BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak strategis
yang dapat mendukung stabilitas nasional. Pada tahun 2004, produksi daging
nasional baru tercapai 66% (380.059 ton) dan kekurangan dicukupi melalui import
(34%). Pasokan import daging diprediksikan semakin meningkat dan mencapai 70%
pada tahun 2020. Peningkatan impor sapi potong dan daging merupakan indikasi
peningkatan permintaan daging atau ketidak sanggupan pemenuhan kebutuhan yang
harus disuplai oleh produksi sapi potong dalam negeri. Pemaksaan pemenuhan
kebutuhan daging dari sapi lokal merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan
pengurasan sapi potong lokal.
Perkembangan usaha sapi potong di Indonesia melahirkan
berbagai inovasi yang pada prinsipnya ditujukan untuk mempercepat pertumbuhan
dan meningkatkan pertambahan berat badan harian (PBBH) sapi potong yang
digemukkan. PBBH yang tinggi akan mempercepat waktu pemeliharaan, sehingga sapi
dapat dijual lebih cepat dan menguntungkan. Inovasi yang diberikan biasanya
dengan memanipulasi pakan. Tidak sedikit macam suplemen yang ditawarkan, produk
tersebut dipercaya mampu meningkatkan laju pertumbuhan berat badan.
Berinvestasi
dengan cara beternak sapi merupakan salah satu cara usaha yang relatif aman,
karena sapi merupakan hewan yang tangguh tak mudah terkena penyakit, serta
pertumbuhan badan yang cepat. Harga sapi potong dipasaran pun relatif stabil
dan hasil panen mudah diserap pasar. Ada beberapa macam investasi yang
berhubungan dengan peternakan sapi yang biasa dilakukan, yakni penggemukan sapi
potong dan pembibitan sapi potong (Sujarwo, 2012).
Hasil atau nilai tambah dari usaha pembibitan sapi potong
berupa indukan sapi yang unggul agar pada usaha penggemukan bibit bakalan
tersebut dapat memberikan hasil pertambahan bobot berat badan sapi yang tinggi.
Usaha pembibitan sapi potong sejauh ini memang kurang memberikan keuntungan
yang memadai. Besarnya modal yang dibutuhkan untuk usaha pembibitan juga
menjadi penyebab lain rendahnya minat pengusaha untuk investasi di usaha
pembibitan sapi potong. Hal ini tidak sebanding dengan usaha penggemukan yang
memberikan keuntungan berlipat ganda
(Rianto dan Endang, 2011).
Di Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat merupakan daerah
dengan populasi sapi potong paling besar. Usaha sapi potong yang paling banyak
berkembang di Kecamatan Stabat adalah usaha pembibitan sapi potong. Padahal
usaha penggemukan sapi potong memberikan keuntungan finansial jauh lebih besar
dalam waktu lebih pendek, sehingga usaha penggemukan lebih menarik bagi
investor dibanding usaha pembibitan (Hadi dan Ilham, 2000). Sebaliknya, usaha
pembibitan sapi potong kurang diminati oleh investor karena memerlukan modal
usaha yang besar, sedangkan bunga kredit tinggi, rantai pemasaran rumit, sarana
transportasi dan pemilikan lahan terbatas yang akhirnya belum memberikan
keuntungan ekonomis dan dibutuhkan waktu pemeliharaan yang cukup lama
(Soeharsono dan Sudaryanto, 2011).
Didasarkan pada latar belakang tersebut, maka tim penyusun
merencanakan usaha pembibitan sapi potong di daerah kec. Stabat, kab. Langkat.
1.2 Tujuan Penelitian
Untuk
menganalisis faktor-faktor apa yang mempengaruhi nilai tambah usaha pembibitan
sapi potong Irsyad di Desa Ara Condong.
1.3 Manfaat Makalah
Memberi informasi pada pembaca tentang semua hal yang berkaitan
dengan usaha
pembibitan sapi
potong Irsyad.
1.4 Lokasi Usaha
Usaha ini dilakukan di
Desa Ara Condong, Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat karena Kabupaten Langkat merupakan Kabupaten dengan populasi
sapi potong terbesar di Provinsi Sumatera Utara, Kecamatan Stabat merupakan
daerah yang memiliki populasi sapi potong terbesar di Kabupaten Langkat dan
Desa Ara Condong, merupakan desa yang memiliki jumlah ternak sapi potong
terbesar diantara 12 desa yang ada di Kecamatan Stabat.
BAB
II
ISI
2.1
Manajemen Perkandangan
Kandang adalah tempat
tinggal ternak yang merupakan salah satu faktor penting dalam beternak. Jenis
kandang adalah kandang permanen yaitu dengan pondasi kandang yang terbuat dari batu
bata dengan semen, dan tiang terbuat dari kayu atau bambu, atap terbuat dari
seng dan lantai ada yang terbuat dari tanah yang dipadatkan adapun yang terbuat
dari semen yang dibuat miring dengan tujuan agar kotoran sapi lebih mudah
mengalir saat melakukan pembersihan kandang.
2.2
Manajemen Produksi
Jenis sapi yang
dipelihara adalah turunan simental dan brahman. Jumlah sapi yang akan
dipelihara adalah 30 ekor. Adapaun peralatan yang digunakan dalam usaha ternak
sapi potong adalah Sapu lidi, Ember, Cangkul, Arit, Gerobak sorong, Sikat, Sekop.
Pemberian obat pada ternak sapi dilakukan oleh peternak sendiri yang dibuat
sendiri oleh peternak seperti jamu yaitu jahe, merica, bawang putih, telur dan
bahan lainnya.
2.3
Manajemen Sumber Daya Alam Pakan
Di lokasi usaha orang
lapang memperoleh pakan hijauan berupa
rumput yang tumbuh disekitar daerah penelitian. Biasanya dalam 1 hari peternak
dapat mengangkut 100-400 kg pakan hijauan. Pencarian pakan hijauan biasanya
berlangsung selama 1-4. Pakan tambahan yang mereka gunakan berupa kulit ubi dan
mineral berupa garam.
Kulit ubi dapat dibeli
di pabrik singkong yang berada di daerah penelitian dengan harga 5000/goni
dengan berat goni 50kg/goni sedangkan mineral berupa garam dapat diperoleh pada
warung/kedai setempat yang berada di daerah penelitian dengan harga 500/bungkus
dengan berat 250g/bungkus. Untuk ternak rata-rata 10 ekor dapat menghabiskan
4-5 goni kulit ubi/minggu, sedangkan garam dapat menghabiskan 7 bungkus/bulan.
Pemberian pakan biasa dilakukan 2 kali dalam satu hari yaitu pada pagi hari dan
sore hari. Dari hasil penelitian ketersedian pakan cukup tersedia dan terpenuhi
untuk ternak karena memperoleh pakan yang tidak sulit di daerah penelitian.
2.4
Manajemen Kotoran Dan Limbah
Untuk
menambah pendapatan, kotoran sapi dijual ke Pasar atau pada pihak-pihak
tertentu yang membutuhkan kotoran Sapi. Sebelum dijual, kotoran sapi dikemas
terlebih dahulu dalam karung-karung kecil. Harga per karung adalah Rp.4.000,-
dengan rata-rata produksi per tahun adalah 500 karung.
2.5
Manajemen Bibit
Bibit atau anakan
dihasilkan melalui IB atau Inseminasi Buatan dan awalnya dibeli dari pajak.
2.6
Manajemen Sumber Daya Manusia
Tenaga kerja merupakan
faktor pendukung berlangsungnya suatu usaha pada ternak sapi potong. Tenaga
kerja dalam penelitian ini adalah tenaga kerja keluarga dari petani sendiri
maupun anak dari petani itu sendiri. Tenaga kerja meliputi tenaga kerja mencari
pakan, memberi pakan, mengembala sapi, dan pembersihan kandang. Adapun tenaga
kerja yang digunakan merupakan warga sekitar Desa Ara Condong yang memang
bersedia dalam melakukan pekerjaan usaha ternak sapi potong.
2.7
Manajemen Biaya
Dari hasil analisis
data primer pada Tabel 5 diperoleh rataan pendapatan yang diterima peternak
dalam satu tahun yaitu Rp. 10.410.200/tahun. Dapat dijelaskan sebagai berikut:
·
Biaya
Produksi Usaha Ternak Sapi Potong
Biaya produksi
merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usaha peternak selama
satu tahun. Apabila biaya yang dikeluarkan terlalu besar dan pendapatan yang diperoleh
kecil maka usahanya tidak menguntungkan. Biaya dalam suatu usaha peternakan
sapi potong dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan
biaya variabel/tidak tetap (variabel cost). Adapun biaya-biaya produksi pada
usaha ternak Potong Irsyad yaitu:
Ø Biaya Tetap
Biaya tetap merupakan
biaya yang dikeluarkan peternak untuk sarana produksi dan berkali-kali
digunakan. Komponen biaya tetap yang dikeluarkan pada usaha ternak sapi potong
terdiri dari biaya penyusutan peralatan, penyusutan kandang, penyusutan ternak dan
pajak. Yang rata-rata besar komponen biaya tetap yaitu biaya penyusutan
peralatan sebesar Rp. 166.707, biaya penyustan kandang sebesar Rp. 502.586,
biaya penyusutan ternak Rp. 215.229, biaya pajak Rp. 134.008.
a. Biaya investasi dan Penyusutan Alat
dan Kandang
Pada Tabel 6, peratalan
dalam usaha sapi potong diperoleh biaya investasi rata-rata yaitu sebesar Rp.
8.676.137, dengan rincian sepereti yang telah dijelaskan di atas. Penyusutan
diperoleh yaitu sebesar Rp. 166.707, yang terdiri dari penyusutan sapu lidi sebesar
Rp.7.413, ember yaitu sebesar Rp. 9.590, cangkul yaitu sebesar Rp. 12.448, arit
yaitu sebesar Rp.20.741, gerobak sorong yaitu sebesar Rp. 71.724, sikat yaitu
sebesar Rp. 34.414, dan
sekop yaitu sebesar Rp. 10.376. Besar kecilnya biaya yang dikeluarkan disebabkan
oleh jumlah peralatan yang dimiliki peternak. Dimana dalam menghitung
penyusutan peralatan didapat rumus sebagai berikut:
Keterangan:
P = Nilai Penyusutan (Rp)
Hb = Nilai/harga pembelian alat (Rp)
Hs = Nilai/harga sisa alat (Rp)
Lp = Lama penggunaan/Umur ekonomis
(tahun)
Pada penyusutan kandang
dalam usaha sapi potong diperoleh biaya rata-rata yaitu
sebesar Rp. 502.586. Besar kecilnya
biaya yang dikeluarkan dikarenakan dengan
kondisi kandang yang dimiliki oleh
peternak.
Ø Penyusutan Ternak
Biaya penyusutan ternak
rata-rata yang dikeluarkan peternak selama satu tahun yaitu sebesar Rp.
215.229,-. Menurut Ken Suratiyah (2015), dalam memperhitungkan ternak harus
dipisahkan apakah ternak tersebut sebagai tenaga kerja atau sebagai modal peternakan.
Jika ternak sebagai tenaga kerja, penyusutan tidak diperhitungkan karena pada
dasarnya semakin besar ternak semakin tinggi harganya dikarenakan adanya pertumbuhan.
Dengan demikian, penyusutan dapat diperhitungkan mulai dari saat sapi dibeli
sampai beranak yang pertama kali hingga sapi yua yang sudah tidak ekonomis lagi,
dengan rumus:
b. Pajak
Pajak yang berupa PBB
yang rata-rata dikenakan pada usaha ternak yaitu sebesar Rp.134.008,- tiap
tahunnya.
Ø Biaya Variabel
Selain biaya tetap ada
juga biaya variabel yang dikeluarkan peternak pada usaha sapi potong Irsyad berupa
biaya pakan, obat-obatan, dan biaya tenaga kerja. Hal ini sesuai dengan
pendapat (Siregar,Sori Basya 2015) yang menyatakan bahwa biaya variabel/tidak tetap
yang dikeluarkan secara berulang.
1. Biaya Pakan Tambahan
Pakan tambahan yang
digunakan pada usaha sapi potong yaitu pakan tambahan berupa kulit ubi dan
garam dimana mereka masik memberikan pakan tambahan yang mudah didapatkan di
daerah penelitian. Untuk kulit ubi dapat dibeli di pabrik singkong yang berada
di daerah penelitian dengan harga 5000/goni dengan berat pergoninya adalah sebesar
50kg dan untuk garam dapat diperoleh pada warung setempat dengan harga 500/bungkus
dengan berat perbungkusnya adalah 250g. Besar biaya yang dikeluarkan tergantung
jumlah ternak yang dimiliki tiap ternak, semakin banyak jumlah sapi maka semakin
besar biaya yang dikeluarkan.
2. Biaya Obat-Obatan
Biaya tidak tetap untuk
obat-obatan yang dikeluarkan peternak yaitu dengan obat-obatan tradisional
seperti jahe, merica, bawang putih, telur dan bahan lainnya. Biasa penyakit
yang diderita yaitu seperti diare dan masuk angin. Bahkan dari hasil wawancara
langsung dengan peternak dalam setahun belum tentu ada ternak yang sakit. Dari
hasil penelitian untuk biaya obat-obat yang dikeluarkan bervariasi dari
Rp.50.000/tahun – Rp.600.000/tahun tergantung peternak menggunakan obat-obatan
tradisional atau dengan suntik. Obat-obatan tradisional biasanya mereka gunakan
apabila kondisi sapi tidak sakit parah, jika sakit parah maka peternak memanggil
mantri dengan biaya suntik Rp.150.000/suntik.
3. Biaya Tenaga Kerja
Kegiatan yang dilakukan
oleh tenaga kerja umunya berupa aktivitas fisik seperti mencari pakan, memberi
pakan, mengembala sapi dan pembersihan kandang. Untuk memperhitungkan
biaya/upah tenaga kerja yang dikeluarkan peternak diperhitungkan berdasarkan
upah tenaga luar keluarga yang berlaku. Maka dapat diperoleh rata-rata upah
yang dikeluarkan peternak dalam setahun yaitu sebesar Rp.23.881.500,-/tahun
dengan jumlah tenaga kerja 1-2 orang.
Ø Penerimaan
Penerimaan usaha ternak
sapi merupakan total hasil yang diperoleh peternak dari hasi
pemeliharaan ternak sapi potong yang
dilaksanakannya selama satu tahun. Total peneriman peternak sapi potong dapat
dilihat dari sumber-sumber penerimaannya dari usaha peternak sapi potong. Sumber
pada usaha ternak sapi potong dapat dilihat dari hasil penjualan ternak, penjualan
feses dan pertambahan nilai ternak tiap tahunnya yaitu sebesar Rp.36.713.103. Dengan
rata-rata masing-masing yaitu penjualan ternak sebesar Rp.26.051.724,-,
penjualan feses sebesar Rp. 1.868.276,-, dan pertambahan nilai ternak yaitu
sebesar Rp.6.413.793,-.
Ø Pendapatan
Pendapatan merupakan
selisih dari total penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan dalam
melakukan suatu usaha. Pada usaha ternak sapi potong diperoleh dari hasil
penerimaan usaha sapi potong dikurangi dengan total biaya yang dikeluarkan selama
satu tahun. Jika nilai yang diperoleh positif, maka dapat dikatakan bahwa usaha
tersebut memperoleh keuntungan sedangkan apabila diperoleh hasil negatif maka
dapat dikatakan bahwa usaha yang dilaksanakan tidak memperoleh keuntungan/rugi.
Maka diperoleh rata-rata pendapatan adalah sebesar Rp. 10.410.200,/tahun.
Analisis
Kelayakan Usaha Ternak Sapi Potong
Analisis kelayakan yang
digunakan untuk mengetahui kelayakan usaha ternak sapi
potong ini adalah R/C Ratio (Return Cost
Ratio) dan ROI (Return Of Investment). Adapun analisis usaha ternak sapi potong
dapat dilihat pada tabel berikut:
Berdasarkan Tabel 7, dapat dijelaskan
rataan biaya produksi yang dikeluarkan, penerimaan, pendapatan, R/C ratio pada
usaha ternak sapi potong sebagai berikut:
R/C
Ratio
R/C Ratio (Return Cost Ratio) digunakan
dalam analisis kelayakan usaha tani, yaitu perbandingan antara total penerimaan
dan total biaya yang dikeluarkan. Dari hasil analisis data primer pada Tabel 7
diperoleh R/C Ratio yaitu 1,4 hal ini menunjukkan bahwa usaha ternak di Desa
Medan Senembah layak diusahakan karena R/C Ratio > 1.
ROI
(Return Of Investment)
Berdasarkan nilai ROI (tingkat
pengembalian modal) dapat diketahui kelayakan usaha ternak sapi potong Irsyad
sebesar 39,6% yang artinya, usaha ternak sapi potong yang dijalankan
menghasilkan pendapatan yang optimal dengan tingkat suku bunga sebesar 6.50%
yang artinya, ROI > dari tingkat suku bunga bank, maka usaha layak untuk
dillaksanakan. Dengan deminikian hipotesis yang menyatakan bahwa “usaha ternak
sapi potong layak di kembangkan didaerah penelitian” dapat diterima.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian analisis kelayakan finansial usaha ternak sapi potong Irsyad disimpulkan
sebagai berikut:
Ø Input
yang digunakan dalam usaha ternak sapi potong di daerah penelitian (bibit,
pakan, obat-obatan, tenaga kerja, kandang, alat-alat) tersedia dan mudah
didapat didaerah lokasi dan sekitarnya.
Ø Pendapatan
usaha ternak sapi potong sebesar Rp. 10.410.200/tahun.
Ø Usaha
ternak sapi potong memiliki R/C sebesar 1,4 dan ROI sebesar 39,6% dengan
tingkat suku bunga 6.50%, yang artinya R/C > 1 usaha tersebut layak untuk
dikembangkan. Dan ROI > dari tingkat suku bunga bank, maka usaha ternak sapi
potong layak untuk diusahakan.
3.2 Saran
Adapun
saran yang dapat disampaikan dari hasil usaha ternak potong ini adalah:
Ø Kepada
peternak sebaiknya tetap menjalankan usaha ternak sapi tersebut karena dari
hasil analisis usaha ternak sapi ini menguntungkan bagi para peternak yang
melaksanakannya, dan untuk meningkatkan pendapatan peternak di daerah lokasi
sebaiknya meningkatkan lagi jumlah kepemilikan ternak sapi potong, mutu ternak
dan menjalin hubungan baik dengan agen serta menjalin kerja sama dengan pemerintah
kabupaten Langkat.
Ø Kepada
pemeritah, sebaiknya memberikan pengembangan, lahan untuk pemberdayaan dan
pembinaan kepada peternak dalam upaya
meningkatkan produktifitas dan pendapatan peternak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar