PERTAMA
Bab I
DASAR-DASAR DAN KETENTUAN- KETENTUAN POKOK
Pasal 1
(1) Seluruh
wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah-air dari seluruh rakyat Indonesia, yang
bersatu sebagai bangsa Indonesia.
(2) Seluruh
bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah
bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.
(3) Hubungan
antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa termaksud dalam ayat
(2) pasal ini adalah hubungan yang bersifat abadi.
(4)
Dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi,
termasuk pula tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air.
(5)
Dalam pengertian air termasuk baik perairan
pedalaman maupun laut wilayah Indonesia.
(6)
Yang dimaksud dengan ruang angkasa
ialah ruang di atas bumi dan air tersebut pada ayat (4) dan
(5) pasal ini .
Pasal 2
(1) Atas
dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar dan hal-hal sebagai
yang dimaksud dalam pasal 1, bumi air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam
yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara,
sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.
(2)
Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat
(1) pasal ini memberi wewenang untuk :
a.
mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,
penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
b.
menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum
antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang
angkasa;
c.
menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum
antara orang-orang dan perbuatan- perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan
ruang angkasa.
(3) Wewenang
yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada ayat (2) pasal ini
digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan,
kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang
merdeka, berdaulat, adil dan makmur.
(4)
Hak menguasai dari Negara tersebut di atas
pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah- daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat
hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan
nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah.
Pasal 3
Dengan mengingat
ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak- hak
yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut
kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta
tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang
lebih tinggi.
Pasal 4
(1) Atas dasar hak menguasai
dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam
hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan
dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain
serta badan-badan hukum.
(2) Hak-hak atas tanah yang
dimaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk mempergunakan tanah
yang bersangkutan demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada
diatasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan
dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan
peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.
(3)
Selain hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam ayat (1) pasal
ini ditentukan pula hak-hak atas air dan ruang
angkasa.
Pasal 5
Hukum agraria yang berlaku
atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan
dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa,
dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum
dalam Undang-undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya,segala sesuatu
dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.
Pasal 6
Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.
Pasal 7
Untuk tidak merugikan
kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak
diperkenankan.
Pasal 8
Atas dasar hak menguasai
dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 diatur pengambilan kekayaan
alam yang terkandung dalam bumi, air dan ruang angkasa.
Pasal 9
(1) Hanya warganegara Indonesia
dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa,
dalam batas-batas ketentuan pasal 1 dan pasal
2.
(2) Tiap-tiap warganegara
Indonesia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk
memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya,
baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.
Pasal 10
(1)
Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah
pertanian pada azasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri
secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan.
(2)
Pelaksanaan dari pada ketentuan dalam ayat (1) ini akan diatur lebih
lanjut dengan peraturan perundangan.
(3)
Pengecualian terhadap azas tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur
dalam peraturan perundangan.
Pasal 11
(1) Hubungan hukum antara orang,
termasuk badan hukum, dengan bumi, air dan ruang angkasa serta
wewenang-wewenang yang bersumber pada hubungan hukum itu akan diatur, agar
tercapai tujuan yang disebut dalam pasal 2 ayat (3) dan dicegah penguasaan atas
kehidupan dan pekerjaan orang lain yang melampaui batas.
(2) Perbedaan dalam keadaan
masyarakat dan keperluan hukum golongan rakyat dimana perlu dan tidak
bertentangan dengan kepentingan
nasional diperhatikan dengan menjamin perlindungan terhadap kepentingan
golongan yang ekonomis lemah.
Pasal 12
(1) Segala usaha bersama dalam
lapangan agraria didasarkan atas kepentingan bersama dalam rangka kepentingan nasional,
dalam bentuk koperasi atau bentuk-bentuk gotong- royong lainnya.
(2) Negara dapat bersama-sama
dengan pihak lain menyelenggarakan usaha-usaha dalam lapangan agraria.
Pasal 13
(1) Pemerintah berusaha agar
supaya usaha-usaha dalam lapangan agraria diatur sedemikian rupa, sehingga
meninggikan produksi dan kemakmuran rakyat sebagai yang dimaksud dalam pasal 2
ayat (3) serta menjamin bagi setiap warganegara Indonesia derajat hidup yang
sesuai dengan martabat manusia, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.
(2) Pemerintah mencegah adanya
usaha-usaha dalam lapangan agraria dari organisasi- organisasi dan perseorangan
yang bersifat monopoli swasta.
(3) Usaha-usaha Pemerintah dalam
lapangan agraria yang bersifat monopoli hanya dapat diselenggarakan dengan Undang-undang.
(4)
Pemerintah berusaha untuk memajukan kepastian dan jaminan sosial
termasuk bidang perburuhan, dalam usaha-usaha di lapangan agraria.
Pasal 14
(1) Dengan mengingat
ketentuan-ketentuan dalam pasal 2 ayat (2) dan (3), pasal 9 ayat (2) serta
pasal 10 ayat (1) dan (2) Pemerintah dalam rangka sosialisme Indonesia, membuat
suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan
ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya :
a.
untuk keperluan Negara;
b.
untuk keperluan peribadatan dan keperluan-keperluan suci lainnya,
sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang
Maha Esa;
c.
untuk keperluan pusat-pusat kehidupann masyarakat, sosial, kebudayaan
dan lain-lain kesejahteraan;
d.
untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan
perikanan serta sejalan dengan itu;
e.
untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi dan pertambangan.
(2)
Berdasarkan rencana umum tersebut pada ayat (1) pasal ini dan mengingat
peraturan- peraturan yang bersangkutan, Pemerintah Daerah mengatur persediaan, peruntukan
dan penggunaan bumi, air serta ruang angkasa untuk daerahnya, sesuai dengan
keadaan daerah masing-masing.
(3) Peraturan Pemerintah Daerah
yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini berlaku setelah mendapat pengesahan,
mengenai Daerah Tingkat I dari Presiden, Daerah Tingkat II dari Gubernur/Kepala
Daerah yang bersangkutan dan Daerah Tingkat III dari Bupati/ Walikota/Kepala
Daerah yang bersangkutan.
Pasal 15
Memelihara tanah, termasuk
menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap
orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah
itu, dengan memperhatikan pihak yang ekonomis lemah.
Bab II
HAK-HAK
ATAS TANAH, AIR DAN RUANG ANGKASA SERTA PENDAFTARAN TANAH
Bagian I Ketentuan-ketentuan umum
Pasal 16
(1)
Hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) ialah :
a.
hak milik,
b.
hak guna-usaha,
c.
hak guna-bangunan,
d.
hak pakai,
e.
hak sewa,
f.
hak membuka tanah,
g.
hak memungut hasil hutan,
h.
hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang
akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara
sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.
(2) Hak-hak atas air dan ruang
angkasa sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) ialah :
a.
hak guna-air,
b. hak pemeliharaan dan
penangkapan ikan,
c. hak guna ruang angkasa.
Pasal 17
(1)
Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 7 maka untuk mencapai tujuan
yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) diatur luas maksimum dan/atau minimum
tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak tersebut dalam pasal 16 oleh satu
keluarga atau badan hukum.
(2)
Penetapan batas maksimum termaksud dalam ayat (1) pasal ini dilakukan
dengan peraturan perundangan di dalam waktu yang singkat.
(3)
Tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari batas maksimum termaksud
dalam ayat (2) pasal ini diambil oleh Pemerintah dengan ganti kerugian, untuk
selanjutnya dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan menurut
ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah.
(4)
Tercapainya batas minimum termaksud dalam ayat (1) pasal ini, yang akan
ditetapkan dengan peraturan perundangan, dilaksanakan secara berangsur-angsur.
Pasal 18
Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa
dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat
dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur
dengan Undang-undang.
Bagian II
Pendaftaran Tanah
Pasal 19
(1)
Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran
tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan - ketentuan yang
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Pendaftaran tersebut dalam
ayat (1) pasal ini meliputi :
a.
pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah;
b.
pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;
c.
pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat.
(3)
Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan
masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomi serta kemungkinan
penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria.
(4) Dalam Peraturan Pemerintah
diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termaksud dalam ayat
(1) diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari
pembayaran biaya-biaya tersebut.
Bagian III
Hak Milik
Pasal 20
(1)
Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat
dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6.
(2) Hak milik dapat beralih dan
dialihkan kepada pihak lain.
Pasal 21
(1) Hanya warganegara Indonesia
dapat mempunyai hak milik.
(2) Oleh Pemerintah ditetapkan
badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya.Orang
asing yang sesudah berlakunya Undang-undang ini memperoleh hak milik karena
pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula
warganegara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya undang-
undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu di dalam
jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan
itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan,
maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan
ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.
(3)
Selama seseorang di samping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai
kewarganegaraan asing maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan hak milik dan
baginya berlaku ketentuan dalam ayat (3) pasal
ini.
Pasal 22
(1) Terjadinya hak milik menurut
hukum adat diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Selain menurut cara sebagai
yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hak milik terjadi karena :
a. penetapan Pemerintah,
menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
b. ketentuan Undang-undang.
Pasal 23
(1)
Hak milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya
dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud
dalam pasal 19.
(2)
Pendaftaran termaksud dalam ayat (1) merupakan alat pembuktian yang
kuat mengenai hapusnya hak milik serta sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut.
Pasal 24
Penggunaan tanah milik oleh bukan pemiliknya
dibatasi dan diatur dengan peraturan perundangan.
Pasal 25
Hak milik dapat dijadikan jaminan utang dengan
dibebani hak tanggungan.
Pasal 26
(1) Jual-beli, penukaran,
penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan
perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta
pengawasannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Setiap jual beli, penukaran,
penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan- perbuatan lain yang
dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada
orang asing, kepada seorang warganegara yang disamping kewarganegaraan
Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum,
kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah termaksud dalam pasal 21 ayat (2),
adalah batal karena hukum dan
tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain yang
membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh
pemilik tidak dapat dituntut kembali.
Pasal 27
Hak milik hapus bila :
a. tanahnya jatuh kepada Negara :
1.
karena pencabutan hak berdasarkan pasal 18;
2.
karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya ;
3.
karena diterlantarkan;
4.
karena ketentuan pasal 21 ayat (3) dan pasal 26 ayat (2).
b. tanahnya musnah.
Bagian IV Hak guna-usaha
Pasal 28
(1)
Hak guna-usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai
langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam pasal 29,
guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.
(2)
Hak guna-usaha diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5
hektar, dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih harus memakai
investasi modal yang layak dan tehnik perusahaan yang baik, sesuai dengan
perkembangan zaman.
(3) Hak guna-usaha dapat beralih
dan dialihkan kepada pihak lain.
Pasal 29
(1) Hak guna-usaha diberikan
untuk waktu paling lama 25 tahun.
(2)
Untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan
hak guna usaha untuk waktu paling lama 35 tahun.
(3)
Atas permintaan pemegang hak dan mengingat keadaan perusahaannya jangka
waktu yang dimaksud dalam ayat (1) dan (2) pasal ini dapat diperpanjang dengan
waktu paling lama 25 tahun.
Pasal 30
(1) Yang dapat mempunyai hak
guna-usaha ialah :
a.
warganegara Indonesia;
b.
badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia.
(2) Orang atau badan hukum yang
mempunyai hak guna usaha dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat sebagai yang
tersebut dalam ayat (1) pasal ini dalam jangka waktu satu tahun wajib
melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat.
Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh hak guna usaha, jika
ia tidak memenuhi syarat tersebut. Jika hak guna usaha yang bersangkutan tidak
dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut maka hak itu hapus karena
hukum, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan, menurut
ketentuan- ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 31
Hak guna usaha terjadi karena penetapan Pemerintah.
Pasal 32
(1) Hak guna usaha, termasuk
syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan penghapusan hak
tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam
pasal 19
(2)
Pendaftaran termaksud dalam ayat (1) merupakan alat pembuktian yang
kuat mengenai peralihan serta hapusnya hak guna usaha, kecuali dalam hal hak
itu hapus karena jangka waktunya berakhir.
Pasal 33
Hak guna usaha dapat dijadikan jaminan utang dengan
dibebani hak tanggungan.
Pasal 34
Hak guna usaha hapus karena :
a. jangka waktunya berakhir;
b. dihentikan sebelum jangka
waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak
dipenuhi;
c.
dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
d.
dicabut untuk kepentingan umum;
e.
diterlantarkan;
f.
tanahnya musnah;
g.
ketentuan dalam pasal 30 ayat (2).
Bagian V
Hak guna bangunan
Pasal 35
(1)
Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai
bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu
paling lama 30 tahun.
(2)
Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta
keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut dalam ayat (1) dapat
diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun.
(3)
Hak guna bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Pasal 36
(1)
Yang dapat mempunyai hak guna bangunan ialah :
a.
warganegara Indonesia;
b.
badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia.
(2)
Orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna bangunan dan tidak lagi
memenuhi syarat-syarat yang tersebut dalam ayat (1) pasal ini dalam jangka
waktu 1 tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang
memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh hak
guna bangunan, jika ia tidak memenuhi syarat-syarat tersebut. Jika hak guna
bangunan yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu
tersebut, maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak
lain akan diindahkan, menurut ketentuan- ketentuan yang ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 37
Hak guna bangunan terjadi :
a.
mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara : karena penetapan Pemerintah;
b.
mengenai tanah milik : karena perjanjian yang berbentuk otentik antara
pemilik tanah yang bersangkutan dengan pihak yang akan memperoleh hak guna
bangunan itu, yang bermaksud menimbulkan hak
tersebut.
Pasal 38
(1) Hak guna bangunan, termasuk
syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan hapusnya hak
tersebut harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam
pasal 19.
(2)
Pendaftaran termaksud dalam ayat (1) merupakan alat pembuktian yang
kuat mengenai hapusnya hak guna bangunan serta sahnya peralihan hak tersebut,
kecuali dalam hal hak itu hapus karena jangka waktunya berakhir.
Pasal 39
Hak guna bangunan dapat dijadikan jaminan utang
dengan dibebani hak tanggungan.
Pasal 40
Hak guna bangunan hapus karena :
a. jangka waktunya berakhir;
b.
dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi;
c.
dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
d.
dicabut untuk kepentingan umum;
e.
diterlantarkan;
f.
tanahnya musnah;
g.
ketentuan dalam pasal 36 ayat (2).
Bagian VI
Hak pakai
Pasal 41
(1)
Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari
tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang
memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya
oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik
tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah,
segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan
Undang-undang ini.
(2)
Hak pakai dapat diberikan :
a.
selama jangka waktu yang tertentu atau selama tanahnya dipergunakan
untuk keperluan yang tertentu;
b.
dengan cuma-cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa apapun.
(3)
Pemberian hak pakai tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung
unsur-unsur pemerasan.
Pasal 42
Yang dapat mempunyai hak pakai ialah :
a.
warga negara Indonesia;
b.
orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
c.
badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
d.
badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
Pasal 43
(1) Sepanjang mengenai tanah
yang dikuasai langsung oleh Negara maka hak pakai hanya dapat dialihkan kepada
pihak lain dengan izin penjabat yang berwenang.
(2) Hak pakai atas tanah milik
hanya dapat dialihkan kepada pihak lain, jika hal itu dimungkinkan dalam
perjanjian yang bersangkutan.
Bagian VII
Hak sewa
untuk bangunan Pasal 44
(1) Seseorang atau suatu badan
hukum mempunyai hak sewa atas tanah, apabila ia berhak mempergunakan tanah
milik orang lain untuk keperluan bangunan dengan membayar kepada pemiliknya
sejumlah uang sebagai sewa.
(2) Pembayaran uang sewa dapat
dilakukan :
a.
satu kali atau pada tiap-tiap waktu tertentu;
b.
sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan.
(3)
Perjanjian sewa tanah yang dimaksudkan dalam pasal ini tidak boleh
disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan.
Pasal 45
Yang dapat menjadi pemegang hak sewa ialah :
a. warganegara Indonesia;
b.
orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
c.
badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
d.
badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
Bagian VIII
Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan
Pasal 46
(1)
Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan hanya dapat dipunyai oleh
warganegara Indonesia dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2)
Dengan mempergunakan hak memungut hasil hutan secara sah tidak dengan
sendirinya diperoleh hak milik atas tanah itu.
Bagian IX
Hak guna air, pemeliharaan dan penangkapan ikan
Pasal 47
(1)
Hak guna air ialah hak memperoleh air untuk keperluan tertentu dan/atau
mengalirkan air itu di atas tanah orang lain.
(2)
Hak guna air serta pemeliharaan dan penangkapan ikan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian X
Hak guna ruang angkasa
Pasal 48
(1)
Hak guna ruang angkasa memberi wewenang untuk mempergunakan tenaga dan unsur-
unsur dalam ruang angkasa guna usaha-usaha memelihara dan memperkembangkan
kesuburan bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dan hal-hal
lainnya yang bersangkutan dengan itu.
(2) Hak guna ruang angkasa
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian XI
Hak-hak tanah untuk keperluan suci dan sosial
Pasal 49
(1)
Hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang dipergunakan
untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial diakui dan dilindungi.
Badan-badan tersebut dijamin pula akan memperoleh tanah yang cukup untuk
bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial.
(2)
Untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya sebagai dimaksud
dalam pasal 14 dapat diberikan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dengan
hak pakai.
(3) Perwakafan tanah milik
dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian XII Ketentuan-ketentuan lain
Pasal 50
(1)
Ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai hak milik diatur dengan undang-undang.
(2)
Ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai hak guna usaha, hak guna
bangunan, hak pakai dan hak sewa untuk bangunan diatur dengan peraturan perundangan.
Pasal 51
Hak tanggungan yang dapat dibebankan pada hak milik,
hak guna usaha dan hak guna bangunan tersebut dalam pasal 25, 33 dan 39 diatur
dengan Undang-undang.
Bab III KETENTUAN PIDANA
Pasal 52
(1) Barang siapa dengan sengaja
melanggar ketentuan dalam pasal 15 dipidana dengan hukuman kurungan
selama-lamanya 3 bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 10.000,-
(2)
Peraturan Pemerintah dan peraturan perundangan yang dimaksud dalam
pasal 19, 22, 24, 26 ayat (1), 46, 47, 48, 49 ayat (3) dan 50 ayat (2) dapat
memberikan ancaman pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan
selama-lamanya 3 bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 10.000,-.
(3) Tindak pidana dalam ayat (1)
dan (2) pasal ini adalah pelanggaran.
Bab IV
KETENTUAN-KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 53
(1)
Hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang dimaksud dalam pasal 16
ayat (1) huruf h, ialah hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang dan hak
sewa tanah pertanian diatur untuk membatasi sifat-sifatnya yang bertentangan
dengan Undang-undang ini dan hak-hak tersebut diusahakan hapusnya di dalam
waktu yang singkat.
(2)
Ketentuan dalam pasal 52 ayat (2) dan (3) berlaku terhadap peraturan-peraturan
yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini.
Pasal 54
Berhubung dengan ketentuan-ketentuan dalam pasal 21
dan 26, maka jika seseorang yang disamping kewarganegaraan Indonesianya
mempunyai kewarganegaraan Republik Rakyat Tiongkok telah menyatakan menolak
kewarganegaraan Republik Rakyat Tiongkok itu yang disahkan menurut peraturan
perundangan yang bersangkutan, ia dianggap hanya berkewarganegaraan Indonesia
saja menurut pasal 21 ayat (1).
Pasal 55
(1)
Hak-hak asing yang menurut Ketentuan Konversi pasal I, II, III, IV dan
V dijadikan hak guna usaha dan hak guna bangunan hanya berlaku untuk sementara
selama sisa waktu hak-hak tersebut, dengan jangka waktu paling lama 20 tahun.
(2)
Hak guna usaha dan hak guna bangunan hanya terbuka kemungkinannya untuk
diberikan kepada badan-badan hukum yang untuk sebagian atau seluruhnya bermodal
asing, jika hal itu diperlukan oleh undang-undang yang mengatur pembangunan
nasional semesta berencana.
Pasal 56
Selama Undang-undang mengenai hak milik sebagai
tersebut dalam pasal 50 ayat (1) belum terbentuk, maka yang berlaku adalah
ketentuan-ketentuan hukum adat setempat dan peraturan-peraturan lainnya
mengenai hak-hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan
yang dimaksud dalam pasal 20, sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan
ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.
Pasal 57
Selama Undang-undang mengenai hak tanggungan
tersebut dalam pasal 51 belum terbentuk, maka yang berlaku ialah
ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek tersebut dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata Indonesia dan Credietverband tersebut dalam S.1908-542 sebagai yang
telah diubah dengan S. 1937-190.
Pasal 58
Selama peraturan-peraturan pelaksanaan Undang-undang
ini belum terbentuk, maka peraturan-peraturan, baik yang tertulis maupun yang
tidak tertulis mengenai bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dan hak-hak atas tanah, yang ada pada mulai berlakunya Undang-undang
ini, tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dari
ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini serta diberi tafsiran sesuai dengan
itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar