Kamis, 21 Maret 2019

era industri 4.0 ekonomi Pembangunan Pertanian


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Interaksi antarindividu, antarkomunitas, hingga antarbangsa terjadi dengan cepat. Para ahli menjelaskan perubahan sebagai dimensi waktu. Dunia terhubung hanya disekat oleh batas maya. Perubahan  selalu memberikan tanda nyata dan memiliki jejak dalam kehidupan manusia. Perubahan dalam fase kehidupan manusia ditandai banyak hal, salah satunya adalah perubahan dalam era industri.
Fourth Industrial Revolution (“4IR”) atau Revolusi Industri 4.0 tidak hanya berpotensi luar biasa dalam merombak industri, tapi juga mengubah berbagai aspek kehidupan manusia. Kita telah melihat banyak negara, baik negara maju maupun negara berkembang, yang telah memasukkan gerakan ini ke dalam agenda nasional mereka sebagai salah satu cara untuk meningkatkan daya saing di kancah pasar global. 4IR sudah pasti akan menuju Indonesia dan kita siap untuk mengimplementasikannya. Bagi Indonesia, fenomena 4IR memberikan peluang untuk merevitalisasi sektor manufaktur Indonesia dan menjadi salah satu cara untuk mempercepat pencapaian visi Indonesia untuk menjadi 10 ekonomi terbesar di dunia. Hingga tahun 2016, industri manufaktur berkontribusi sebesar 20 persen PDB Indonesia dan membuka lebih dari 14 juta lapangan pekerjaan. Berkat belanja konsumen kita yang kuat, yang berkontribusi hingga 50 persen dari PDB, ekonomi Indonesia telah bertumbuh enam kali lipat dalam kurun waktu 17 tahun dan mencapai angka lebih dari US$ 1 triliun pada tahun 2017 serta telah berhasil berubah dari ekonomi berbasis sumber daya alam menjadi ekonomi yang berbasis sektor yang lebih bernilai tambah. Indonesia juga sedang menikmati periode bonus demografi, berkat banyaknya populasi penduduk berusia muda dan masuk dalam rentang produktif. Dengan adanya perubahan menuju ekonomi berbasis jasa, kontribusi industri manufaktur Indonesia menurun menjadi 22 persen pada tahun 2016 setelah sebelumnya mencapai titik tertinggi sebesar 26 persen pada tahun 2001, dan ini diperkirakan akan terus menurun pada tahun 2030 jika tidak dilakukan intervensi apapun. Di lain pihak, populasi usia produktif diperkirakan akan bertambah sebanyak 30 juta orang pada tahun 2030, sehingga akan menjadi penting bagi pemerintah untuk membuka lahan pekerjaan bagi mereka.
Penerapan 4IR membuka peluang untuk merevitalisasi kembali industri manufaktur kita, meningkatkan produktifitas pekerja, mendorong ekspor netto, serta membuka sekitar 10 juta lapangan pekerjaan tambahan yang akan menjadi landasan pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk menuju 10 ekonomi terbesar di dunia. Kementerian Perindustrian telah menyusun inisiatif “Making Indonesia 4.0” untuk mengimplementasikan strategi dan Peta Jalan 4IR di Indonesia. Peta Jalan ini melibatkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari institusi pemerintah, asosiasi industri, pelaku usaha, penyedia teknologi, maupun lembaga riset dan pendidikan. Peta Jalan Making Indonesia 4.0 memberikan arah dan strategi yang jelas bagi pergerakan industri Indonesia di masa yang akan datang, termasuk di lima sektor yang menjadi fokus dan 10 prioritas nasional dalam upaya memperkuat struktur perindustrian Indonesia. Melalui komitmen serta partisipasi aktif dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk di dalamnya kementerian dan lembaga pemerintah lainnya, kemitraan dengan pihak swasta dan pelaku industri terkemuka, investor, institusi pendidikan lembaga riset, kami yakin cetak biru Making Indonesia 4.0 dapat dijalankan dengan sukses.
1.2 Tujuan Makalah
            Untuk mengetahui penjelasan mengenai peran 4.0 dalam pembangunan pendidikan dan pekerjaan di Negara Indonesia
1.3 Manfaat Penyusunan Makalah
            Adapun manfaat dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat penyusun makalah sebagai mahasiswa dalam memperoleh nilai mata kuliah Ekonomi Pembangunan Pertanian yang dibawakan oleh Bapak DR.Ir.Satia Negara Lubis, M.Ec. Penulis juga berharap agar makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca di kemudian hari. 

BAB II
ISI
2.1 Revolusi Industri
Sejarah revolusi industri dimulai dari industri 1.0, 2.0, 3.0, hingga industri 4.0. Fase industri merupakan real change dari perubahan yang ada. Industri 1.0 ditandai dengan mekanisasi produksi untuk menunjang efektifitas dan efisiensi aktivitas manusia, industri 2.0 dicirikan oleh produksi massal dan standarisasi mutu, industri 3.0 ditandai dengan penyesuaian massal dan fleksibilitas manufaktur berbasis otomasi dan robot. Industri 4.0 selanjutnya hadir menggantikan industri 3.0 yang ditandai dengan cyber fisik dan kolaborasi manufaktur (Hermann et al, 2015; Irianto, 2017). Istilah industri 4.0 berasal dari sebuah proyek yang diprakarsai oleh pemerintah Jerman untuk mempromosikan komputerisasi manufaktur. 
Lee et al (2013) menjelaskan, industri 4.0 ditandai dengan peningkatan digitalisasi manufaktur yang didorong oleh empat faktor:  1) peningkatan volume data, kekuatan komputasi, dan konektivitas;  2) munculnya analisis, kemampuan, dan kecerdasan bisnis; 3) terjadinya bentuk interaksi baru antara manusia  dengan mesin; dan 4) perbaikan instruksi transfer digital ke dunia fisik, seperti robotika dan 3D printing. Lifter dan Tschiener (2013) menambahkan, prinsip dasar industri 4.0 adalah penggabungan mesin, alur kerja, dan sistem, dengan menerapkan jaringan cerdas di sepanjang rantai dan proses produksi untuk mengendalikan satu sama lain secara mandiri. 
Hermann et al (2016) menambahkan, ada empat desain prinsip industri 4.0. Pertama, interkoneksi (sambungan) yaitu  kemampuan mesin, perangkat, sensor, dan orang untuk terhubung dan berkomunikasi satu sama lain melalui Internet of Things (IoT) atau Internet of People (IoP). Prinsip ini membutuhkan kolaborasi, keamanan, dan standar. Kedua, transparansi informasi merupakan kemampuan sistem informasi untuk menciptakan salinan virtual dunia fisik dengan memperkaya model digital dengan data sensor termasuk analisis data dan penyediaan informasi. Ketiga, bantuan teknis yang meliputi;  (a) kemampuan sistem bantuan untuk mendukung manusia dengan menggabungkan dan mengevaluasi informasi secara sadar untuk membuat keputusan yang tepat dan memecahkan masalah mendesak dalam waktu singkat; (b) kemampuan sistem untuk mendukung manusia dengan melakukan berbagai tugas yang tidak menyenangkan, terlalu melelahkan, atau tidak aman; (c) meliputi bantuan visual dan fisik. Keempat, keputusan terdesentralisasi yang merupakan kemampuan sistem fisik maya untuk membuat keputusan sendiri dan menjalankan tugas seefektif mungkin. Secara sederhana, prinsip industri 4.0 menurut Hermann et al (2016) dapat digambarkan sebagai berikut. 
Era Industri 4.0: Tantangan dan Peluang  Perkembangan Pendidikan Indonesia
Industri 4.0 telah memperkenalkan teknologi produksi massal yang fleksibel (Kagermann et al, 2013). Mesin akan beroperasi secara independen atau berkoordinasi dengan manusia (Sung, 2017). Industri 4.0 merupakan sebuah pendekatan untuk mengontrol proses produksi dengan melakukan sinkronisasi waktu dengan melakukan penyatuan dan penyesuaian produksi (Kohler & Weisz, 2016). Selanjutnya, Zesulka et al (2016) menambahkan, industri 4.0 digunakan pada tiga faktor yang saling terkait yaitu; 1) digitalisasi dan interaksi ekonomi dengan teknik sederhana menuju jaringan ekonomi dengan teknik kompleks;  2) digitalisasi produk dan layanan; dan 3) model pasar baru. Baur dan Wee (2015) memetakan industri 4.0 dengan istilah “kompas digital” sebagai berikut. 
Gambar 2 merupakan instrumen bagi perusahaan dalam mengimplementasikan industri 4.0 agar sesuai dengan kebutuhan mereka. Pada gambar 2 komponen tenaga kerja (labor), harus memenuhi; 1) kolaborasi manusia dengan robot; 2) kontrol dan kendali jarak jauh; 3) manajemen kinerja digital; dan 4) otomasi pengetahuan kerja. Demikian pula pada komponen lainnya digunakan sebagai instrumen implementasi industri 4.0. 
Revolusi digital dan era disrupsi teknologi adalah istilah lain dari industri 4.0. Disebut revolusi digital karena terjadinya proliferasi komputer dan otomatisasi pencatatan di semua bidang. Industri 4.0 dikatakan era disrupsi teknologi karena otomatisasi dan konektivitas di sebuah bidang akan membuat pergerakan dunia industri dan persaingan kerja menjadi tidak linear.  Salah satu karakteristik unik dari industri 4.0 adalah pengaplikasian kecerdasan buatan atau artificial intelligence (Tjandrawinata, 2016). Salah satu bentuk pengaplikasian tersebut adalah penggunaan robot untuk menggantikan tenaga manusia sehingga lebih murah, efektif, dan efisien. 
2.2 Tantangan dan Peluang Industri 4.0
Kemajuan teknologi memungkinkan terjadinya otomatisasi hampir di semua bidang. Teknologi dan pendekatan baru yang menggabungkan dunia fisik, digital, dan biologi secara fundamental akan mengubah pola hidup dan interaksi manusia (Tjandrawinata, 2016). 
Industri 4.0 sebagai fase revolusi teknologi mengubah cara beraktifitas manusia dalam skala, ruang lingkup, kompleksitas, dan transformasi dari pengalaman hidup sebelumnya. Manusia bahkan akan hidup dalam ketidakpastian (uncertainty) global, oleh karena itu manusia harus memiliki kemampuan untuk memprediksi masa depan yang berubah sangat cepat. Tiap negara harus merespon perubahan tersebut secara terintegrasi dan komprehensif. Respon tersebut dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan politik global, mulai dari sektor publik, swasta, akademisi, hingga masyarakat sipil sehingga tantangan industri 4.0 dapat dikelola menjadi peluang. 
Wolter mengidentifikasi tantangan industri 4.0 sebagai berikut;  1) masalah keamanan teknologi informasi; 2) keandalan dan stabilitas mesin produksi; 3) kurangnya keterampilan yang memadai;  4) keengganan untuk berubah oleh para pemangku kepentingan; dan  5) hilangnya banyak pekerjaan karena berubah menjadi otomatisasi (Sung, 2017). Lebih spesifik, Hecklau et al (2016) menjelaskan tantangan industri 4.0 sebagai berikut.
Irianto (2017) menyederhanakan tantangan industri 4.0 yaitu;  (1) kesiapan industri; (2) tenaga kerja terpercaya; (3) kemudahan pengaturan sosial budaya; dan (4) diversifikasi dan penciptaan lapangan kerja dan peluang industri 4.0 yaitu; (1) inovasi ekosistem;  (2) basis industri yang kompetitif; (3) investasi pada teknologi; dan  (4) integrasi Usaha Kecil Menengah (UKM) dan kewirausahaan. 
Pemetaan tantangan dan peluang industri 4.0 untuk mencegah berbagai dampak dalam kehidupan masyarakat, salah satunya adalah permasalahan pengangguran.  Work Employment and Social Outlook Trend 2017 memprediksi jumlah orang yang menganggur secara global pada 2018 diperkirakan akan mencapai angka 204 juta jiwa dengan kenaikan tambahan 2,7 juta. Hampir sama dengan kondisi yang dialami negara barat, Indonesia juga diprediksi mengalami hal yang sama. Pengangguran juga masih menjadi tantangan  bahkan cenderung menjadi ancaman. Tingkat pengangguran terbuka Indonesia pada Februari 2017 sebesar 5,33% atau 7,01 juta jiwa dari total 131,55 juta orang angkatan kerja (Sumber: BPS 2017). 
Data BPS 2017 juga menunjukkan, jumlah pengangguran yang berasal dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menduduki peringkat teratas yaitu sebesar 9,27%. Selanjutnya adalah lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 7,03%, Diploma III (D3) sebesar 6,35%, dan universitas 4,98%. Diidentifikasi, penyebab tingginya kontribusi pendidikan kejuruan terhadap jumlah pengangguran di Indonesia salah satunya disebabkan oleh rendahnya keahlian khusus dan soft skill yang dimiliki. 
Permasalahan pengangguran dan daya saing sumber daya manusia menjadi tantangan yang nyata bagi Indonesia. Tantangan yang dihadapi Indonesia juga ditambah oleh tuntutan perusahaan dan industri. Bank Dunia (2017) melansir bahwa pasar kerja membutuhkan multi-skills lulusan yang ditempa oleh satuan dan sistem pendidikan, baik pendidikan menengah maupun pendidikan tinggi. 
Indonesia juga diprediksi akan mengalami bonus demografi pada tahun 2030-2040, yaitu penduduk dengan usia produktif lebih banyak dibandingkan dengan penduduk non produktif. Jumlah penduduk usia produktif diperkirakan mencapai 64% dari total penduduk Indonesia yang diperkirakan mencapai 297 juta jiwa. Oleh sebab itu, banyaknya penduduk dengan usia produktif harus diikuti oleh peningkatan kualitas, baik dari sisi pendidikan, keterampilan, dan kemampuan bersaing di pasar tenaga kerja.
2.3 Peluang dan Masa Depan Pendidikan
Tantangan dan peluang industri 4.0 mendorong inovasi dan kreasi pendidikan. Pemerintah perlu meninjau relevansi antara pendidikan dan pekerjaan untuk merespon perubahan, tantangan, dan peluang era industri 4.0 dengan tetap memperhatikan aspek kemanusiaan (humanities). Tantangan pendidikan semakin kompleks dengan industri 4.0. 
Menjawab tantangan industri 4.0, Bukit (2014) menjelaskan bahwa pendidikan (Vocational Education) sebagai pendidikan yang berbeda dari jenis pendidikan lainnya harus memiliki karakteristik sebagai berikut; 1) berorientasi pada kinerja individu dalam dunia kerja; 2) justifikasi khusus pada kebutuhan nyata di lapangan; 3) fokus kurikulum pada aspek-aspek psikomotorik, afektif, dan kognitif; 4) tolok ukur keberhasilan tidak hanya terbatas di sekolah; 5) kepekaan terhadap perkembangan dunia kerja; 6) memerlukan sarana dan prasarana yang memadai; dan 7) adanya dukungan masyarakat.      
Brown, Kirpal, & Rauner (2007) menambahkan bahwa pelatihan dan akuisisi keterampilan sangat mempengaruhi pengembangan identitas seseorang terkait dengan pekerjaan. Selanjutnya, Lomovtseva (2014), Edmond dan Oluiyi (2014) menjelaskan pendidikan kejuruan merupakan tempat menempa kematangan dan keterampilan seseorang sehingga tidak bisa hanya dibebankan kepada suatu kelompok melainkan menjadi tanggung jawab bersama. 
Pendidikan dan pelatihan kejuruan memiliki tujuan yang sama yaitu pengembangan pengetahuan, kemampuan, keterampilan dan pembentukan kompetensi seseorang. Hal ini telah dijelaskan oleh “Bapak Pendidikan Kejuruan Dunia” Prosser dan Quigley (1952), menyatakan bahwa pendidikan kejuruan menjadi bagian dari total pengalaman individu untuk belajar dengan sukses agar dapat melakukan pekerjaan yang menguntungkan.
Pendidikan juga diarahkan untuk meningkatkan kemandirian individu dalam berwirausaha sesuai dengan kompetensi yang dimiliki (Kennedy, 2011). Penyiapan beberapa kompetensi harus dilakukan karena pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu (Sudira, 2012) dan menyiapkan lulusannya yang mampu dan mau bekerja sesuai dengan bidang keahliannya (Usman, 2016; Yahya, 2015). 
Pendidikan diselenggarakan pada suatu lembaga berupa institusi bidang pendidikan  baik sekunder, pos sekunder perguruan tinggi teknik yang dikendalikan pemerintah atau masyarakat industri (Kuswana, 2013). Pendidikan difokuskan pada penyediaan tenaga kerja terampil pada berbagai sektor seperti perindustiran, pertanian dan teknologi untuk meningkatkan pembangunan ekonomi (Afwan, 2013). 
Berdasarkan asumsi-asumsi yang ada, pendidikan kejuruan merupakan jenis pendidikan yang unik karena bertujuan untuk mengembangkan pemahaman, sikap dan kebiasaan kerja yang berguna bagi individu sehingga dapat memenuhi kebutuhan sosial, politik, dan ekonomi sesuai dengan ciri yang dimiliki. Pendidikan dan pelatihan kejuruan merupakan pendekatan pendidikan yang menekankan pada kebutuhan industri sehingga peningkatan dan pengembangan individu dapat dilakukan di industri (Zaib & Harun, 2014). Berdasar teori yang ada, pendidikan kejuruan berpeluang untuk menjawab tantangan industri 4.0. 
Tantangan tersebut harus dijawab dengan cepat dan tepat agar tidak berkontribusi terhadap peningkatan pengangguran. Pemerintah berupaya merespon tantangan industri 4.0, ancaman pengangguran, dan bonus demografi dengan fokus meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan kejuruan di tahun 2018. Pemerintah melalui kebijakan lintas kementerian dan lembaga mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakan pemerintah adalah revitalisasi pendidikan kejuruan Indonesia. Dukungan dari pemerintah harus mencakup, 1) sistem pembelajaran, 2) satuan pendidikan, 3) peserta didik, dan 4) pendidik dan tenaga kependidikan juga dibutuhkan. 
Revitalisasi sistem pembelajaran meliputi, 1) kurikulum dan pendidikan karakter, 2) bahan pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi, 3) kewirausahaan, 4) penyelarasan, dan  5) evaluasi. Satuan pendidikan meliputi, 1) unit sekolah baru dan ruang kelas baru, 2) ruang belajar lainnya, 3) rehabilitasi ruang kelas, 4) asrama siswa dan guru, 5) peralatan, dan 6) manajemen dan kultur sekolah. Elemen peserta didik meliputi, 1) pemberian beasiswa dan  2) pengembangan bakat minat. Elemen pendidik dan tenaga kependidikan meliputi, 1) penyediaan, 2) distribusi, 3) kualifikasi,  4) sertifikasi, 5) pelatihan, 6) karir dan kesejahteraan, dan  7) penghargaan dan perlindungan. 
Penguatan empat elemen yang ada dalam sistem pendidikan membutuhkan gerakan kebaruan untuk merespon era industri 4.0. Salah satu gerakan yang dicanangkan oleh pemerintah adalah gerakan literasi baru sebagai penguat bahkan menggeser gerakan literasi lama. Gerakan literasi baru yang dimaksudkan terfokus pada tiga literasi utama yaitu, 1) literasi digital, 2) literasi teknologi, dan 3) literasi manusia (Aoun, 2017). Tiga keterampilan ini diprediksi menjadi keterampilan yang sangat dibutuhkan di masa depan atau di era industri 4.0. 
Literasi digital diarahkan pada tujuan peningkatan kemampuan membaca, menganalisis, dan menggunakan informasi di dunia digital (Big Data), literasi teknologi bertujuan untuk memberikan pemahaman pada cara kerja mesin dan aplikasi teknologi, dan literasi manusia diarahkan pada peningkatan kemampuan berkomunikasi dan penguasaan ilmu desain (Aoun, 2017). Literasi baru yang diberikan diharapkan menciptakan lulusan yang kompetitif dengan menyempurnakan gerakan literasi lama yang hanya fokus pada peningkatan kemampuan membaca, menulis, dan matematika. 
Adaptasi gerakan literasi baru dapat diintegrasi dengan melakukan penyesuaian kurikulum dan sistem pembelajaran sebagai respon terhadap era industri 4.0. Respon pembelajaran yang perlu dikembangkan untuk SMA adalah pembelajaran abad 21.
 
Menurut Trillling dan Fadel (2009), pembelajaran abad 21 berorientasi pada gaya hidup digital, alat berpikir, penelitian pembelajaran dan cara kerja pengetahuan (lihat gambar 3). Tiga dari empat orientasi pembelajaran abad 21 sangat dekat dengan pendidikan kejuruan yaitu cara kerja pengetahuan, penguatan alat berpikir, dan gaya hidup digital. Cara kerja pengetahuan merupakan kemampuan berkolaborasi dalam tim dengan lokasi yang berbeda dan dengan alat yang berbeda, penguatan alat berpikir merupakan kemampuan menggunakan teknologi, alat digital, dan layanan, dan gaya hidup digital merupakan kemampuan untuk menggunakan dan menyesuaikan dengan era digital (Trilling & Fadel, 2009). 
Forum ekonomi dunia melansir, struktur keterampilan abad 21 akan mengalami perubahan. Pada tahun 2015, struktur keterampilan sebagai berikut; 1) pemecahan masalah yang kompleks; 2) kerjasama dengan orang lain; 3) manajemen orang; 4) berpikir kritis; 5) negosiasi; 6) kontrol kualitas; 7) orientasi layanan; 8) penilaian dan pengambilan keputusan; 9) mendengarkan secara aktif; dan 10); kreativitas. Pada tahun 2020 struktur kerja berubah menjadi; 1) pemecahan masalah yang kompleks; 2) berpikir kritis; 3) kreativitas; 4) manajemen orang;  5) kerjasama dengan orang lain 6) kecerdasan emosional; 7) penilaian dan pengambilan keputusan; 8) orientasi layanan; 9) negosiasi; dan  10) fleksibilitas kognitif (Irianto, 2017).   
Seluruh bentuk kecakapan dan keterampilan di abad 21 dan era industri 4.0 yang dibutuhkan harus diintegrasikan ke dalam elemen pendidikan kejuruan. Mulai dari sistem pembelajaran, satuan pendidikan, peserta didik, hingga ke pendidik dan tenaga kependidikan.
2.4 Revitalisasi Pendidikan Era industri 4.0
Menghadapi industri 4.0, pendidikan membutuhkan dukungan masyarakat. Shan, Liu, & Li, (2015), Shavit & Müller (2000) menjelaskan bahwa pendidikan membutuhkan dukungan dan pengakuan serta tidak terlepas dari kepentingan masyarakat. Hal ini akan meningkatkan kepercayaan diri lulusan pendidikan kejuruan sehingga lulusannya merasa aman sebagai pekerja yang terampil karena adanya dukungan dan pengakuan dari masyarakat. Pada dasarnya pendidikan kejuruan dapat disediakan atau difasilitasi oleh masyarakat dan pemerintah untuk mempersiapkan dan merubah individu secara cepat dalam memenuhi tuntutan dunia kerja (Murgor, 2013) dan perubahan zaman termasuk fase industri 4.0.
Pengembangan pendidikan kejuruan harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat dalam sistem untuk menjawab tantangan industri 4.0. Brofenbrener (1989) menawarkan Muatan pembelajaran abad 21 harus selalu menyesuaikan dengan perubahan termasuk di era industri 4.0. Muatan pembelajaran diharapkan mampu memenuhi keterampilan abad 21 (21st century skills); 1) pembelajaran dan keterampilan inovasi meliputi penguasan pengetahuan dan keterampilan yang beraneka ragam, pembelajaran dan inovasi, berpikir kritis dan penyelesaian masalah, komunikasi dan kolaborasi, dan kreatifitas dan inovasi, 2) keterampilan literasi digital meliputi literasi informasi, literasi media, dan literasi ICT, 3) karir dan kecakapan hidup meliputi fleksibilitas dan adaptabilitas, inisiatif, interaksi sosial dan budaya, produktifitas dan akuntabilitas, dan kepemimpinan dan tanggung jawab (Trilling & Fadel, 2009).
2.5 prioritas nasional dalam inisiatif “Making Indonesia 4.0”
1. Perbaikan alur aliran barang dan material Indonesia bergantung pada impor bahan baku maupun komponen bernilai tinggi, khususnya di sektor kimia, logam dasar, otomotif, dan elektronik. Indonesia akan memperkuat produksi lokal pada sektor hulu dan menengah melalui peningkatan kapasitas produksi dan percepatan adopsi teknologi. Indonesia akan mengembangkan rancangan jangka panjang untuk perbaikan alur aliran barang dan material secara nasional dan menyusun strategi sumber material.
2. Desain ulang zona industri Indonesia telah membangun beberapa zona industri di penjuru negeri. Indonesia akan mengoptimalkan kebijakan zona-zona industri ini termasuk menyelaraskan peta jalan sektor sektor yang menjadi fokus dalam Making Indonesia 4.0 secara geografis, serta peta jalan untuk transportasi dan infrastruktur. Untuk mengoptimalkan penggunaan lahan, Indonesia akan mengevaluasi zona-zona industri yang ada dan akan membangun satu peta jalan zona industri yang komprehensif dan lintas industri.
3. Mengakomodasi standar-standar keberlanjutan ( sustainability ) Komunitas global telah menyuarakan kekhawatiran terkait keberlanjutan di berbagai sektor. Indonesia melihat tantangan keberlanjutan sebagai peluang untuk membangun kemampuan keberlanjutan berbasis teknologi bersih, EV, biokimia, dan energi terbarukan. Oleh karenanya, Indonesia akan berusaha memenuhi persyaratan keberlanjutan di masa mendatang, mengidentifikasi aplikasi teknologi dan peluang pertumbuhan ramah lingkungan, serta mempromosikan lingkungan yang kondusif (termasuk peraturan, pajak dan subsidi) untuk investasi yang ramah lingkungan.
4. Memberdayakan UMKM Hampir 70 persen tenaga kerja Indonesia bekerja untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mendukung pelaku usaha UMKM dengan membangun platform e-commerce untuk UMKM, petani dan pengrajin, membangun sentra sentra teknologi ( technology bank ) dalam rangka meningkatkan akses UMKM terhadap akuisisi teknologi, dan memberikan dukungan mentoring untuk mendorong inovasi.
5. Membangun infrastruktur digital nasional Untuk mendukung Peta Jalan Making Indonesia 4.0, Indonesia akan melakukan percepatan pembangunan infrastruktur digital, termasuk internet dengan kecepatan tinggi dan digital capabilities dengan kerjasama pemerintah, publik dan swasta untuk dapat berinvestasi di teknologi digital seperti cloud , data center , security management dan infrastruktur broadband . Indonesia juga akan menyelaraskan standar digital, sesuai dengan norma-norma global, untuk mendorong kolaborasi antar  pelaku industri sehingga dapat mempercepat transformasi digital.
6. Menarik minat investasi asing Indonesia perlu melibatkan lebih banyak pelaku industri manufaktur terkemuka untuk menutup kesenjangan teknologi dan mendorong transfer teknologi ke perusahaan lokal. Untuk meningkatkan FDI, Indonesia akan secara aktif melibatkan perusahaan manufaktur global, memilih 100 perusahaan manufaktur teratas dunia sebagai kandidat utama dan menawarkan insentif yang menarik, dan berdialog dengan pemerintah asing untuk kolaborasi tingkat nasional.


7. Peningkatan kualitas SDM SDM adalah hal yang penting untuk mencapai kesuksesan pelaksanaan Making Indonesia 4.0. Indonesia berencana untuk merombak kurikulum pendidikan dengan lebih menekankan pada STEAM ( Science , Technology , Engineering , the Arts , dan Mathematics ), menyelaraskan kurikulum pendidikan nasional dengan kebutuhan industri di masa mendatang. Indonesia akan bekerja sama dengan pelaku industri dan pemerintah asing untuk meningkatkan kualitas sekolah kejuruan, sekaligus memperbaiki program mobilitas tenaga kerja global untuk memanfaatkan ketersediaan SDM dalam mempercepat transfer kemampuan.
8. Pembangunan ekosistem inovasi Ekosistem inovasi adalah hal yang penting untuk memastikan keberhasilan Making Indonesia 4.0. Pemerintah Indonesia akan mengembangkan cetak biru pusat inovasi nasional, mempersiapkan  percontohan pusat inovasi dan mengoptimalkan regulasi terkait, termasuk diantaranya yaitu perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan insentif fiskal untuk mempercepat kolaborasi lintas sektor diantara pelaku usaha swasta/BUMN dengan universitas.
9. Insentif untuk investasi teknologi Insentif memiliki potensi untuk menggerakkan inovasi dan adopsi teknologi. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia akan mendesain ulang rencana insentif adopsi teknologi, seperti subsidi, potongan pajak perusahaan, dan pengecualian bea pajak impor bagi perusahaan yang berkomitmen untuk menerapkan teknologi 4IR. Selain itu, Indonesia akan meluncurkan dana investasi negara untuk  dukungan pendanaan tambahan bagi kegiatan investasi dan inovasi di bidang teknologi canggih.
10. Harmonisasi aturan dan kebijakan Indonesia berkomitmen melakukan harmonisasi aturan dan kebijakan untuk  mendukung daya saing industri dan memastikan kordinasi pembuat kebijakan yang erat antara kementerian dan lembaga terkait dengan pemerintah daerah. Dampak

BAB III
PENUTUP
Industri 4.0 banyak membawa perubahan dalam kehidupan manusia. Industri 4.0  secara fundamental telah mengubah cara beraktivitas manusia dan memberikan pengaruh yang besar terhadap dunia kerja. Pengaruh positif industri 4.0 berupa efektifitas dan efisiensi sumber daya dan biaya produksi meskipun berdampak pada pengurangan lapangan pekerjaan. Industri 4.0 membutuhkan tenaga kerja yang memiliki keterampilan dalam literasi digital, literasi teknologi, dan literasi manusia.
Dengan adanya manfaat nyata, Indonesia berkomitmen untuk mengimplementasikan Making Indonesia 4.0 dan menjadikannya sebagai agenda nasional. Pada semester pertama 2018, Indonesia akan mulai menyusun satuan tugas untuk lima fokus sektor (makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, kimia, dan elektronik) dan 10 prioritas lintas sektor. Setiap satuan tugas akan memiliki tugas dan tanggung jawab yang jelas. Pada semester kedua 2018, satuan tugas ini akan menyusun rencana utama, merinci rencana aksi, dan mulai menjalankan setiap inisiatif serta berkoordinasi dengan satu sama lain untuk memastikan agar implementasi Making Indonesia 4.0 dapat berjalan dengan lancar.


 DAFTAR PUSTAKA
Aoun, J.E. (2017). Robot-proof: higher education in the age of artificial intelligence.         US: MIT Press.
Afwan, M. (2013). Leadership on technical and vocational education in community           college [Versi elektronik]. Journal of Education and Practice, 4 (21), 21-23.
Brown, A., Kirpal, S., & Rauner, F. (2007). Identitas at work. Netherlands: Springer. 
Bukit, M. (2014). Strategi dan inovasi pendidikan kejuruan dari kompetensi ke      kompetisi. Bandung: Alfabeta. 
Edmon, A., & Oluiyi, A. (2014). Re-engineering technical vocational education and          training toward safety practice skill needs of sawmill workers against          workplace hazards in Nigeria [Versi elektronik]. Journal of Education and             Practice, 5 (7), 150-157.
Forcht, Karen A. (2004). Computer Security. Boyd & Frase.
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar