang, negara anggota
G20, dan kerja sama Selatan-Selatan, serta komitmen pemerintah Indonesia
terhadap pelaksanaan program KB selanjutnya. Pendekatan gotong royong
inilah yang "dijual' atau dipromosikan oleh Menko Kesra ke berbagai
negara peserta London Summit sebagai kunci sukses pelaksanaan program KB di
Indonesia. Menko Kesra menjelaskan bahwa pelaksanaan KB di Indonesia
dilaksanakan dengan dukungan dari berbagai pihak secara gotong royong.
Semua komponen, termasuk pemerintah, swasta, lembaga dan
organisasi masyarakat, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan wartawan memberikan
dukungan dalam bentuk berbeda-beda. Wartawan mendukung program KB melalui
penyebaran informasi kepada masyarakat melalui media massa sementara tokoh
agama dan adat menyampaikan informasi program KB kepada masyarakat melalui
pengajian, pertemuan adat, dan lain-lain. Program KB telah berkontribusi
terhadap penurunan angka fertilitas di Indonesia dari 5,6 anak per wanita pada
1970-an menjadi 2,3 anak per wanita pada 2000-an (SDKI 2002-2003, 2007). Selama
30 tahun, program KB telah berhasil menghindari sebanyak 100 juta
kelahiran.
Menko Kesra memaparkan, “Ada empat langkah kunci dalam
keberhasilan penurunan angka fertilitas tersebut, yakni partisipasi akar rumput
untuk mencapai daerah pedesaan, komunikasi inovatif untuk mewujudkan norma
keluarga kecil bahagia sejahtera (NKKBS), kemitraan pemerintah dan swasta, dan
pergeseran fokus ke pelayanan berkualitas.” Langkah kunci keberhasilan KB di
Indonesia yaitu :
·
Pertama, menggunakan partisipasi akar rumput untuk mencapai
daerah pedesaan pada tahun 1970. Pada tahun tersebut pemerintah merekrut
pekerja lapangan sebanyak 40.000 dan 100.000 sukarelawan untuk membawa
masyarakat ke tempat pelayanan. Mereka berada di tingkat desa serta petugas dan
kader itu datang mengunjungi rumah ke rumah untuk membahas metode keluarga
berencana, memberikan konseling, dan membuat rujukan ke puskesmas.
·
Kedua, pemerintah meluncurkan sebuah program inovatif yang
mendayagunakan dan mengoptimalkan semua jalur dan saluran komunikasi kampanye
KB yang dirancang untuk membawa perubahan norma sosial dari norma banyak anak
menjadi norma sedikit anak, yang disebut "norma keluarga kecil, bahagia,
dan sejahtera sehingga norma itu melembaga di masyarakat.
·
Ketiga menyadari bahwa pemerintah, dalam hal ini
tempat-tempat pelayanan pemerintah tidak mungkin bisa memberikan pelayanan
secara optimal akan pemenuhan pelayanan KB. Di sisi lain, ada potensi lain yang
perlu digali, maka sekali lagi dilakukan gotong royong atau bermitra dengan
pihak swasta.
·
Keempat, sejak pertengahan 1990-an, pola penggarapan KB
tidak hanya terfokus pada kuantitas, tetapi juga sudah diarahkan ke kualitas
layanan.
Selain itu terdapat juga lima faktor di balik keberhasilan
KB di Indonesia, yaitu kemauan politik (political will) termasuk dukungan
anggaran, pembentukan Badan Koordinasi dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
pada 1970 yang independen dari Departemen Kesehatan, pengelolaan program yang
efektif dari tingkat nasional hingga akar rumput, data dan sistem pelaporan,
dan kolaborasi berbagai pemangku kepentingan (stakeholder). Dalam sesi paralel
London Summit on Family Planning Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional Sugiri Syarief memaparkan tentang desentralisasi program KB
di Indonesia, kepala BKKBN menjelaskan berbagai tantangan yang dihadapi
pemerintah Indonesia dalam pelaksanaan program KB di era desentralisasi dan
strategi yang dikembangkan untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut.
London Summit on Family Planning diselenggarakan di London
pada 11 Juli 2012 oleh Bill and Melinda Gates Foundation bekerja sama dengan
pemerintah Inggris melalui Department for International Development. Pertemuan
ini diadakan untuk meminta komitmen komunitas global (pemerintah, swasta,
donor, dan masyarakat madani) untuk memperluas ketersediaan informasi,
pelayanan, dan pasokan alat KB agar dapat menambah sebanyak 120 juta perempuan
dan anak perempuan di negara-negara termiskin di dunia yang memakai alat kontrasepsi
tanpa paksaan atau diskriminasi pada tahun 2020. Pertemuan ini mendukung hak
dan alat bagi perempuan dan anak perempuan untuk dapat merencanakan hidup
mereka sendiri, termasuk memutuskan, secara bebas dan untuk kepentingan mereka
sendiri, apakah mereka akan punya anak, serta kapan dan berapa anak yang akan
mereka miliki. Selain itu, pertemuan ini juga mendukung pelaksanaan dan
dibangun dengan memanfaatkan momentum yang diciptakan oleh Strategi Global
untuk Kesehatan Perempuan dan Anak (Global Strategy for Women’s and Children’s
Health) – Setiap Perempuan, Setiap Anak (Every Woman, Every Child) – Sekretaris
Jenderal PBB dan kemitraan pemerintah-swasta dan masyarakat madani yang
inovatif melalui Koalisi Pasokan Kesehatan Reproduksi (Reproductive Health
Supplies Coalition) dan kampanye Bergandeng Tangan (Hand to Hand) mereka, yang
diluncurkan di Majelis Umum PBB pada September 2010. Pertemuan ini diikuti oleh
berbagai negara, negara dan organisasi donor, LSM, dan organisasi pendukung.
Ada 4 kepala negara dan 28 menteri yang hadir termasuk dari Indonesia.
Melalui London Summit on Family Planning diharapkan
revitalisasi gerakan KB global dan komitmen berbagai pihak akan dapat
menyelamatkan dan mengubah hidup jutaan perempuan dan anak perempuan di negara-negara
termiskin di dunia. Kerja sama komunitas global akan dapat menyelamatkan hidup
dan meningkatkan kesehatan, sosial, dan ekonomi keluarga, masyarakat, dan
negara sekarang, juga generasi mendatang. (AT)
M. Sasaran program KB
Sasaran program KB dibagi menjadi 2 yaitu sasaran langsung
dan sasaran tidak langsung, tergantung dari tujuan yang ingin dicapai. Sasaran
langsungnya adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang bertujuan untuk menurunkan
tingkat kelahiran dengan cara penggunaan kontrasepsi secara berkelanjutan.
Sedangkan sasaran tidak langsungnya adalah pelaksana dan pengelola KB, dengan
tujuan menurunkan tingkat kelahiran melalui pendekatan kebijaksanaan
kependudukan terpadu dalam rangka mencapai keluarga yang berkualitas, keluarga
sejahtera. Ada beberapa sasaran keluarga berencana. Sasaran program keluarga
berencana (KB) nasional lima tahun kedepan seperti tercantum dalam RPP JM
2004-2009 adalah sebagai berikut:
·
Menurunnya rata-rata laju pertumbuhan penduduk (LPP) secara
nasional menjadi satu, 14% per-tahun.
·
Menurunkan angka kelahiran total FertililtyRate (TFR)
menjadi 2,2 perperempuan.
·
Meningkatnya peserta KB Pria menjadi 4,5 %.
·
Meningkatnya pengguna metode Kontrasepsi yang efektif dan
efisisen
·
Meningkatnya partisipasi keluarga dalam pembinaan tumbuh kembang
anak.
·
Meningkatnya jumlah keluarga prasejahtera dan keluaga
sejahtera 1 yang aktif dalam usaha ekonomi produktif.
·
Meningkatnya jumlah institusi masyarakat dalam
penyelenggraan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi
N. Pelaksanaan Program KB
Salah satu cara untuk mewujudkan keluarga yang sakinah
adalah mengikuti program Keluarga Berencana (KB). KB secara prinsipil dapat
diterima oleh Islam, bahkan KB dengan maksud menciptakan keluarga sejahtera
yang berkualitas dan melahirkan keturunan yang tangguh sangat sejalan dengan
tujuan syari`at Islam yaitu mewujudkan kemashlahatan bagi umatnya, KB merupakan
salah satu upaya pemerintah yang dikoordinir oleh Badan Pemberdayaan Perempuan
dan Keluarga Berencana (BPPKB), dengan program untuk membangun keluarga-keluarga
bahagia dan sejahtera serta menjadikan keluarga yang berkualitas. KB dapat
dipahami juga sebagai suatu program nasional yang dijalankan pemerintah untuk
mengurangi populasi penduduk, karena diasumsikan pertumbuhan populasi penduduk
tidak seimbang dengan ketersediaan barang dan jasa. Pelaksanaan program
tersebut salah satunya adalah dengan cara menganjurkan. setiap keluarga agar
mengatur dan merencanakan kelahiran anak, dengan menggunakan alat kontrasepsi
modern. Sebab, dengan mengatur kelahiran anak, keluarga biasanya akan lebih
mudah menyeimbangkan antara keadaan dan kebutuhan, pendapatan dan pengeluaran.
Dan pada akhirnya dapat lebih mudah membentuk sebuah keluarga bahagia dan
sejahtera. Bila pertumbuhan penduduk dapat ditekan, maka masalah yang dihadapi
tidak seberat menghadapi pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali.
2.2
PENDUDUK & KAITANNYA DENGAN PEMBANGUNAN EKONOMI
A.
Perencanaan Pembangunan Ekonomi
Perencanaan pembangunan
ekonomi merupakan sarana utama kearah tercapainya pertumbuhan ekonomi yang
tinggi. Dengan perencanaan pembangunan ekonomi suatu negara dapat menentukan
serangkaian sasaran ekonomi secara kuantitatif dalam periode tertentu. Melalui
perencanaan pembangunan suatu negara dapat memobilisasi sumber daya yang terbatas
untuk memperoleh hasil yang optimal dengan lancar, progresif dan seimbang. Hal
seperti ini tidak akan dicapai dengan menye-rahkan begitu saja pada mekanisme
pasar seperti yang dipercayai kaum klasik.
Menyadari hal yang
demikian, maka sejak Indonesia merdeka, pemerintah Indonesia telah menyusun
perencanaan pembangunan ekonomi yang komprehensif dan parsial. Pada masa
Soekarno menjadi Presiden telah dibuat perencanaan pembangunan ekonomi
Indonesia yang dikenal dengan Pemba-ngunan Rakyat Semesta (Permesta) dan pada
pemerintahan Soeharto telah disusun pula perencanaan pembangunan ekonomi
Indonesia yang dikenal dengan Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA), mulai
dari Repelita I hingga Repelita VI. Dalam melaksanakan REPELITA tersebut, mulai
Pelita I hingga Pelita V, perencanaan pembangunan ekonomi Indonesia selalu
mengacu pada konsep “Trilogi Pembangunan” yang meliputi:
1.
Stabilitas (ekonomi) nasional,
2.
Pertumbuhan ekonomi, dan
3.
Pemerataan hasil-hasil pembangunan.
Perkembangan tingkat
pertumbuhan ekonomi di Indonesia selama Pembangunan Jangka Panjang Tahap I
(1969-1994) cukup tinggi yaitu rata-rata 6,8 persen per tahun dan adanya
peningkatan pendapatan per kapita masyarakat dari sebesar 70 US$ (1970) menjadi
1080 US$ pada tahun 1996 (World Bank 2005) merupakan dampak dari semakin
rendahnya tingkat inflasi yang terjadi. Pada awal pembangunan PJP I, tingkat
inflasi di Indonesia (1965) mencapai 650 persen. Dengan adanya
kebijakan-kebijakan yang di ambil pemerintah Indonesia dari tahun ke tahun
tingkat inflasi dapat ditekan hingga di bawah 5 persen. Keberhasilan menekan
tingkat inflasi sedemikian rupa berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan
pendapatan per kapita rakyat Indonesia yang meningkat cukup signifikan.
Sejak dimulainya
pembangunan Lima Tahun I (Pelita I) tahun 1969 hingga berakhirnya Pelita V
(1994) atau selama Pembangunan Jangka Panjang Tahap Pertama (PJP I),
pertumbuhan ekonomi Indonesia tergolong tinggi yaitu rata-rata 6,8 persen per
tahun. Pendapatan per kapita telah pula meningkat dari 70 US$ pada tahun 1970
menjadi 950 US$ tahun 1990 dan meningkat lagi menjadi 1080 US$ pada tahun 1996.
Ini berarti bahwa, selama Pembangunan Jangka Panjang Pertama pendapatan per
kapita Indonesia telah meningkat sekitar 15 kali lipat dibandingkan dengan
pendapatan per kapita pada tahun 1970. Dilihat dari pendapatan per kapita ini,
maka pembangunan yang telah dilaksanakan di Indonesia selama PJP I ini dapat
dikatakan berhasil dan sukses.
Perkembangan tingkat
pertumbuhan ekonomi di Indonesia selama Pembangunan Jangka Panjang Tahap I
(1969-1994) yang cukup tinggi yaitu rata-rata 6,8 persen per tahun dan adanya
peningkatan pendapatan per kapita masyarakat dari sebesar 70 US$ menjadi di
atas 1000 US$ merupakan dampak dari semakin rendahnya tingkat inflasi yang
terjadi. Pada awal pem-bangunan PJP I, tingkat inflasi di Indonesia (1965)
mencapai 650 persen. Dengan adanya kebijakan-kebijakan yang di ambil pemerintah
Indonesia dari tahun ke tahun tingkat inflasi dapat ditekan hingga di bawah 5
persen.
B. Peran Penduduk dalam Pembangunan
Ekonomi
Kapasitas yang rendah dari negara sedang berkembang
untuk meningkatkan output totalnya harus diimbangi dengan penurunan tingkat
perkembangan penduduk, sehingga penghasilan rill per kapita akan dapat
meningkat. Dengan kapasitas yang rendah untuk menaikkan output totalnya dan
tanpa diimbangi dengan turunnya tingkat perkembangan penduduk, maka akan
terjadi penundaan pembangunan ekonomi.
Ada 4 aspek penduduk yang perlu diperhatikan di negara-negara sedang berkembang,
yaitu:
Tingkat
perkembangan penduduk yang relative tinggi
Penduduk memiliki dua peranan dalam pembangunan ekonomi, satu dari segi
permintaan dan yang lain dari segi penawaran. Dari segi permintaan penduduk
bertindak sebagai produsen. Oleh karena itu perkembangan penduduk yang cepat
tidaklah selalu merupakan penghambat bagi jalannya pembangunan ekonomi jika
penduduk penduduk ini mempunyai kapasitas yang tinggi untuk menghasilkan dan
menyerap hasil produksi yang dihasilkan. Ini berarti tingkat pertambahan
penduduk yang tinggi disertai dengan tingkat penghasilan yang tinggi pula. Jadi
pertambahan penduduk dengan tingkat penghasilan yang rendah tidak ada gunanya
bagi pembangunan ekonomi.
Tidak ada suatu keragu-raguan terhadap sejarah di negara-negara yang sudah maju
bahwa pertambahan penduduk yang pesat justru menyumbang terhadap kenaikan
penghasilan rill per kapita. Ini disebabkan karena negara-negara yang sudah
maju tersebut telah siap dengan tabunagn yang akan melayani kebutuhan
investasi. Tambahan penduduk justru akan menambah potensi masyarakat untuk
enghasilkan dan juga sebagai sumber permintaan yang baru. Keadaan ini dapat
kita hubungkan dengan teori dari Professor A.Hansen mengenai stagnasi secular
(secularSagnation), yang megatakan bahwa bertambahnya jumlah penduduk justru
akan menciptakan/memperbesar permintaan agregatif, terutama investasi. Para
pengikut Keynes tidak melihat tambahan penduduk sekadar sebagai tambahan
penduduk saja, tetapi juga melihat adanya suatu kenaikan dalam daya beli
(purchasing power). Di samping itu para pengikut Keynes juga menganggap tenaga
kerja ini akan selalu mengiringi kenaikan jumlah penduduk.
Kalau seandainya terjadi penurunan jumlah penduduk, maka akan terjadi pula
penurunan dalam rangsangan untuk mengadakan investasi dan permintaan agregatif
juga akan turun. Jika perkembangan penduduk tertunda maka akumulasi capital
juga akan menjadi lesu karena beberapa alasan, yaitu wiraswasta akan mengira
bahwa pasar menjadi semakin sempit. Sedangkan karena tingkat keuntungan
merupakan fungsi dari luasnya pasar, maka investasi yang tergantung pada
tingkat keuntungan, akan menjadi berbahaya dan akibatnya akan menurun.
Disamping alas an itu pertambahan penduduk juga mendorong adanya perluasan
investasi karena adanya kebutuhan perumahan yang semakin besar dan juga
kebutuhan-kebutuhan yang bersifat umum seperti jalan raya, fasilitas
pengangkutan umum, persediaan air minum, kesehatan dan sebagainya Kebutuhan
akan capital dalam bidang ini relative lebih besar daripada bidang-bidang lain
sehingga penurunan tingkat perkembangan penduduk akan mengakibatkan turunnya
akumulasi kapital.
Bagi negara-negara yang sedang berkembang keadaannya sama sekali terbalik,
yaitu bahwa perkembangan penduduk yang cepat jusru akan menghambat ekonomi.
Kaum klasik seperti adam Smith, David Ricardo dan Thomas Robert Malthus
berpendapat bahwa selalu aka nada perlombaan antara tingkat perkembangan output
dengan tingkat perkembangan penduduk, yang akhirnya akan dimenangkan oleh
perkembangan penduduk. Jadi karena penduduk juga berfungsi sebagai tenaga
kerja, maka paling tidak akan terdapat kesulitan dalam lapangan penyediaan
pekerjaan. Kalau penduduk itu dapat memperoleh pekerjaan, maka hal itu dapat
meningkatkan kesejahteraan bangsanya. Tetapi kalau mereka tidak dapat
memperoleh pekerjaan, yang berarti mereka itu menganggur, maka justru akan
menekan standar hidup bangsanya menjadi lebih rendah.
Oleh karena itu penduduk yang selalu berkembang menuntut adanya perkembangan
ekonomi yang terus menerus pula. Semua ini memerlukan lebih banyak investasi
yang biasanya berasal dari tabungan. Tabungan ini pada umumnya tersedia di
negara-negara yang sudah maju. Bagi negara-negara sedang berkembang,
perkembangan penduduk justru merupakan perintang perkembangan ekonomi, karena
negara-negara ini sedikit sekali memiliki kapital. Usaha-usaha untuk mengadakan
tabungan dirasa sangat susah dan memerlukan banyak pengorbanan.
Struktur
Umur yang Tidak Favorable
Negara-negara sedang berkembang memiliki tingkat kelahiran yang tinggi dan
tingkat kematian yang rendah. Hal ini mengakibatkan adanya segolongan besar
penduduk usia muda lebih besar proporsinya daripada golongan pendududk usia
dewasa. Keadaan penduduk yang seperti ini disebut sebagai penduduk yang berciri
“expansive”.
Umumnya negara sedang berkembang memiliki angka beban tanggungan yang tinggi
karena besarnya jumlah penduduk usia muda. Proposi yang besar dari penduduk
usia muda ini tidak menguntungkan bagi pembangunan ekonomi, karena:
1.
Penduduk golongan muda usia, cenderung untuk memperkecil angka penghasilan
perkapita dan mereka semua merupakan konsumen dan bukan produsen dalam
perekonomian tersebut.
2.
Adanya golongan penduduk usia muda yang besa jumlahnya disuatu Negara akan
mengakibatkan lebih banyak alokasi factor-faktor produksi kearah
“investasi-investasi sosial” dan bukan ke “investasi-investasi kapital”. Oleh
karena itu paling tidak ia akan menunda perkembangan ekonomi.
Distribusi
Penduduk yang Tidak Seimbang
Tingakat urbanisasi yang tinggi pada umumnya telah dihubungkan dengan
daerah-daerah yang secara ekonomis telah maju dan bersifat industri. Urbanisasi
ini mempunyai pengaruh dan akibat-akibat yang berbeda dinegara-negara yamg
sudah maju bila dibandingkan dinegara-negara yang sedang berkembang.
Dinegara-negara maju hanya sebagian kecil penduduk disektor
pertanian.Urbanisasi biasanya terjadi karena adanya tingkat upah yang lebih
menarik disektor industri (dikota) dari pada tingkat upah didesa (sector
pertanian).
Untuk negara sedang berkembang, hal ini dapat mengakibatkan adanya
ketidakseimbangan perkembangan ekonomi antara sektor pertanian dan sektor
industri, yaitu bila urbanisasi terus terjadi sampai kekurangan tenaga kerja
muncul sebagai masalah di sector pertanian. Dengan demikian maka sector
pertanian tidak cukup dapat menyediakan barang-barang ataupun jasa-jasa yang
dibutuhkan oleh sector industri. Akibatnya perkembangan akan tergantung dari
sektor perdagangan internasional. Keingainan untuk mencapai perkembangan
yang seimbang antara kedua sector itu juga merupakan masalah yang tidak mudah
diatasi, karena adanya keharusan dalam membagi jumlah tabungan yang terbatas,
diantara investasi social dan investasi kapital yang produktif.
Untuk Indonesia misalnya terdapat pula masalh distribusi kepadatan penduduk,
yang lebih bersifat masalh distribusi kepadatan secara regional daripada antara
sektor kota dan desa. Sebenarnya masalah kepadatan penduduk di Indonesia
terbatas kepada masalah di Pulau Jawa yang kira-kira berjumlah 70% dari seluruh
penduduk Indonesia. Pulau-pulau sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian
(Papua) adalah pulau-pulau yang jauh lebih besar daripada pulau Jawa, tetapi
mempunyai tingkat kepadatan penduduk yang jauh lebih rendah disbanding dengan
di Pulau Jawa. Sebagai akibat dari pembedaan kepadatan penduduk itu, maka
beberapa daerah mengalami kekurangan tenaga kerja dan juga industry, sedangkan
Pulau Jawa memiliki jumlah industri yang lebih banyak dan tenaga kerja yang
berlimpah-limpah. Ketidakseimbangan distribusi penduduk baik antara desa daerah
yang kurang berkembang juga akan menghambat jalannya pembangunan ekonomi karena
pembangunan ekonomi memerlukan mobilitas tenaga kerja yang lebih rendah, yang
didapati di negara-negara atau daerah-daerah yang mempunyai dsitribusi penduduk
yang lebih merata.
Kualitas
Tenaga kerja yang Rendah
Rendahnya kualitas penduduk juga merupakan penghalang pembangunan ekonomi suatu
Negara. Ini disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan tingkat
pengetahuan tenaga kerja. Untuk adanya perkembangan ekonomi, terutama industri
jelas sekali dibutuhkan lebih banyak tenaga kerja yang mempunyai skill atau
paling tidak dapat membaca dan menulis.Dengan kata lain pendidikan merupakan
faktor penting bagi berhasilnya pembangunan ekonomi.Bahkan menurut Schumacer
pendidikan merupakan sumber daya yang terbesar manfaatnya disbanding
faktor-faktor produksi lain.
C.
Ledakan Penduduk (Population Explosion)
Dari banyak penelitian kita mengetahui bahwa faktor
utama yang menentukan perkembangan penduduk adalah tingkat kematian,tingkat
kelahiran,dan tingkat perpindahan penduduk (migrasi). Dua faktor yang pertama
sangat besar peranannya dalam mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk. Disamping
itu jumlah penduduk yang besar secara absolut akan bertambah lebih cepat
daripada jumlah penduduk yang kecil, walaupun laju pertumbuhannya sama. Dari
pengalaman yang ada, laju pertumbuhan penduduk selalu meningkat bagi dunia
secara keseluruhan sampai awal abad ke-20. Kemudian dapat diperkirakan lamanya
waktu yang dibutuhkan bagi suatu jumlah penduduk untuk menjadi dua kali lipat
(doubling time) apabila kita mengetahui tingginya laju pertumbuhan.
Tingkat
Kematian (Death Rate)
Ada 4 faktor yang menyumbang terhadap penurunan angka kematian pada umumnya:
a.
Adanya kenaikan standar hidup sebagai akibat kemajuan teknologi dan
meningkatnya produktivitas tenaga kerja serta tercapainya perdamaian dunia yang
cukup lama.
b.
Adanya perbaikan pemeliharaan kesehatan umum (kesehatan masyarakat), maupun
kesehatan individu.Dalam abad ke-19 ini telah banyak usaha yang ditunjukkan
untuk memperbaiki mutu bahan makanan dan air minum serta adanya peningkatan
dalam kebersihan individu, yang selama ini mendorong terhindarkannya hampir
segala macam penyakit.
c.
Adanya kemajuan dalam bidang ilmu kedokteran serta diperkenalkannya
lembaga-lembaga kesehatan umum yang modern, world health organization(WHO)
sehingga dapat mengurangi jumlah orang yang terserang penyakit.
d.
Meningkatnya penghasilan riil perkapita, sehingga orang mampu membiayai
hidupnya dan bebas dari kelaparan dan penyakit,dan selanjutnya dapat hidup
dengan sehat.
Tingkat
Kelahiran (Birth Rate)
Dinegara-negara industry pertumbuhan penduduk berlsngsung terus disamping
adanya penurunan tingkat kelahiran, misalnya di Perancis,Amerika Serikat dan
Inggris, tingkat kelahiran terus menurun sejak abad ke 19 sampai awal abad ini.
Hanya setelah perang dunia ke- II, tingkat kelahiran meningkat dan mempercepat
tingkat pertambahan penduduk.Tingkat kelahiran lebih dihubungkan dengan
perkembangan ekonomi melalui pola-pola kebudayaan seperti: umur perkawinan,
status wanitanya, kedudukan antara rural dan urban serta sifat-sifat dari
system famili yang ada.
Walaupun program keluarga berencana sudah lama diperaktekkan dinegara-negara
sedang berkembang(Indonesia,India,Filipina dan sebagainya), namun tingkat
kelahiran masih dikatakan tinggi disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan
dan masih primitifnya struktur social dan kebudayaan. Dinegara-negara yang
sudah maju, terutama dinegara-negara, penurunan tingkat kematian
sungguh-sungguh telah diikuti oleh suatu penurunan tingkat kelahiran pula. Oleh
karena itu ada seorang profesor, yaitu E.E Hagen, menganggap bahwa tingkat
kelahiran itu ditentukan oleh tingginya tingkat kematian. Keadaan tersebut
berbeda dengan keadaan dinegara-negara sedang berkembang,dimana turunnya
tingkat kelahiran belum tampak,bahkan dibeberapa Negara tingkat kelahiran masih
menunjukkan gejala-gejala yang meningkat sampai awal 1970-an.
Migrasi
Migrasi mempunyai peranan juga dalam menentukan tingkat pertumbuhan
penduduk.Oleh karena itu tingkat pertumbuhan penduduk tidak dapat di
perhitungkan hanya dari tingkat kelahiran dan tingkat kematian
saja. Bagi negara sedang berkembang migrasi tidaklah berarti dalam
peningkatan jumlah penduduk ataupun dalam penguranagan jumlah
penduduk.Perpindahan penduduk ke luar negeri dari negara-negara sedang
berkembang tidaklah mungkin dapat terlaksana lagi guna mengurangi
kepadatan penduduknya.
Hal ini di sebabkan banyak negara seperti Australia,Rhodesia dan Suriname tidak
bersedia menerima perpindahan penduduk dari negara – negara sedang berkembang
yang padat penduduknya, dengan alasan kesuliatan – kesulitan integrasi
sosial dan rendahnya tingkat skill di negara- negara yang mengalami tekanan
penduduk tersebut.
Akibatnya dengan penurunan tingkat kematian yang cepat dan tepat tingginya
tingkat kelahiran dan kurang efektifnya migrasi, maka pertumbuhan penduduk akan
tampak sangat cepat dan mengakibatkan terjadinya ledakan penduduk di
negara-negara sedang berkembang.
D.
Keterkaitan Masalah Kependudukan dengan Pembangunan Ekonomi
Masalah kependudukan
erat kaitannya dengan pembangunan ekonomi. Selain menyangkut produk nasional
riel dan produk per kapita riel, juga terjadi perubahan- perubahan
institutional dan perubahan-perubahan struktural ekonomi masyarakat. Hal ini
tercermin dari perubahan atau pergeseran peranan sumbangan sektor- sektor
ekonomi dalam produk dan pendapatan nasional.
Masalah kepadatan
penduduk, kecepatan perkembangannya, penyebarannya yang tidak merata,
produktivitas rata- rata yang relative rendah, pengangguran dan masalah
underitilized dari angkatan kerja tersebut, telah lama menjadi pusat perhatian
dan merupakan bagian dari sasaran perbaikan dalam strategi pembangunan
Indonesia. Dengan demikian perlu disadari, bahwa pemecahan untuk masalah-
masalah tersebut meliputi aspek- aspek perluasan pendidikan dan peningkatan
keterampilan, pembinaan dan pengembangan kewiraswastaan yang memungkinkan
tumbuhnya self creating jobs ataupun self employment, di samping peningkatan
dan perluasan investasi yang lebih berorientasi kepada kegiatan- kegiatan yang
padat karya dan program-program konvensional lain seperti keluarga berencana
dan transmigrasi.
Pertumbuhan penduduk di
kebanyakan negara yang ekonominya tengah berkembang adalah akibat tingkat
kelahiran yang tinggi dibarengi oleh tingkat kematian yang menurun. Tingkat kelahiran
yang tinggi ini dalam banyak hal menyebabkan bahwa pola usia penduduk cenderung
pada usia anak- anak, sehingga penduduk yang dewasa dan menduduki yang secara
ekonomis adalah usia paling produktif, berkurang secara proposional. Tingkat
kematian menurun terutama pada lapisan penduduk berusia rendah, seperti bayi
dan anak- anak, sehingga proposi anak meningkat. Struktur penduduk dengan pola
usia dan burden of dependency seperti ini pada umumnya tidak menumbuhkan
semangat pembangunan.
Penyebab
utama perbedaan laju pertumbuhan penduduk antara Negara-negara maju dan
Negara-negara berkembang bertumpu pada perbedaan tingkat kelahiran. Kesenjangan
tingkat kematian antara Negara-negara maju dan berkembang semakin lama semakin
kecil. Penyebab utamanya adalah membaiknya kondisi kesehatan di seluruh
Negara-negara dunia ketiga. Bagi kebanyakan Negara berkembang, tingkat kematian
bayi telah mengalami penurunan besar selama beberapa decade terakhir sehingga
harapan hidup menjadi lebih lama.
E. Hal yang Mempengaruhi Pertumbuhan
Ekonomi
Pertumbuhan
Penduduk dan Angkatan Kerja
Pertumbuhan
penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja (yang terjadi beberapa tahun kemudian
setelah pertumbuhan pendududuk) secara tradisional dianggap sebagai salah satu
factor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih
besar berarti akan menambah jumlah tenaga produktif, sedangkan pertumbuhan
penduduk yang lebih besar berarti meningkatkan ukuran pasar domesticnya.
Meskipun demikian, kita masih mempertanyakan apakah begitu cepatnya pertumbuhan
penawaran angkatan kerja di Negara-negara berkembang (sehingga banyak diantara
mereka yang mengalami kelebihan tenaga kerja) benar- benar akan memberikan
dampak positif, atau justru negatif, terhadap pembangunan ekonominya. Sebenarnya,
hal tersebut (positif atau negativenya pertambahan penduduk bagi upaya
pembangunan ekonomi) sepenuhnya tergantung pada kemampuan sistem perekonimian
yang bersangkutan untuk menyerap dan secara produktif memanfaatkan tambahan
tenaga kerja tersebut. Adapun kemampuan itu sendiri lebih lanjut dipengaruhi
oleh tingkat jenis akumulasi modal dan tersedianya input atau factor-faktor
penunjang, seperti kecakapan manajerial dan administrasi.
BAB
III
KESIMPULAN
DAN SARAN
3.1
Kesimpulan
·
Kebijakan Kependudukan adalah kebijakan yang ditujukan untuk
mempengaruhi besar, komposisi, distribusi dan tingkat perkembangan penduduk
·
Kebijakan kependudukan dapat dilakukan melalui tiga komponen
perkembangan penduduk yaitu :
1) kelahiran (fertilitas)
2) kematian (mortalitas)
3) perpindahan penduduk (migrasi).
·
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses
kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan
adanya pertambahan dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur
ekonomi suatu negara dan pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu negara
·
Pertumbuhan penduduk
mempengaruhi stabilitas, baik stabilitas politik maupun sosial, berkat
pengaruhnya kepada pencapaian keseimbangan di dalam negeri dan peningkatan
jumlah penduduk sebagai sumber kekuasaan politik dan militer
3.2 Saran
Manusia dikenal sebagai makhluk hidup yang berakal sehat dan
pandai di dalam mengelola berbagai sumber daya. Telah hadir berbagai teknologi
yang digunakan untuk berbagai kegiatan yang dilakukan oleh setiap individu.
Sayangnya, pengembangan teknologi seringkali berjalan ke arah yang berlawanan
dengan keiinginan untuk melestarikan lingkungan hidup. Oleh karena itu, harapan
kelompok kepada pembaca setelah mempelajari makalah ini, hendaklah mengerti dan
memahami langkah-langkah apa saja yang perlu dilakukan untuk pengelolaan
lingkungan hidup, agar tetap lestari serta dapat memberikan kebijakan yang baik
mengenai kependudukan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar