Kamis, 21 Maret 2019

PERMASALAHAN PADA BANK SYARIAH- Perkreditan dan Perbankan


PERMASALAHAN PADA BANK SYARIAH
*            Pembiayaan Modal Kerja Syariah.
Modal merupakan permasalahan kursial senantiasa dihadapi merintis usaha, setiap gagasan atau pun rencana mendirikan bank syariah tidak dapat terwujud akibat tidak adanya modal signifikan untuk pendiriannya, walaupun dari sisi niat ataupun keinginan para pendiri relatif sangat kuat. Permasalahan utama pemenuhan permodalan antara lain disebabkan; pertama, keraguan pemodal akan prospek dan masa depan keberhasilan bank syariah, sehingga kuatir dana yang ditempatkan hilang; kedua, perhitungan bisnis pemodal yang tidak dilandasai rasa nilai ubudiyah sehingga terkesan semata-mata hanya mencari keuntungan duniawi dan merasa keberatan jika harus menginvestasikan sebagian dananya di bank syariah sebagai modal; ketiga, regulasi Bank Indonesia dalam penempatan modal yang relatif tinggi.
*            Regulasi Dunia Perbankan.
Seperti telah diketahui fungsi umum daripada undang-undang melayani masyarakat dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat, sebagai azaz berlakunya dalam arti material, undang-undang merupakan sarana semaksimal mungkin dapat mencapai kesejahteraan spiritual dan material bagi masyarakat maupun individu. Regulasi perbankan yang berlaku belum sepenuhnya mengakomodir operasional bank syariah, mengingat adanya sejumlah perbedaan dalam pelaksanaan operasional bank syariah dengan bank konvensional.
Regulasi perbankan yang ada kiranya masih perlu disesuaikan agar memenuhi ketentuan syariah agar bank syariah dapat beroperasi secara relatif dan efisien serta mampu bersaing, antara lain; pertama, instrument yang diperlukan untuk mengatasi masalah likuiditas; kedua, instrument moneter yang sesuai dengan prinsip syariah untuk keperluan pelaksanaan tugas bank sentral; ketiga, standarisasi akuntansi, audit dan sistem pelaporan; keempat, regulasi yang mengatur mengenai prinsip kehati-hatian. Ketentuan keempat regulasi ini diperlukan agar bank syariah dapat menjadi elemen terpenting dari sistemmoneter yang dapat menjalankan fungsinya secara baik, mampu berkembang dan bersaing.

*            Minimnya Sumber Daya Manusia.
Maraknya bank syariah di Indonesia tidak diimbangi dengan sumber daya manusia (SDM) yang memamadai, terutama latar belakang disiplin ilmu perbankan syariah sehingga perkembangannya menjadi lambat. Sistem bank syariah memang masih belum lama dikenal di Indonesia, disamping itu lembaga pendidikan dan pelatihan masih terbatas, sehingga tenaga terdidik dan berpengalaman dibidang perbankan syariah baik dari sisi bank pelaksana maupun bank sentral (pengawas dan peneliti bank).
Pengembangan SDM sangat dibutuhkan karena keberhasilan pengembangan bank syariah pada level mikro sangat ditentukan oleh kualitas manajemen dan tingkat pengetahuan serta keterampilan mengelola bank. SDM-nya memerlukan persyaratan pengetahuan general di bidang perbankan, memahami implementasi prinsip-prinsip syariah dalam praktek perbankan serta mempunyai komitmen untuk menerapkannya secara konsistensi (istiqamah).
*            Tingkat Pemahaman dan Kepedualian Ummat.
Pemahaman dan kepedulian sebagian besar umat mengenai sistem dan prinsip bankan syariah belum tepat, bahkan ada di antara ulama dan cendekiawan muslim sendiri masih belum ada kata sepakat untuk mendukung eksistensi bank syariah. Bahkan masih ada kalangan ulama belum ada ketegasan pendapat terhadap eksistensi bank syariah, sehingga terasa kurang tegas, hal tersebut disebabkan; pertama, kurang komprehensifnya informasi yang sampai kepada para ulama dan cendekiawan tentang bahaya dan dampak destruktif sistem bunga terutama pada saat krisis moneter dan ekonomi dilanda kelesuan; kedua, belum berkembangluasnya Lembaga Keuangan Syariah (LKS) sehingga ulama dalam posisi sulit untuk melarang transaksi keuangan konvensional yang selama ini berjalan dan berkembang luas serta yang sudah mendarah daging dalam masyarakat; ketiga, belum dipahaminya operasional bank syariah secara mendalam dan kaffah; keempat, kejumudan dan kemalasan intelektual yang cenderung pragmatis sehingga ada anggapan sistem bunga yang berlaku saat ini sudah berjalan atau tidak bertentangan dengan ketentuan syariah.
Padahal sejarah mengenal ulama bukan semata sosok berilmu, melainkan juga sebagai penggerak dan motivator masyarakat. Para ulama yang berkompeten terhadap hukum-hukum syariah memiliki fungsi dan peran yang amat besar dalam perbankan syariah yaitu sebagai Dewan Pengawas Syariah dan Dewan Syariah Nasional. Minimnya pemahaman terhadap bankan syariah barangkali disebabkan karena sistem dan prinsip operasional relatif baru dikenal dibandingkan dengan sistem bunga, dan pengembangannya masih dalam tahap awal jika dibandingkan dengan bank konvensional telah terlebih dahulu mengambil posisi di hati masyarakat, serta keengganan bagi pengguna jasa perbankan konvensional untuk berpindah ke bank syariah disebabkan hilangnya kesempatan untuk mendapatkan penghasilan tetap dari bunga.
*            Sosialisasi Setengah Hati.
Sosialisasi yang telah dilakukan dalam rangka menginformasikan secara paripurna dan besar mengenai kegiatan usaha bank syariah belum dilakukan semaksimal mungkin sehingga terasa dapat dikatakan setengah hati. Sementara tanggungjawab sosialisasi tidak hanya dipundak para bankir syariah sebagai pelaksana operasional bank sehari-hari, namun tanggungjawab itu tertumpu kepada semua elemen umat baik secara individu, jamaah maupun institusi. Dengan kata lain bagi yang memiliki kemampuan dan akses yang besar dalam penyebarluasan informasi harus fokus, yang barang kali selama ini masyarakat belum tahu ataupun belum memahami secara detail apa dan bagaimana keberadaan dan operasional bank syariah walaupun dari kaca mata fiqh sangat faham. Cakupan sosialisasi tentu tidak sekedar memperkenalkan eksistensi bank syariah di suatu tempat, tetapi juga memperkenalkanmekanisme, produk dan instrumen-instrumen keuangan bank syariah kepada masyarakat.
*            Piranti Moneter Ribawi.
Piranti moneter yang pada saat ini masih mengacu pada sistem bunga (riba) sehingga belum bisa memenuhi dan mendukung kebijakan moneter dan kegiatan usaha bank syariah, seperti kelebihan / kekurangan dana yang terjadi pada bank syariah ataupun pasar uang antar bank syariah dengan tetap memperhatikan prinsip syariah. Bank Indonesia selaku penentu kebijakan perbankan harus menyiapkan piranti moneter yang sesuai dengan prinsip syariah.
*            Pelayanan Publik
Perlu dicatat dunia perbankan senantiasa tidak terlepas pada masalah persaingan, baik dari sisi rate / margin yang diberikan maupun pelayanan. Dari hasil survei lapangan membuktikan kualitas pelayanan merupakan peringkat pertama kenapa masyarakat memilih bergabung dengan suatu bank. Ternyata bank konvensional berlomba-lomba untuk senantiasa memperhatikan dan meningkatkan pelayanan kepada nasabah, tidak telepas dalam hal ini tentunya juga bagi bank syariah yang dalam operasionalnya wajib memberikan jasa tentunya unsur pelayanan yang baik dan Islami harus diprioritaskan dan senantiasa ditingkatkan. Tentu harus pula didukung oleh adanya SDM yang cukup handal dibidangnya, kesan jorok, kotor, miskin, lusuh dan tampil ala kadarnya yang selama ini melekat dalam tradisi Islam harus dihilangkan sehingga harus diganti dengan nuansa modern, modif dan serasi selama tidak bertentangan dengan prinsip dasar nash. Bank Syariah Ternyata Belum Syariah.
Jika diamati hampir semua bank yang ada, mulai mengembangkan sistem perbankan syariah. Peluang apa yang akan diraihi, ternyata bank syariah tumbuh subur layaknya seperti jamur di musim hujan. Namun sayang kenyataam di lapangan, prakteknya tidak dapat diharapkan lebih untuk memperjuangkan secara final nilai syariah dalam prakteknya. Masih ada bankberkutat pada sistem kapitalisme, walaupun baju yang dikenakan baju syariah. Ironis sekali memang, ketika seorang peneliti perbankan terheran-heran dengan ada mekanisme bank syariah yang anti-krisis, disaat tahun 1998 menjadi kebangkrutan bank-bank konvensional hampir secara nasional. Setelah dilakukan penelitian dengan seksama ternyata bank syariah yang dimaksud masih berbau kapitalis, artinya bank hanya memberikan bantuan kepada pemilik usaha besar saja, sedangkan pemilik usaha menengah ke bawah tidak tersentuh sama sekali. Keinginan untuk memakai nama syariah tidak dapat dipungkiri menjadi nilai plus tersendiri untuk meraih nasabah muslim. Produk-produk bank syariah diperkenalkan dan dikemas sedemikian rupa, sehingga meyakinkan nasabah. Namun disisi lain para praktisi bank syariah belum menguasai praktik-praktik syariah dalam lapangan. Terbukti dengan perbandingan beberapa orang yang mencoba meminjam pada bank syariah tertentu, namun apa yang terjadi ternyata bunga yang mencapai lebih tinggi dibandingkan dengan bank konvensional. Kasus itu yang sedikit banyak telah terjadi, dan harus ditindaklanjuti, dalam jangka panjang harus ada pelatihan tentang produk-produk bank syariah dalam praktek kesehariannya, atau sekarang yang berkembang adalah masing-masing bank mencari alternatif pengawas yang terdiri dari kalangan ulama, atau pihak yang telah menguasai betul produk syariah. Dengan alternatif pengawas ini, proses transaksi banking telah diawasi oleh seorang ahlinya, sehingga kekeliruan yang terjadi dilapangan bisa diminimalisir. Konsep tentu akan mengangkat wajah perekonomian bangsa, artinya memperkuat basis perekonomian bangsa yang selama ini menganut sistem kapitalis. Dalam jangka panjang akan memberi pengertian kepada masyarakat, harta bukan lagi kepemilikan pribadi, melainkan kepemilikan sosial. Dari sisi ini tentu mengangkat kembali perekonomian bangsa dengan sistem ta'awun, harapannya kaum aghni’a bisa menolong orang-orang menengah ke bawah (dhuafa) untuk mengangkat taraf ekonominya ke jenjang yang lebih mapan.

PENYELESAIAN PERMASALAHAN PADA BANKSYARIAH
Dibalik permasalahan yang sedang dan yang akan dihadapi oleh perbankan syariah tentu ada peluang-peluang yang akan selalu menjanjikan dimata, di belakang permasalahan-permasalahan itu harus dicari jalan keluarnya (problem solving) sehingga perbankan syariah dapat menjawab keterpurukan ekonomi bangsa. Di antara solusi yang dapat ditindaklanjuti secara berjamaah adalah:
v   Korelasi Institusi Pendidikan dalam Pengembangan Perbankan Syariah.
Seperti telah disebutkan di atas bahwa salah satu penghambat pengembangan bank syariah adalah keberadaan sumber daya manusia, upaya untuk menciptakan SDM yang handal dan profesional di bidang perbankan syariah tentunya tidak terlepas dari peranan institusi pendidikan yang dalam hal ini memang berperan sebagai pencetak SDM. Mengingat prospek bank syariah dalam dunia perbankan menjanjikan dan sangat bagus bahkan mendapat tanggapan positif dari semua pihak, sebaliknya perkembangan bank syariah sendiri masih berada dalam fase growth justru sangat kritis / riskan. Hanya ada satu opsi yaitu bagaimana mewujudkan keberhasilan atau sukses, dengan dukungan SDM yang berkualitas, berintegritas dan bermoral. Mengingat sampai saat ini masih minim lembaga / institusi pendidikan yang handal dan berkualitas dalam menciptakan SDM perbankan syariah, saatnya semua elemen muslim untuk turut serta memikirkan pengembangannya dengan cara menyiapkan SDM yang handal dan profesional melalui institusi pendidikan yang dimilikinya. Solusi ini tentu akan menjawab kekurangan akademisi perbankan syariah yang selama ini berbasis pada instrumen dan lebih familier dengan literatur konvensional dengan jalan ini tentu bank syariah akan mendapat legitimasi secara ilmiah di masyarakat.
v  Perhatian Pemerintah.
Melihat peran yang besar ekonomi syariah tersebut, seyogyanya Pemerintah memberikan perhatian serius, berupa dukungan penuh (full time) terhadap praktek perbankan syariah, salah satunya dengan meyakinkan beberapa pihak yang masih ragu terhadap perbankan syariah yang tidak hanya bermanfaat bagi umat Islam semata, akan tetapi juga bagi rakyat Indonesia secara keseluruhan. Pemerintah harus turut serta dalam mendorong iklim investasi bank-bank syariah di Indonesia, sebab memang sudah harus menjadi tugas dan tangungjawab Pemerintah untuk mendorong pertumbuhan sertaperkembangan perbankan syariah yang saat ini menjadi tuntutan masyarakat secara luas. Namun terkadang Pemerintah tampaknya belum cukup serius menjalin kerja sama dengan masyarakat terutama umat Islam dalam masalah perekonomian. Padahal masyarakat muslim adalah mayoritas di negeri ini dan mencatat sejarah yang mengagumkan sekaligus mengharukan dalam memperjuangkan kemerdekaan republik ini. Sejarah mencatat bahwa ulama dan umat Islam-lah yang sering memicu perlawanan terhadap pemerintahan kolonial.
Dalam hal pertumbuhan dan perkembangan ekonomi syariah dunia yang begitu pesat, aplikasi perbankan syariah dalam konteks ke-Indonesia-an justru acap kali mengahadapi ganjalan yang berasal dari bangsa sendiri. Bahkan menurut Prof. Abdul Manan, belum sepenuhnya peraturan pemerintah di bidang perbankan syariah yang memadai sekaligus solusi untuk menjawab permasalahan pengembangan bank syariah, upaya merealisasikan undang-undang yang lebih komprehensif belum begitu memadai, agar mampu menginterprestasikan perkembangan bank syariah di masa depan yang membutuhkan proses perbankan secara bertahap. Saatnya Pemerintah untuk memberi pengertian terhadap golongan yang menolak penerapan ekonomi syariah yang selama ini dengan alasan klise, yakni penerapan syariat agama tertentu dalam kehidupan bangsa Indonesia, mereka sepertinya phobia terhadap Islam yang lambat laun akan menggantikan dasar negara Indonesia. Padahal, sejarah mencatat umat Islam Indonesia adalah umat berjiwa besar serta legowo yang karena alasan persatuan bangsa rela menerima penghapusan klausul sila pertama yang berbunyi "dan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya." Perlu diingat bahwa dengan ekonomi syaraiah banyak sekali manfaat yang akan diperoleh tidak hanya bagi umat Islam tapi masyarakat Indonesia secara keseluruhan seperti masuknya investor asing yang sangat potensial terutama dari negara Timur Tengah yang boleh dikatakan negara terkayaDemikian juga yang sangat penting adalah masalah regulasi, penerapan syariah yang makin meluas dari industri keuangan dan permodalan membutuhkan regulasi yang tidak saling bertentangan atau tumpang tindih dengan aturan sistem ekonomi konvensional. Para pelaku ekonomi syariah sangat mengharapkan regulasi untuk perbankan syariah bisa memudahkan mereka untuk berekspansi bukan malah membatasi. Realitas di lapangan menunjukan, para pelaku ekonomi syariah masih menghadapi tantangan berat untuk menanamkan prinsip syariah sehingga mengakarkuat dalam perekonomian nasional dan umat Islam sendiri. Berkaitan dengan hal tersebut penerapan ekonomi syariah harus dipahami sebagai bagian integral dari penerapan syariat secara kaffah.
Keyakinan kita untuk penerapan hukum syariah dalam perekonomian telah didukung oleh penerapan hukum syariah di bidang yang lain seperti penyelesaian sengketa ekonomi syaraiah yang telah tegas dalam penyelsaiannya sebagaimana Pasal 55 ayat 2 UU Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah12 telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusan Nomor : 93/PUU-X/2012 mengakhiri dualisme (choice of forum) penyelesaian sengketa ekonomi syariah antara peradilan agama dan peradilan umum. Teori dan sistem ekonomi syariah yang baik, tentu harus mengakhiri atas keraguan penyelesaian sengketa.
v   Perlihatkan Peran Nyata Ekonomi Syariah.
Praktek perbankan syariah yang adil, yang berbasis bagi hasil selain menguntungkan juga berhasil menggaet nasabah dengan indikasi pertumbuhannya yang sangat pesat. Selain itu, praktek sektor keuangan syariah senantiasa bersesuaian dengan sektor riil, yang pelaku utamanya adalah masyarakat menengah ke bawah. Makin besar porsi sektor keuangan syariah beroperasi makin besar pula sektor riil yang beroperasi sehingga tidak terjadi ketimpangan antara sektor riil dan sektor moneter serta makin sempitnya jurang pemisah si kaya (aghnia) dan si miskin (masakin).
Dengan tumbuhnya sektor riil, pertumbuhan ekonomi bisa dirasakan masyarakat secara lebih adil dam merata. Selain itu, sektor syariah yang tidakbisa dianggap remeh adalah peran sosial ekonomi syariah melalui instrumen-instrumennya seperti zakat, infak, sedekah dan wakaf. Melalui pengelolaan yang optimal, berpotensi besar mengatasi berbagai permasalahan bangsa baik ekonomi maupun sosial.
v   Penerapan Mata Uang Dinar dan Dirham Sebuah Keniscayaan.
Ekonomi syariah mendorong masyarakat untuk mentasharufkan harta kekayaannya melalui transaksi ekonomi riil dan tidak bersandar pada riba (bunga) maupun spekulasi, sehingga pertumbuhan dalam ekonomi syariah memiliki korelasi erat dengan tingkat kesejahteraan dan distribusi kekayaan di tengah masyarakat. Ekonomi syariah juga lebih stabil karena ditopang mata uang emas (dinar) dan perak (dirham) yang merupakan logam mulia. Ternyata nilai nominal yang tercantum pada mata uang tersebut terjamin oleh zatnya itu sendiri, hal mana tentu sangat berbeda dengan sistem konvensional yang bersandar pada dolar atau uang kertas lainnya sehingga sangat rentan terkena krisis.
Bahkan bank syariah mempunyai ciri-ciri yang berbeda dengan bank konvensional, di antaranya, beban biaya yang disepakati bersama waktu akad perjanjian, penggunaan persentase dalam hal kewajiban untuk melakukan pembayaran selalu dihindari, dalam kontrak pembiayaan proyek tidak menerapkan perhitungan berdasarkan keuntungan yang pasti diterapkan di muka dan pengarahan dana masyarakat dalam bentuk deposito tabungan dianggap titipan (al wadiah).
v   Office Network.
Pengembangan jaringan kantor bank syariah diperlukan dalam rangka perluasan jangkauan pelayanan kepada masyarakat. Di samping itu kurangnya jumlah bank syariah yang ada juga menghambat perkembangan kerjasama antar bank syariah. Jumlah jaringan kantor bank yang luas juga akan meningkatkan efisiensi usaha serta meningkatkan kompetisi ke arahpeningkatan kualaitas pelayanan publik dan mendorong inovasi produk dan jasa perbankan syariah. Pengembangan jaringan dapat saja dilakukan dengan beberapa opsi; pertama, peningkatan kualitas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang telah beroperasi; kedua, perubahan kegiatan usaha bank konvensional yang memiliki kondisi usaha yang baik dan berminat untuk melakukan kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip syariah; ketiga, pembukaan kantor cabang syariah (full branch) bagi bank konvensional yang memiliki kondisi usaha yang baik dan berminat untuk melakukan kegiatan usaha tentunya berdasarkan prinsip syariah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar