Kamis, 21 Maret 2019

manajemen Pemeliharaan Ternak Sapi Potong


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak strategis yang dapat mendukung stabilitas nasional. Pada tahun 2004, produksi daging nasional baru tercapai 66% (380.059 ton) dan kekurangan dicukupi melalui import (34%). Pasokan import daging diprediksikan semakin meningkat dan mencapai 70% pada tahun 2020. Peningkatan impor sapi potong dan daging merupakan indikasi peningkatan permintaan daging atau ketidak sanggupan pemenuhan kebutuhan yang harus disuplai oleh produksi sapi potong dalam negeri. Pemaksaan pemenuhan kebutuhan daging dari sapi lokal merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan pengurasan sapi potong lokal.
Perkembangan usaha sapi potong di Indonesia melahirkan berbagai inovasi yang pada prinsipnya ditujukan untuk mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan pertambahan berat badan harian (PBBH) sapi potong yang digemukkan. PBBH yang tinggi akan mempercepat waktu pemeliharaan, sehingga sapi dapat dijual lebih cepat dan menguntungkan. Inovasi yang diberikan biasanya dengan memanipulasi pakan. Tidak sedikit macam suplemen yang ditawarkan, produk tersebut dipercaya mampu meningkatkan laju pertumbuhan berat badan.
Berinvestasi dengan cara beternak sapi merupakan salah satu cara usaha yang relatif aman, karena sapi merupakan hewan yang tangguh tak mudah terkena penyakit, serta pertumbuhan badan yang cepat. Harga sapi potong dipasaran pun relatif stabil dan hasil panen mudah diserap pasar. Ada beberapa macam investasi yang berhubungan dengan peternakan sapi yang biasa dilakukan, yakni penggemukan sapi potong dan pembibitan sapi potong (Sujarwo, 2012).
Hasil atau nilai tambah dari usaha pembibitan sapi potong berupa indukan sapi yang unggul agar pada usaha penggemukan bibit bakalan tersebut dapat memberikan hasil pertambahan bobot berat badan sapi yang tinggi. Usaha pembibitan sapi potong sejauh ini memang kurang memberikan keuntungan yang memadai. Besarnya modal yang dibutuhkan untuk usaha pembibitan juga menjadi penyebab lain rendahnya minat pengusaha untuk investasi di usaha pembibitan sapi potong. Hal ini tidak sebanding dengan usaha penggemukan yang memberikan keuntungan berlipat ganda  (Rianto dan Endang, 2011).
Di Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat merupakan daerah dengan populasi sapi potong paling besar. Usaha sapi potong yang paling banyak berkembang di Kecamatan Stabat adalah usaha pembibitan sapi potong. Padahal usaha penggemukan sapi potong memberikan keuntungan finansial jauh lebih besar dalam waktu lebih pendek, sehingga usaha penggemukan lebih menarik bagi investor dibanding usaha pembibitan (Hadi dan Ilham, 2000). Sebaliknya, usaha pembibitan sapi potong kurang diminati oleh investor karena memerlukan modal usaha yang besar, sedangkan bunga kredit tinggi, rantai pemasaran rumit, sarana transportasi dan pemilikan lahan terbatas yang akhirnya belum memberikan keuntungan ekonomis dan dibutuhkan waktu pemeliharaan yang cukup lama (Soeharsono dan Sudaryanto, 2011).
Didasarkan pada latar belakang tersebut, maka tim penyusun merencanakan usaha pembibitan sapi potong di daerah kec. Stabat, kab. Langkat.
1.2 Tujuan Penelitian
            Untuk menganalisis faktor-faktor apa yang mempengaruhi nilai tambah usaha pembibitan sapi potong Irsyad di Desa Ara Condong.
1.3 Manfaat Makalah
Memberi informasi pada pembaca tentang semua hal yang berkaitan dengan usaha pembibitan sapi potong Irsyad.
1.4 Lokasi Usaha
Usaha ini dilakukan di Desa Ara Condong, Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat karena Kabupaten  Langkat merupakan Kabupaten dengan populasi sapi potong terbesar di Provinsi Sumatera Utara, Kecamatan Stabat merupakan daerah yang memiliki populasi sapi potong terbesar di Kabupaten Langkat dan Desa Ara Condong, merupakan desa yang memiliki jumlah ternak sapi potong terbesar diantara 12 desa yang ada di Kecamatan Stabat. 

BAB II
ISI
2.1 Manajemen Perkandangan
Kandang adalah tempat tinggal ternak yang merupakan salah satu faktor penting dalam beternak. Jenis kandang adalah kandang permanen yaitu dengan pondasi kandang yang terbuat dari batu bata dengan semen, dan tiang terbuat dari kayu atau bambu, atap terbuat dari seng dan lantai ada yang terbuat dari tanah yang dipadatkan adapun yang terbuat dari semen yang dibuat miring dengan tujuan agar kotoran sapi lebih mudah mengalir saat melakukan pembersihan kandang.

2.2 Manajemen Produksi    
Jenis sapi yang dipelihara adalah turunan simental dan brahman. Jumlah sapi yang akan dipelihara adalah 30 ekor. Adapaun peralatan yang digunakan dalam usaha ternak sapi potong adalah Sapu lidi, Ember, Cangkul, Arit, Gerobak sorong, Sikat, Sekop. Pemberian obat pada ternak sapi dilakukan oleh peternak sendiri yang dibuat sendiri oleh peternak seperti jamu yaitu jahe, merica, bawang putih, telur dan bahan lainnya.

2.3 Manajemen Sumber Daya Alam Pakan
Di lokasi usaha orang lapang  memperoleh pakan hijauan berupa rumput yang tumbuh disekitar daerah penelitian. Biasanya dalam 1 hari peternak dapat mengangkut 100-400 kg pakan hijauan. Pencarian pakan hijauan biasanya berlangsung selama 1-4. Pakan tambahan yang mereka gunakan berupa kulit ubi dan mineral berupa garam.
Kulit ubi dapat dibeli di pabrik singkong yang berada di daerah penelitian dengan harga 5000/goni dengan berat goni 50kg/goni sedangkan mineral berupa garam dapat diperoleh pada warung/kedai setempat yang berada di daerah penelitian dengan harga 500/bungkus dengan berat 250g/bungkus. Untuk ternak rata-rata 10 ekor dapat menghabiskan 4-5 goni kulit ubi/minggu, sedangkan garam dapat menghabiskan 7 bungkus/bulan. Pemberian pakan biasa dilakukan 2 kali dalam satu hari yaitu pada pagi hari dan sore hari. Dari hasil penelitian ketersedian pakan cukup tersedia dan terpenuhi untuk ternak karena memperoleh pakan yang tidak sulit di daerah penelitian.

2.4 Manajemen Kotoran Dan Limbah
            Untuk menambah pendapatan, kotoran sapi dijual ke Pasar atau pada pihak-pihak tertentu yang membutuhkan kotoran Sapi. Sebelum dijual, kotoran sapi dikemas terlebih dahulu dalam karung-karung kecil. Harga per karung adalah Rp.4.000,- dengan rata-rata produksi per tahun adalah 500 karung.

2.5 Manajemen Bibit
Bibit atau anakan dihasilkan melalui IB atau Inseminasi Buatan dan awalnya dibeli dari pajak.

2.6 Manajemen Sumber Daya Manusia
Tenaga kerja merupakan faktor pendukung berlangsungnya suatu usaha pada ternak sapi potong. Tenaga kerja dalam penelitian ini adalah tenaga kerja keluarga dari petani sendiri maupun anak dari petani itu sendiri. Tenaga kerja meliputi tenaga kerja mencari pakan, memberi pakan, mengembala sapi, dan pembersihan kandang. Adapun tenaga kerja yang digunakan merupakan warga sekitar Desa Ara Condong yang memang bersedia dalam melakukan pekerjaan usaha ternak sapi potong.

2.7 Manajemen Biaya
Dari hasil analisis data primer pada Tabel 5 diperoleh rataan pendapatan yang diterima peternak dalam satu tahun yaitu Rp. 10.410.200/tahun. Dapat dijelaskan sebagai berikut:
·         Biaya Produksi Usaha Ternak Sapi Potong
Biaya produksi merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usaha peternak selama satu tahun. Apabila biaya yang dikeluarkan terlalu besar dan pendapatan yang diperoleh kecil maka usahanya tidak menguntungkan. Biaya dalam suatu usaha peternakan sapi potong dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel/tidak tetap (variabel cost). Adapun biaya-biaya produksi pada usaha ternak Potong Irsyad yaitu:
Ø  Biaya Tetap
Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan peternak untuk sarana produksi dan berkali-kali digunakan. Komponen biaya tetap yang dikeluarkan pada usaha ternak sapi potong terdiri dari biaya penyusutan peralatan, penyusutan kandang, penyusutan ternak dan pajak. Yang rata-rata besar komponen biaya tetap yaitu biaya penyusutan peralatan sebesar Rp. 166.707, biaya penyustan kandang sebesar Rp. 502.586, biaya penyusutan ternak Rp. 215.229, biaya pajak Rp. 134.008.
a.      Biaya investasi dan Penyusutan Alat dan Kandang
 
Pada Tabel 6, peratalan dalam usaha sapi potong diperoleh biaya investasi rata-rata yaitu sebesar Rp. 8.676.137, dengan rincian sepereti yang telah dijelaskan di atas. Penyusutan diperoleh yaitu sebesar Rp. 166.707, yang terdiri dari penyusutan sapu lidi sebesar Rp.7.413, ember yaitu sebesar Rp. 9.590, cangkul yaitu sebesar Rp. 12.448, arit yaitu sebesar Rp.20.741, gerobak sorong yaitu sebesar Rp. 71.724, sikat yaitu sebesar               Rp. 34.414, dan sekop yaitu sebesar Rp. 10.376. Besar kecilnya biaya yang dikeluarkan disebabkan oleh jumlah peralatan yang dimiliki peternak. Dimana dalam menghitung penyusutan peralatan didapat rumus sebagai berikut:
Keterangan:
P = Nilai Penyusutan (Rp)
Hb = Nilai/harga pembelian alat (Rp)
Hs = Nilai/harga sisa alat (Rp)
Lp = Lama penggunaan/Umur ekonomis (tahun)
Pada penyusutan kandang dalam usaha sapi potong diperoleh biaya rata-rata yaitu
sebesar Rp. 502.586. Besar kecilnya biaya yang dikeluarkan dikarenakan dengan
kondisi kandang yang dimiliki oleh peternak.


Ø   Penyusutan Ternak
Biaya penyusutan ternak rata-rata yang dikeluarkan peternak selama satu tahun yaitu sebesar Rp. 215.229,-. Menurut Ken Suratiyah (2015), dalam memperhitungkan ternak harus dipisahkan apakah ternak tersebut sebagai tenaga kerja atau sebagai modal peternakan. Jika ternak sebagai tenaga kerja, penyusutan tidak diperhitungkan karena pada dasarnya semakin besar ternak semakin tinggi harganya dikarenakan adanya pertumbuhan. Dengan demikian, penyusutan dapat diperhitungkan mulai dari saat sapi dibeli sampai beranak yang pertama kali hingga sapi yua yang sudah tidak ekonomis lagi, dengan rumus:
b.      Pajak
Pajak yang berupa PBB yang rata-rata dikenakan pada usaha ternak yaitu sebesar Rp.134.008,- tiap tahunnya.

Ø    Biaya Variabel
Selain biaya tetap ada juga biaya variabel yang dikeluarkan peternak pada usaha sapi potong Irsyad berupa biaya pakan, obat-obatan, dan biaya tenaga kerja. Hal ini sesuai dengan pendapat (Siregar,Sori Basya 2015) yang menyatakan bahwa biaya variabel/tidak tetap yang dikeluarkan secara berulang.
1.      Biaya Pakan Tambahan
Pakan tambahan yang digunakan pada usaha sapi potong yaitu pakan tambahan berupa kulit ubi dan garam dimana mereka masik memberikan pakan tambahan yang mudah didapatkan di daerah penelitian. Untuk kulit ubi dapat dibeli di pabrik singkong yang berada di daerah penelitian dengan harga 5000/goni dengan berat pergoninya adalah sebesar 50kg dan untuk garam dapat diperoleh pada warung setempat dengan harga 500/bungkus dengan berat perbungkusnya adalah 250g. Besar biaya yang dikeluarkan tergantung jumlah ternak yang dimiliki tiap ternak, semakin banyak jumlah sapi maka semakin besar biaya yang dikeluarkan.


2.      Biaya Obat-Obatan
Biaya tidak tetap untuk obat-obatan yang dikeluarkan peternak yaitu dengan obat-obatan tradisional seperti jahe, merica, bawang putih, telur dan bahan lainnya. Biasa penyakit yang diderita yaitu seperti diare dan masuk angin. Bahkan dari hasil wawancara langsung dengan peternak dalam setahun belum tentu ada ternak yang sakit. Dari hasil penelitian untuk biaya obat-obat yang dikeluarkan bervariasi dari Rp.50.000/tahun – Rp.600.000/tahun tergantung peternak menggunakan obat-obatan tradisional atau dengan suntik. Obat-obatan tradisional biasanya mereka gunakan apabila kondisi sapi tidak sakit parah, jika sakit parah maka peternak memanggil mantri dengan biaya suntik Rp.150.000/suntik.
3.      Biaya Tenaga Kerja
Kegiatan yang dilakukan oleh tenaga kerja umunya berupa aktivitas fisik seperti mencari pakan, memberi pakan, mengembala sapi dan pembersihan kandang. Untuk memperhitungkan biaya/upah tenaga kerja yang dikeluarkan peternak diperhitungkan berdasarkan upah tenaga luar keluarga yang berlaku. Maka dapat diperoleh rata-rata upah yang dikeluarkan peternak dalam setahun yaitu sebesar Rp.23.881.500,-/tahun dengan jumlah tenaga kerja 1-2 orang.

Ø   Penerimaan
Penerimaan usaha ternak sapi merupakan total hasil yang diperoleh peternak dari hasi
pemeliharaan ternak sapi potong yang dilaksanakannya selama satu tahun. Total peneriman peternak sapi potong dapat dilihat dari sumber-sumber penerimaannya dari usaha peternak sapi potong. Sumber pada usaha ternak sapi potong dapat dilihat dari hasil penjualan ternak, penjualan feses dan pertambahan nilai ternak tiap tahunnya yaitu sebesar Rp.36.713.103. Dengan rata-rata masing-masing yaitu penjualan ternak sebesar Rp.26.051.724,-, penjualan feses sebesar Rp. 1.868.276,-, dan pertambahan nilai ternak yaitu sebesar Rp.6.413.793,-.


Ø   Pendapatan
Pendapatan merupakan selisih dari total penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan dalam melakukan suatu usaha. Pada usaha ternak sapi potong diperoleh dari hasil penerimaan usaha sapi potong dikurangi dengan total biaya yang dikeluarkan selama satu tahun. Jika nilai yang diperoleh positif, maka dapat dikatakan bahwa usaha tersebut memperoleh keuntungan sedangkan apabila diperoleh hasil negatif maka dapat dikatakan bahwa usaha yang dilaksanakan tidak memperoleh keuntungan/rugi. Maka diperoleh rata-rata pendapatan adalah sebesar Rp. 10.410.200,/tahun.

Analisis Kelayakan Usaha Ternak Sapi Potong
Analisis kelayakan yang digunakan untuk mengetahui kelayakan usaha ternak sapi
potong ini adalah R/C Ratio (Return Cost Ratio) dan ROI (Return Of Investment). Adapun analisis usaha ternak sapi potong dapat dilihat pada tabel berikut:
Berdasarkan Tabel 7, dapat dijelaskan rataan biaya produksi yang dikeluarkan, penerimaan, pendapatan, R/C ratio pada usaha ternak sapi potong sebagai berikut:

R/C Ratio
R/C Ratio (Return Cost Ratio) digunakan dalam analisis kelayakan usaha tani, yaitu perbandingan antara total penerimaan dan total biaya yang dikeluarkan. Dari hasil analisis data primer pada Tabel 7 diperoleh R/C Ratio yaitu 1,4 hal ini menunjukkan bahwa usaha ternak di Desa Medan Senembah layak diusahakan karena R/C Ratio > 1.

ROI (Return Of Investment)
Berdasarkan nilai ROI (tingkat pengembalian modal) dapat diketahui kelayakan usaha ternak sapi potong Irsyad sebesar 39,6% yang artinya, usaha ternak sapi potong yang dijalankan menghasilkan pendapatan yang optimal dengan tingkat suku bunga sebesar 6.50% yang artinya, ROI > dari tingkat suku bunga bank, maka usaha layak untuk dillaksanakan. Dengan deminikian hipotesis yang menyatakan bahwa “usaha ternak sapi potong layak di kembangkan didaerah penelitian” dapat diterima.

















BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian analisis kelayakan finansial usaha ternak sapi potong Irsyad disimpulkan sebagai berikut:
Ø  Input yang digunakan dalam usaha ternak sapi potong di daerah penelitian (bibit, pakan, obat-obatan, tenaga kerja, kandang, alat-alat) tersedia dan mudah didapat didaerah lokasi dan sekitarnya.
Ø  Pendapatan usaha ternak sapi potong sebesar Rp. 10.410.200/tahun.
Ø  Usaha ternak sapi potong memiliki R/C sebesar 1,4 dan ROI sebesar 39,6% dengan tingkat suku bunga 6.50%, yang artinya R/C > 1 usaha tersebut layak untuk dikembangkan. Dan ROI > dari tingkat suku bunga bank, maka usaha ternak sapi potong layak untuk diusahakan.

3.2  Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan dari hasil usaha ternak potong ini adalah:
Ø  Kepada peternak sebaiknya tetap menjalankan usaha ternak sapi tersebut karena dari hasil analisis usaha ternak sapi ini menguntungkan bagi para peternak yang melaksanakannya, dan untuk meningkatkan pendapatan peternak di daerah lokasi sebaiknya meningkatkan lagi jumlah kepemilikan ternak sapi potong, mutu ternak dan menjalin hubungan baik dengan agen serta menjalin kerja sama dengan pemerintah kabupaten Langkat.
Ø  Kepada pemeritah, sebaiknya memberikan pengembangan, lahan untuk pemberdayaan dan pembinaan kepada peternak  dalam upaya meningkatkan produktifitas dan pendapatan peternak.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar