BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Interaksi
antarindividu, antarkomunitas, hingga antarbangsa terjadi dengan cepat. Para
ahli menjelaskan perubahan sebagai dimensi waktu. Dunia terhubung hanya disekat
oleh batas maya. Perubahan selalu
memberikan tanda nyata dan memiliki jejak dalam kehidupan manusia. Perubahan
dalam fase kehidupan manusia ditandai banyak hal, salah satunya adalah
perubahan dalam era industri.
Fourth Industrial
Revolution (“4IR”) atau Revolusi Industri 4.0 tidak hanya berpotensi luar biasa
dalam merombak industri, tapi juga mengubah berbagai aspek kehidupan manusia.
Kita telah melihat banyak negara, baik negara maju maupun negara berkembang,
yang telah memasukkan gerakan ini ke dalam agenda nasional mereka sebagai salah
satu cara untuk meningkatkan daya saing di kancah pasar global. 4IR sudah pasti
akan menuju Indonesia dan kita siap untuk mengimplementasikannya. Bagi
Indonesia, fenomena 4IR memberikan peluang untuk merevitalisasi sektor
manufaktur Indonesia dan menjadi salah satu cara untuk mempercepat pencapaian
visi Indonesia untuk menjadi 10 ekonomi terbesar di dunia. Hingga tahun 2016,
industri manufaktur berkontribusi sebesar 20 persen PDB Indonesia dan membuka
lebih dari 14 juta lapangan pekerjaan. Berkat belanja konsumen kita yang kuat,
yang berkontribusi hingga 50 persen dari PDB, ekonomi Indonesia telah bertumbuh
enam kali lipat dalam kurun waktu 17 tahun dan mencapai angka lebih dari US$ 1
triliun pada tahun 2017 serta telah berhasil berubah dari ekonomi berbasis
sumber daya alam menjadi ekonomi yang berbasis sektor yang lebih bernilai
tambah. Indonesia juga sedang menikmati periode bonus demografi, berkat
banyaknya populasi penduduk berusia muda dan masuk dalam rentang produktif.
Dengan adanya perubahan menuju ekonomi berbasis jasa, kontribusi industri
manufaktur Indonesia menurun menjadi 22 persen pada tahun 2016 setelah
sebelumnya mencapai titik tertinggi sebesar 26 persen pada tahun 2001, dan ini
diperkirakan akan terus menurun pada tahun 2030 jika tidak dilakukan intervensi
apapun. Di lain pihak, populasi usia produktif diperkirakan akan bertambah
sebanyak 30 juta orang pada tahun 2030, sehingga akan menjadi penting bagi
pemerintah untuk membuka lahan pekerjaan bagi mereka.
Penerapan 4IR membuka
peluang untuk merevitalisasi kembali industri manufaktur kita, meningkatkan
produktifitas pekerja, mendorong ekspor netto, serta membuka sekitar 10 juta
lapangan pekerjaan tambahan yang akan menjadi landasan pertumbuhan ekonomi
Indonesia untuk menuju 10 ekonomi terbesar di dunia. Kementerian Perindustrian
telah menyusun inisiatif “Making Indonesia 4.0” untuk mengimplementasikan
strategi dan Peta Jalan 4IR di Indonesia. Peta Jalan ini melibatkan berbagai
pemangku kepentingan, mulai dari institusi pemerintah, asosiasi industri,
pelaku usaha, penyedia teknologi, maupun lembaga riset dan pendidikan. Peta
Jalan Making Indonesia 4.0 memberikan arah dan strategi yang jelas bagi
pergerakan industri Indonesia di masa yang akan datang, termasuk di lima sektor
yang menjadi fokus dan 10 prioritas nasional dalam upaya memperkuat struktur
perindustrian Indonesia. Melalui komitmen serta partisipasi aktif dari berbagai
pemangku kepentingan, termasuk di dalamnya kementerian dan lembaga pemerintah
lainnya, kemitraan dengan pihak swasta dan pelaku industri terkemuka, investor,
institusi pendidikan lembaga riset, kami yakin cetak biru Making Indonesia 4.0
dapat dijalankan dengan sukses.
1.2 Tujuan Makalah
Untuk
mengetahui penjelasan mengenai peran 4.0 dalam pembangunan pendidikan dan
pekerjaan di Negara Indonesia
1.3 Manfaat Penyusunan Makalah
Adapun
manfaat dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat
penyusun makalah sebagai mahasiswa dalam memperoleh nilai mata kuliah Ekonomi
Pembangunan Pertanian yang dibawakan oleh Bapak DR.Ir.Satia Negara Lubis, M.Ec. Penulis juga berharap agar makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi pembaca di kemudian hari.
BAB
II
ISI
2.1 Revolusi Industri
Sejarah
revolusi industri dimulai dari industri 1.0, 2.0, 3.0, hingga industri 4.0.
Fase industri merupakan real change dari perubahan yang ada. Industri 1.0
ditandai dengan mekanisasi produksi untuk menunjang efektifitas dan efisiensi
aktivitas manusia, industri 2.0 dicirikan oleh produksi massal dan standarisasi
mutu, industri 3.0 ditandai dengan penyesuaian massal dan fleksibilitas
manufaktur berbasis otomasi dan robot. Industri 4.0 selanjutnya hadir
menggantikan industri 3.0 yang ditandai dengan cyber fisik dan kolaborasi
manufaktur (Hermann et al, 2015; Irianto, 2017). Istilah industri 4.0 berasal
dari sebuah proyek yang diprakarsai oleh pemerintah Jerman untuk mempromosikan
komputerisasi manufaktur.
Lee
et al (2013) menjelaskan, industri 4.0 ditandai dengan peningkatan digitalisasi
manufaktur yang didorong oleh empat faktor:
1) peningkatan volume data, kekuatan komputasi, dan konektivitas; 2) munculnya analisis, kemampuan, dan
kecerdasan bisnis; 3) terjadinya bentuk interaksi baru antara manusia dengan mesin; dan 4) perbaikan instruksi
transfer digital ke dunia fisik, seperti robotika dan 3D printing. Lifter dan
Tschiener (2013) menambahkan, prinsip dasar industri 4.0 adalah penggabungan
mesin, alur kerja, dan sistem, dengan menerapkan jaringan cerdas di sepanjang
rantai dan proses produksi untuk mengendalikan satu sama lain secara
mandiri.
Hermann
et al (2016) menambahkan, ada empat desain prinsip industri 4.0. Pertama,
interkoneksi (sambungan) yaitu kemampuan
mesin, perangkat, sensor, dan orang untuk terhubung dan berkomunikasi satu sama
lain melalui Internet of Things (IoT) atau Internet of People (IoP). Prinsip
ini membutuhkan kolaborasi, keamanan, dan standar. Kedua, transparansi
informasi merupakan kemampuan sistem informasi untuk menciptakan salinan
virtual dunia fisik dengan memperkaya model digital dengan data sensor termasuk
analisis data dan penyediaan informasi. Ketiga, bantuan teknis yang
meliputi; (a) kemampuan sistem bantuan
untuk mendukung manusia dengan menggabungkan dan mengevaluasi informasi secara
sadar untuk membuat keputusan yang tepat dan memecahkan masalah mendesak dalam
waktu singkat; (b) kemampuan sistem untuk mendukung manusia dengan melakukan
berbagai tugas yang tidak menyenangkan, terlalu melelahkan, atau tidak aman;
(c) meliputi bantuan visual dan fisik. Keempat, keputusan terdesentralisasi
yang merupakan kemampuan sistem fisik maya untuk membuat keputusan sendiri dan
menjalankan tugas seefektif mungkin. Secara sederhana, prinsip industri 4.0
menurut Hermann et al (2016) dapat digambarkan sebagai berikut.
Era
Industri 4.0: Tantangan dan Peluang
Perkembangan Pendidikan Indonesia
Industri
4.0 telah memperkenalkan teknologi produksi massal yang fleksibel (Kagermann et
al, 2013). Mesin akan beroperasi secara independen atau berkoordinasi dengan
manusia (Sung, 2017). Industri 4.0 merupakan sebuah pendekatan untuk mengontrol
proses produksi dengan melakukan sinkronisasi waktu dengan melakukan penyatuan
dan penyesuaian produksi (Kohler & Weisz, 2016). Selanjutnya, Zesulka et al
(2016) menambahkan, industri 4.0 digunakan pada tiga faktor yang saling terkait
yaitu; 1) digitalisasi dan interaksi ekonomi dengan teknik sederhana menuju
jaringan ekonomi dengan teknik kompleks;
2) digitalisasi produk dan layanan; dan 3) model pasar baru. Baur dan
Wee (2015) memetakan industri 4.0 dengan istilah “kompas digital” sebagai
berikut.
Gambar
2 merupakan instrumen bagi perusahaan dalam mengimplementasikan industri 4.0
agar sesuai dengan kebutuhan mereka. Pada gambar 2 komponen tenaga kerja
(labor), harus memenuhi; 1) kolaborasi manusia dengan robot; 2) kontrol dan
kendali jarak jauh; 3) manajemen kinerja digital; dan 4) otomasi pengetahuan
kerja. Demikian pula pada komponen lainnya digunakan sebagai instrumen
implementasi industri 4.0.
Revolusi
digital dan era disrupsi teknologi adalah istilah lain dari industri 4.0.
Disebut revolusi digital karena terjadinya proliferasi komputer dan otomatisasi
pencatatan di semua bidang. Industri 4.0 dikatakan era disrupsi teknologi
karena otomatisasi dan konektivitas di sebuah bidang akan
membuat pergerakan dunia industri dan persaingan kerja menjadi tidak
linear. Salah satu karakteristik unik
dari industri 4.0 adalah pengaplikasian kecerdasan buatan atau artificial intelligence
(Tjandrawinata, 2016). Salah satu bentuk pengaplikasian tersebut adalah
penggunaan robot untuk menggantikan tenaga manusia sehingga lebih murah,
efektif, dan efisien.
2.2 Tantangan dan Peluang Industri
4.0
Kemajuan
teknologi memungkinkan terjadinya otomatisasi hampir di semua bidang. Teknologi
dan pendekatan baru yang menggabungkan dunia fisik, digital, dan biologi secara
fundamental akan mengubah pola hidup dan interaksi manusia (Tjandrawinata,
2016).
Industri
4.0 sebagai fase revolusi teknologi mengubah cara beraktifitas manusia dalam
skala, ruang lingkup, kompleksitas, dan transformasi dari pengalaman hidup
sebelumnya. Manusia bahkan akan hidup dalam ketidakpastian (uncertainty)
global, oleh karena itu manusia harus memiliki kemampuan untuk memprediksi masa
depan yang berubah sangat cepat. Tiap negara harus merespon perubahan tersebut
secara terintegrasi dan komprehensif. Respon tersebut dengan melibatkan seluruh
pemangku kepentingan politik global, mulai dari sektor publik, swasta, akademisi,
hingga masyarakat sipil sehingga tantangan industri 4.0 dapat dikelola menjadi
peluang.
Wolter
mengidentifikasi tantangan industri 4.0 sebagai berikut; 1) masalah keamanan teknologi informasi; 2)
keandalan dan stabilitas mesin produksi; 3) kurangnya keterampilan yang
memadai; 4) keengganan untuk berubah
oleh para pemangku kepentingan; dan 5)
hilangnya banyak pekerjaan karena berubah menjadi otomatisasi (Sung,
2017). Lebih spesifik, Hecklau et al (2016) menjelaskan tantangan industri 4.0
sebagai berikut.
Irianto
(2017) menyederhanakan tantangan industri 4.0 yaitu; (1) kesiapan industri; (2) tenaga kerja
terpercaya; (3) kemudahan pengaturan sosial budaya; dan (4) diversifikasi dan
penciptaan lapangan kerja dan peluang industri 4.0 yaitu; (1) inovasi
ekosistem; (2) basis industri yang
kompetitif; (3) investasi pada teknologi; dan
(4) integrasi Usaha Kecil Menengah (UKM) dan kewirausahaan.
Pemetaan
tantangan dan peluang industri 4.0 untuk mencegah berbagai dampak dalam
kehidupan masyarakat, salah satunya adalah permasalahan pengangguran. Work Employment and Social Outlook Trend 2017
memprediksi jumlah orang yang menganggur secara global pada 2018 diperkirakan
akan mencapai angka 204 juta jiwa dengan kenaikan tambahan 2,7 juta. Hampir
sama dengan kondisi yang dialami negara barat, Indonesia
juga diprediksi mengalami hal yang sama. Pengangguran juga masih menjadi
tantangan bahkan cenderung menjadi
ancaman. Tingkat pengangguran terbuka Indonesia pada Februari 2017 sebesar
5,33% atau 7,01 juta jiwa dari total 131,55 juta orang angkatan kerja (Sumber:
BPS 2017).
Data
BPS 2017 juga menunjukkan, jumlah pengangguran yang berasal dari Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) menduduki peringkat teratas yaitu sebesar 9,27%.
Selanjutnya adalah lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 7,03%, Diploma
III (D3) sebesar 6,35%, dan universitas 4,98%. Diidentifikasi, penyebab
tingginya kontribusi pendidikan kejuruan terhadap jumlah pengangguran di
Indonesia salah satunya disebabkan oleh rendahnya keahlian khusus dan soft
skill yang dimiliki.
Permasalahan
pengangguran dan daya saing sumber daya manusia menjadi tantangan yang nyata
bagi Indonesia. Tantangan yang dihadapi Indonesia juga ditambah oleh tuntutan
perusahaan dan industri. Bank Dunia (2017) melansir bahwa pasar kerja
membutuhkan multi-skills lulusan yang ditempa oleh satuan dan sistem
pendidikan, baik pendidikan menengah maupun pendidikan tinggi.
Indonesia
juga diprediksi akan mengalami bonus demografi pada tahun 2030-2040, yaitu
penduduk dengan usia produktif lebih banyak dibandingkan dengan penduduk non
produktif. Jumlah penduduk usia produktif diperkirakan mencapai 64% dari total
penduduk Indonesia yang diperkirakan mencapai 297 juta jiwa. Oleh sebab itu,
banyaknya penduduk dengan usia produktif harus diikuti oleh peningkatan
kualitas, baik dari sisi pendidikan, keterampilan, dan kemampuan bersaing di
pasar tenaga kerja.
2.3 Peluang dan Masa Depan
Pendidikan
Tantangan
dan peluang industri 4.0 mendorong inovasi dan kreasi pendidikan. Pemerintah
perlu meninjau relevansi antara pendidikan dan pekerjaan untuk merespon
perubahan, tantangan, dan peluang era industri 4.0 dengan tetap memperhatikan
aspek kemanusiaan (humanities). Tantangan pendidikan semakin kompleks dengan
industri 4.0.
Menjawab
tantangan industri 4.0, Bukit (2014) menjelaskan bahwa pendidikan (Vocational
Education) sebagai pendidikan yang berbeda dari jenis pendidikan lainnya harus
memiliki karakteristik sebagai berikut; 1) berorientasi pada kinerja individu
dalam dunia kerja; 2) justifikasi khusus pada kebutuhan nyata di lapangan; 3)
fokus kurikulum pada aspek-aspek psikomotorik, afektif, dan kognitif; 4) tolok
ukur keberhasilan tidak hanya terbatas di sekolah; 5) kepekaan terhadap
perkembangan dunia kerja; 6) memerlukan sarana dan prasarana yang memadai; dan
7) adanya dukungan masyarakat.
Brown,
Kirpal, & Rauner (2007) menambahkan bahwa pelatihan dan akuisisi
keterampilan sangat mempengaruhi pengembangan identitas seseorang terkait
dengan pekerjaan. Selanjutnya, Lomovtseva (2014), Edmond dan Oluiyi (2014)
menjelaskan pendidikan kejuruan merupakan tempat menempa kematangan dan
keterampilan seseorang sehingga tidak bisa hanya dibebankan kepada suatu
kelompok melainkan menjadi tanggung jawab bersama.
Pendidikan
dan pelatihan kejuruan memiliki tujuan yang sama yaitu pengembangan
pengetahuan, kemampuan, keterampilan dan pembentukan kompetensi seseorang. Hal
ini telah dijelaskan oleh “Bapak Pendidikan Kejuruan Dunia” Prosser dan Quigley
(1952), menyatakan
bahwa pendidikan kejuruan menjadi bagian dari total pengalaman individu untuk
belajar dengan sukses agar dapat melakukan pekerjaan yang menguntungkan.
Pendidikan
juga diarahkan untuk meningkatkan kemandirian individu dalam berwirausaha
sesuai dengan kompetensi yang dimiliki (Kennedy, 2011). Penyiapan beberapa
kompetensi harus dilakukan karena pendidikan kejuruan merupakan pendidikan
menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang
tertentu (Sudira, 2012) dan menyiapkan lulusannya yang mampu dan mau bekerja sesuai
dengan bidang keahliannya (Usman, 2016; Yahya, 2015).
Pendidikan
diselenggarakan pada suatu lembaga berupa institusi bidang pendidikan baik sekunder, pos sekunder perguruan tinggi
teknik yang dikendalikan pemerintah atau masyarakat industri (Kuswana, 2013).
Pendidikan difokuskan pada penyediaan tenaga kerja terampil pada berbagai
sektor seperti perindustiran, pertanian dan teknologi untuk meningkatkan
pembangunan ekonomi (Afwan, 2013).
Berdasarkan
asumsi-asumsi yang ada, pendidikan kejuruan merupakan jenis pendidikan yang
unik karena bertujuan untuk mengembangkan pemahaman, sikap dan kebiasaan kerja
yang berguna bagi individu sehingga dapat memenuhi kebutuhan sosial, politik,
dan ekonomi sesuai dengan ciri yang dimiliki. Pendidikan dan pelatihan kejuruan
merupakan pendekatan pendidikan yang menekankan pada kebutuhan industri
sehingga peningkatan dan pengembangan individu dapat dilakukan di industri
(Zaib & Harun, 2014). Berdasar teori yang ada, pendidikan
kejuruan berpeluang untuk menjawab tantangan industri 4.0.
Tantangan
tersebut harus dijawab dengan cepat dan tepat agar tidak berkontribusi terhadap
peningkatan pengangguran. Pemerintah berupaya merespon tantangan industri 4.0,
ancaman pengangguran, dan bonus demografi dengan fokus meningkatkan kualitas
sumber daya manusia melalui pendidikan kejuruan di tahun 2018. Pemerintah
melalui kebijakan lintas kementerian dan lembaga mengeluarkan berbagai
kebijakan. Salah satu kebijakan pemerintah adalah revitalisasi pendidikan
kejuruan Indonesia. Dukungan dari pemerintah harus mencakup, 1) sistem
pembelajaran, 2) satuan pendidikan, 3) peserta didik, dan 4) pendidik dan
tenaga kependidikan juga dibutuhkan.
Revitalisasi
sistem pembelajaran meliputi, 1) kurikulum dan pendidikan karakter, 2) bahan
pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi, 3) kewirausahaan, 4)
penyelarasan, dan 5) evaluasi. Satuan
pendidikan meliputi, 1) unit sekolah baru dan ruang kelas baru, 2) ruang
belajar lainnya, 3) rehabilitasi ruang kelas, 4) asrama siswa dan guru, 5) peralatan,
dan 6) manajemen dan kultur sekolah. Elemen peserta didik meliputi, 1)
pemberian beasiswa dan 2) pengembangan
bakat minat. Elemen pendidik dan tenaga kependidikan meliputi, 1) penyediaan,
2) distribusi, 3) kualifikasi, 4)
sertifikasi, 5) pelatihan, 6) karir dan kesejahteraan, dan 7) penghargaan dan perlindungan.
Penguatan
empat elemen yang ada dalam sistem pendidikan membutuhkan gerakan kebaruan
untuk merespon era industri 4.0. Salah satu gerakan yang dicanangkan oleh
pemerintah adalah gerakan literasi baru sebagai penguat bahkan menggeser
gerakan literasi lama. Gerakan literasi baru yang dimaksudkan terfokus pada
tiga literasi utama yaitu, 1) literasi digital, 2) literasi
teknologi, dan 3) literasi manusia (Aoun, 2017). Tiga keterampilan ini diprediksi
menjadi keterampilan yang sangat dibutuhkan di masa depan atau di era industri
4.0.
Literasi
digital diarahkan pada tujuan peningkatan kemampuan membaca, menganalisis, dan
menggunakan informasi di dunia digital (Big Data), literasi teknologi bertujuan
untuk memberikan pemahaman pada cara kerja mesin dan aplikasi teknologi, dan
literasi manusia diarahkan pada peningkatan kemampuan berkomunikasi dan
penguasaan ilmu desain (Aoun, 2017). Literasi baru yang diberikan diharapkan
menciptakan lulusan yang kompetitif dengan menyempurnakan gerakan literasi lama
yang hanya fokus pada peningkatan kemampuan membaca, menulis, dan
matematika.
Adaptasi
gerakan literasi baru dapat diintegrasi dengan melakukan penyesuaian kurikulum
dan sistem pembelajaran sebagai respon terhadap era industri 4.0. Respon
pembelajaran yang perlu dikembangkan untuk SMA adalah pembelajaran abad 21.
Menurut
Trillling dan Fadel (2009), pembelajaran abad 21 berorientasi pada gaya hidup
digital, alat berpikir, penelitian pembelajaran dan cara kerja pengetahuan
(lihat gambar 3). Tiga dari empat orientasi pembelajaran abad 21 sangat dekat
dengan pendidikan kejuruan yaitu cara kerja pengetahuan, penguatan alat
berpikir, dan gaya hidup digital. Cara kerja pengetahuan merupakan kemampuan berkolaborasi
dalam tim dengan lokasi yang berbeda dan dengan alat yang berbeda, penguatan
alat berpikir merupakan kemampuan menggunakan teknologi, alat digital, dan
layanan, dan gaya hidup digital merupakan kemampuan untuk menggunakan dan
menyesuaikan dengan era digital (Trilling & Fadel, 2009).
Forum
ekonomi dunia melansir, struktur keterampilan abad 21 akan mengalami perubahan.
Pada tahun 2015, struktur keterampilan sebagai berikut; 1) pemecahan masalah
yang kompleks; 2) kerjasama dengan orang lain; 3) manajemen orang; 4) berpikir
kritis; 5) negosiasi; 6) kontrol kualitas; 7) orientasi layanan; 8) penilaian
dan pengambilan keputusan; 9) mendengarkan secara aktif; dan 10); kreativitas.
Pada tahun 2020 struktur kerja berubah menjadi; 1) pemecahan masalah yang
kompleks; 2) berpikir kritis; 3) kreativitas; 4) manajemen orang; 5) kerjasama dengan orang lain 6) kecerdasan
emosional; 7) penilaian dan pengambilan keputusan; 8) orientasi layanan; 9)
negosiasi; dan 10) fleksibilitas
kognitif (Irianto, 2017).
Seluruh
bentuk kecakapan dan keterampilan di abad 21 dan era industri 4.0 yang
dibutuhkan harus diintegrasikan ke dalam elemen pendidikan kejuruan. Mulai dari
sistem pembelajaran, satuan pendidikan, peserta didik, hingga ke pendidik dan
tenaga kependidikan.
2.4 Revitalisasi Pendidikan Era
industri 4.0
Menghadapi
industri 4.0, pendidikan membutuhkan dukungan masyarakat. Shan, Liu, & Li,
(2015), Shavit & Müller (2000) menjelaskan bahwa pendidikan membutuhkan
dukungan dan pengakuan serta tidak terlepas dari kepentingan masyarakat. Hal
ini akan meningkatkan kepercayaan diri lulusan pendidikan kejuruan sehingga
lulusannya merasa aman sebagai pekerja yang terampil karena adanya dukungan dan
pengakuan dari masyarakat. Pada dasarnya pendidikan kejuruan dapat disediakan
atau difasilitasi oleh masyarakat dan pemerintah untuk mempersiapkan dan
merubah individu secara cepat dalam memenuhi tuntutan dunia kerja (Murgor,
2013) dan perubahan zaman termasuk fase industri 4.0.
Pengembangan
pendidikan kejuruan harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder)
yang terlibat dalam sistem untuk menjawab tantangan industri 4.0. Brofenbrener
(1989) menawarkan Muatan pembelajaran abad 21 harus selalu menyesuaikan dengan
perubahan termasuk di era industri 4.0. Muatan pembelajaran diharapkan mampu
memenuhi keterampilan abad 21 (21st century skills); 1) pembelajaran dan
keterampilan inovasi meliputi penguasan pengetahuan dan keterampilan yang
beraneka ragam, pembelajaran dan inovasi, berpikir kritis dan penyelesaian
masalah, komunikasi dan kolaborasi, dan kreatifitas dan inovasi, 2)
keterampilan literasi digital meliputi literasi informasi, literasi media, dan
literasi ICT, 3) karir dan kecakapan hidup meliputi fleksibilitas dan
adaptabilitas, inisiatif, interaksi sosial dan budaya, produktifitas dan
akuntabilitas, dan kepemimpinan dan tanggung jawab (Trilling & Fadel,
2009).
2.5 prioritas nasional dalam
inisiatif “Making Indonesia 4.0”
1.
Perbaikan alur aliran barang dan material Indonesia bergantung pada impor bahan
baku maupun komponen bernilai tinggi, khususnya di sektor kimia, logam dasar,
otomotif, dan elektronik. Indonesia akan memperkuat produksi lokal pada sektor
hulu dan menengah melalui peningkatan kapasitas produksi dan percepatan adopsi
teknologi. Indonesia akan mengembangkan rancangan jangka panjang untuk
perbaikan alur aliran barang dan material secara nasional dan menyusun strategi
sumber material.
2.
Desain ulang zona industri Indonesia telah membangun beberapa zona industri di
penjuru negeri. Indonesia akan mengoptimalkan kebijakan zona-zona industri ini
termasuk menyelaraskan peta jalan sektor sektor yang menjadi fokus dalam Making
Indonesia 4.0 secara geografis, serta peta jalan untuk transportasi dan
infrastruktur. Untuk mengoptimalkan penggunaan lahan, Indonesia akan
mengevaluasi zona-zona industri yang ada dan akan membangun satu peta jalan
zona industri yang komprehensif dan lintas industri.
3.
Mengakomodasi standar-standar keberlanjutan ( sustainability ) Komunitas global
telah menyuarakan kekhawatiran terkait keberlanjutan di berbagai sektor.
Indonesia melihat tantangan keberlanjutan sebagai peluang untuk membangun
kemampuan keberlanjutan berbasis teknologi bersih, EV, biokimia, dan energi
terbarukan. Oleh karenanya, Indonesia akan berusaha memenuhi persyaratan
keberlanjutan di masa mendatang, mengidentifikasi aplikasi teknologi dan
peluang pertumbuhan ramah lingkungan, serta mempromosikan lingkungan yang
kondusif (termasuk peraturan, pajak dan subsidi) untuk investasi yang ramah
lingkungan.
4.
Memberdayakan UMKM Hampir 70 persen tenaga kerja Indonesia bekerja untuk usaha
mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk
mendukung pelaku usaha UMKM dengan membangun platform e-commerce untuk UMKM,
petani dan pengrajin, membangun sentra sentra teknologi ( technology bank )
dalam rangka meningkatkan akses UMKM terhadap akuisisi teknologi, dan
memberikan dukungan mentoring untuk mendorong inovasi.
5.
Membangun infrastruktur digital nasional Untuk mendukung Peta Jalan Making
Indonesia 4.0, Indonesia akan melakukan percepatan pembangunan infrastruktur
digital, termasuk internet dengan kecepatan tinggi dan digital capabilities
dengan kerjasama pemerintah, publik dan swasta untuk dapat berinvestasi di
teknologi digital seperti cloud , data center , security management dan
infrastruktur broadband . Indonesia juga akan menyelaraskan standar digital,
sesuai dengan norma-norma global, untuk mendorong kolaborasi antar pelaku industri sehingga dapat mempercepat
transformasi digital.
6.
Menarik minat investasi asing Indonesia perlu melibatkan lebih banyak pelaku
industri manufaktur terkemuka untuk menutup kesenjangan teknologi dan mendorong
transfer teknologi ke perusahaan lokal. Untuk meningkatkan FDI, Indonesia akan
secara aktif melibatkan perusahaan manufaktur global, memilih 100 perusahaan
manufaktur teratas dunia sebagai kandidat utama dan menawarkan insentif yang
menarik, dan berdialog dengan pemerintah asing untuk kolaborasi tingkat
nasional.
7.
Peningkatan kualitas SDM SDM adalah hal yang penting untuk mencapai kesuksesan
pelaksanaan Making Indonesia 4.0. Indonesia berencana untuk merombak kurikulum
pendidikan dengan lebih menekankan pada STEAM ( Science , Technology ,
Engineering , the Arts , dan Mathematics ), menyelaraskan kurikulum pendidikan
nasional dengan kebutuhan industri di masa mendatang. Indonesia akan bekerja
sama dengan pelaku industri dan pemerintah asing untuk meningkatkan kualitas
sekolah kejuruan, sekaligus memperbaiki program mobilitas tenaga kerja global
untuk memanfaatkan ketersediaan SDM dalam mempercepat transfer kemampuan.
8.
Pembangunan ekosistem inovasi Ekosistem inovasi adalah hal yang penting untuk
memastikan keberhasilan Making Indonesia 4.0. Pemerintah Indonesia akan
mengembangkan cetak biru pusat inovasi nasional, mempersiapkan percontohan pusat inovasi dan mengoptimalkan
regulasi terkait, termasuk diantaranya yaitu perlindungan hak atas kekayaan
intelektual dan insentif fiskal untuk mempercepat kolaborasi lintas sektor
diantara pelaku usaha swasta/BUMN dengan universitas.
9.
Insentif untuk investasi teknologi Insentif memiliki potensi untuk menggerakkan
inovasi dan adopsi teknologi. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia akan
mendesain ulang rencana insentif adopsi teknologi, seperti subsidi, potongan
pajak perusahaan, dan pengecualian bea pajak impor bagi perusahaan yang
berkomitmen untuk menerapkan teknologi 4IR. Selain itu, Indonesia akan
meluncurkan dana investasi negara untuk
dukungan pendanaan tambahan bagi kegiatan investasi dan inovasi di
bidang teknologi canggih.
10.
Harmonisasi aturan dan kebijakan Indonesia berkomitmen melakukan harmonisasi
aturan dan kebijakan untuk mendukung
daya saing industri dan memastikan kordinasi pembuat kebijakan yang erat antara
kementerian dan lembaga terkait dengan pemerintah daerah. Dampak
BAB III
PENUTUP
Industri
4.0 banyak membawa perubahan dalam kehidupan manusia. Industri 4.0 secara fundamental telah mengubah cara
beraktivitas manusia dan memberikan pengaruh yang besar terhadap dunia kerja.
Pengaruh positif industri 4.0 berupa efektifitas dan efisiensi sumber daya dan
biaya produksi meskipun berdampak pada pengurangan lapangan pekerjaan. Industri
4.0 membutuhkan tenaga kerja yang memiliki keterampilan dalam literasi digital,
literasi teknologi, dan literasi manusia.
Dengan
adanya manfaat nyata, Indonesia berkomitmen untuk mengimplementasikan Making
Indonesia 4.0 dan menjadikannya sebagai agenda nasional. Pada semester pertama
2018, Indonesia akan mulai menyusun satuan tugas untuk lima fokus sektor
(makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, kimia, dan elektronik) dan
10 prioritas lintas sektor. Setiap satuan tugas akan memiliki tugas dan
tanggung jawab yang jelas. Pada semester kedua 2018, satuan tugas ini akan
menyusun rencana utama, merinci rencana aksi, dan mulai menjalankan setiap
inisiatif serta berkoordinasi dengan satu sama lain untuk memastikan agar
implementasi Making Indonesia 4.0 dapat berjalan dengan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Aoun,
J.E. (2017). Robot-proof: higher education in the age of artificial
intelligence. US: MIT Press.
Afwan,
M. (2013). Leadership on technical and vocational education in community college [Versi elektronik]. Journal of
Education and Practice, 4 (21), 21-23.
Brown,
A., Kirpal, S., & Rauner, F. (2007). Identitas at work. Netherlands:
Springer.
Bukit,
M. (2014). Strategi dan inovasi pendidikan kejuruan dari kompetensi ke kompetisi. Bandung: Alfabeta.
Edmon,
A., & Oluiyi, A. (2014). Re-engineering technical vocational education and training toward safety practice skill
needs of sawmill workers against workplace
hazards in Nigeria [Versi elektronik]. Journal of Education and Practice, 5 (7), 150-157.
Forcht,
Karen A. (2004). Computer Security.
Boyd & Frase.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar